Agustus 2025
Akhir-akhir ini Tata sibuk dengan kegiatan di sekolahnya. Gini-gini, Tata manusia yang bisa diandalkan di sekolahnya. Contohnya, seperti sekarang, Tata diminta untuk ketua panitia lomba untuk hari kemerdekaan Indonesia.
Emang dasarnya Tata sang manusia rebahan, yang tidak bisa jauh dari tempat nyamanya, kasur, menolak permintaan wali kelasnya untuk jadi panitia. Seenggaknya panitia dalam kelas deh, buat mengatur teman-temannya siapa aja yang ikut lomba, dan persiapan lainnya.
Segala bujuk rayu, akhirnya Tata menyerahkan dirinya untuk jadi panitia. Wali kelas tersenyum bangga menatap Tata, yang dibalas ekspresi cemberutnya.
"Nggak usah cemberut gitu dong, sayang.." Ibu Sasa, wali kelasnya mencolek dagu Tata menggodanya. "Ibuu Saaaaa.." rengeknya membuat Ibu Sasa terkekeh geli.
"Lagiankan, 17 Agustus masih lama, Ta, Jadi, lo masih bisa santai-santai lah,"
Ibu Sasa mengangguk menyetujui ucapan Luna. "Nah iya bener," Ibu Sasa menepuk lengan Tata lalu berujar, "Semangaaattt!!" Diikuti teman-teman kelasnya. "Yaudah, ibu ke kantor dulu." Pamitnya lalu melenggang keluar kelas.
Tata menghela nafas panjang kemudian menelungkupkan wajahnya diatas meja ditutupi dengan lengannya.
Yani menepuk bahu Tata."Tenang Ta kita bantu kok,"
"Gue males asliii," gumamnya.
"Lagiankan yang jadi panitia kelas bukan lo aja, ada yang lain juga,"
"Bener tuh, lo juga ada si Febri noh.."
Tata langsung menegakkan badannya, "Iya juga yaaa??!!" Pekiknya. "Kenapa gue bisa lupaa??"
"Lo nya yang pikun."
Tata menghiraukan cibiran Yani, bola matanya berkeliling mencari sosok bertubuh tinggi. "Akang Febriiiii?" Panggilnya.
"Febri lagi ke ruang guru,Ta." Jawab teman sekelasnya, Rendi.
Bahu Tata merosot. "Ah elahhh.."
Yani memandang aneh temannya, "Kenapa sih lo?" Tanyanya heran.
Tata menoleh, "Gue pengen bikin persyaratan atas penyerahan diri gue,"
Yani memutar bola matanya jengah, "Persyaratan apa?"
"Ada aja," Tata bangkit dari kursinya. "Udah yuk, nyusul si Nisa." Ajaknya.
Yani memutar badannya kearah belakang, "Lun, ikut nggak?"
Luna yang sedang mengerjakan tugas mendongak. "Nanti nyusul, kalo bukan gue yang ngerjain tugas, lo pada mau nyontek ke siapa?"
"Tapi kan tugasnya buat nanti,"
"Ya biar buku gue bisa dipinjem gantian sama lo pada," Luna menutup bukunya lalu beranjak dari tempatnya. "Mending kalo si Nisa nggak sakit, jadi bukan buku gue doang yang keliling ke rumah lo pada. Mending juga kalo kalian ngerjainnya sekarang di kelas, buku gue nggak jadi bahan rebutan kalian. Itu juga kalo di rumah kalian nulis contekannya, kadang walaupun buku dipinjem tetep aja kalian nulisnya di kelas, nganggurkan tuh buku gue dirumah lo," cerocosnya kemudian menghela nafas panjang.
Tata mengerjapkan matanya, "Lo ngomong atau kumur-kumur?" Tanyanya polos.
Luna jadi mendengus lalu segera keluar dari kelasnya meninggalkan Tata dan Yani yang masih mlongo.
Tata menabok keras Yani agar sadar membuat sang empunya terlonjak kaget. "Anjjj," umpatnya.
"Udah, ayo!" Tata menyeret lengan Yani menyusul Luna.
"Itu si Luna kenapa, dah?"
Tata mengedikkan bahunya. "Lagi ada masalah sama doi kali," jawabnya asal.
Kening Yani mengernyit bingung pasalnya diantara mereka berlima, Luna dan Tata yang jarang banget membahas soal cowo. "Emang siapa doinya?"
"Hendi." Tata tertawa melihat ekspresi Yani.
"Anjirrr, bapak gue ituuu.."
***
"Assalamualaikum, ya ahli ghibah!"
Tata dan Yani menyelonong masuk ke uks dengan dengan kantong plastik yang berisi bubur ayam yang dia beli di kantin sebelum menengok Nisa.
"Makan dulu, Nis." Tata menyodorkan sterofoam yang sudah dibuka. "Gue suapin aja sini, aaaa.."
Yani duduk disamping Dini, di depannya ada Luna.
"Doinya udah kesini?" Yani pada Dini.
"Belum, lagi ada guru katanya."
"Tapi 'kan bentar lagi istirahat, noh si Alexta aja udah beli jajanan dulu dia."
"Lo juga udah beli?"
Yani mengangguk menjawab pertanyaan dari Luna.
"Kita dibeliin nggak?"
"Enggak," jawabnya santai mendapat tampolan dari Dini.
"Yahhhh," Yani memandang nanar krupuk milik Tata jatoh. "Tata krupuk kesayangan lo jatoh nihhh," lapornya.
Tata yang baru saja selesai menyuapi Nisa mendelik. "Ih, ganti rugi."
Yani menunjuk Dini dibalas cengiranya. "Sorry sorry, ayo gue ganti sekalian jemput sang pangeran Nisa."
Tata terkikik geli, "iuww apaan sihh, pangeran pangeraann.."
"Ta, makasih yaa?"
Tata menoleh. "Apaan sih, kaya sama siapa aja, santai sahabat," katanya dibalas senyum kecil Nisa.
"Yaudah gue sama Dini mau ke kantin dulu," Tata melirik kearah Luna, "Lo mau nitip apa Lun?"
"Apa aja bebas."
"Tai kucing, mau?"
Luna mengangkat penghapus papan tulis kearah Tata yang cengengesan.
"Lo berdua sini dulu, gue sama Tata mau jemput pangeran dulu."
"Sumpah ya, Din, lo sekali lagi bilang gitu gue tampol beneran."
"Pangeran pangeran pangeran.."
Tata langsung terbahak merasa geli dengan sebutan pangeran itu.
"Dah, ayo!" Dini menarik lengan Tata keluar dari uks.
****
SARAN KRITIKNYA SISTAAHHH
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Masa Lalu
Novela JuvenilGimana mau selesai sama masa lalu, kalau tiap malem di datengin mulu.