13

557 68 16
                                    

Aku menolak berpikir bahwa pertemuan ku dengan Aiden nyata, namun tak peduli bagaimanapun aku mencoba mengabaikan kehadirannya, semua hal tentang dirinya masih terngiang dengan begitu jelas di pikiran ku.

Aiden sudah gila, ia mendatangi ku dan berpikir bahwa aku akan takluk akan ajakan menikahnya.

Aku bukan perempuan bodoh, lagipula aku tak sudi mendapatkan sisa dari "kakak" tiri ku, aku tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi nya seandainya tau bahwa kekasih nya yang sudah bertahun-tahun ini menjanjikannya pernikahan malah mendatangiku jauh-jauh dan mengajak tunangan palsu nya menikah.

Dia pasti sangat marah, Ibu nya sangat malu dan Ayah... ayah akan... aku tak bisa menahan senyum pahit ku, memikirkan betapa kacau nya keadaan jika seandainya aku menerima ajakan menikah Aiden dan bukannya menyumpahinya dan meninggalkannya di restauran sore itu.

Aku menggelengkan kepala ku akan pemikiran itu, takut jika aku benar-benar akan memanfaatkan peluang ini untuk menghancurkan mereka, aku cukup bahagia disini meski hidup serba pas-pasan, Kian selalu membantu ku dan menyemangati ku saat aku nampak lelah, dia lah semua yang ku butuhkan.

Aku menatap layar Hp ku, lega dan heran karena sudah seminggu ini aku tak mendapatkan teror dari Aiden, meski aku tau ia tak mungkin melakukan hal semacam itu pada ku, sudah jelas aku lemah di matanya, meneror ku hanya akan membuat nya sengsara, tak ada kesenangab yang bisa ia dapatkan.

Ponsel ku berdering dan aku tersenyum saat melihat nama Kian disana.

"Halo"

"Aimee, kau dimana?"

"Aku di flat, kenapa? Kau sudah di restaurant?" Tanya ku, kami memang memiliki janji makan siang bersama hari ini.

"Tidak" aku mendengar suara nya parau "Bisakah kau datang ke flat ku? Aku sedikit sakit saat ini... dan membutuhkan bantuan"

Aku panik "Kau tidak apa-apa kan? Aku akan segera kesana"

"Terimakasih, apa yang harus ku lakukan tanpa mu Aimee?"

"Seharusnya aku yang menanyakan hal itu pada mu" ucap ku sambil tersenyum, itu benar, jika bukan karena Kian, aku sudah jelas akan menjadi depresi atau lebih buruk lagi, gila.

Ia menyelamatkan ku.

Aku mematikan sambungan telpon dan segera berjalan keluar dari flat ku, mencari sebuah restaurant cina untuk memesan beberapa makanan sebelum akhirnya ke flat Kian.

Aku mengetuk pintu nya beberapa kali dan ia membuka nya dengan tampilan pucat dan lemas, mata nya merah dan sedikit cekung, ia pasti sudah lama sakit namun tak memberitahu ku.

"Kapan kau akan memberitahu ku?" Tanya ku sedikit kesal.

"Aku baru saja memberitahu mu" ucap nya kembali merebahkan tubuh di tempat tidur nya yang acak-acakan.

Aku memungut pakaiannya dan menaruhnya di basket pakaian kotor, mencuci tangan ku lalu menyiapkan makanan nya.

"Kau harus makan jika ingin minum obat" aku merebut obat di tangannya dan memberikan piring di tangan ku.

"Aku tak kuat"

"Jangan merengek, seharusnya kau memberitahu ku dari awal jadi sakit mu tidak semakin parah, lihat sekarang, kau yang Dokter tapi aku yang merawat mu"

Kian tertawa meski masih nampak lemah "Mau kah kau membantu ku?" Ia mengangsurkan sendok di tangan nya pada ku.

"Manja sekali" ejek ku tersenyum geli.

Aku menyuapinya, Kian tak tau jika aku menyimpan ledakan yang amat besar di dada ku, tentu bagi Kian ini adalah hal biasa karena ia sering melakukannya untuk ku, namun aku? Aku memiliki perasaan khusus terhadapnya sejak aku berumur 13 tahun, tenttu ini sesuatu yang menegangkan namun juga menyenangkan.

"Cukup" ucapnya saat aku kembali berniat menyuapkan makanan ke mulut nya.

"Baiklah, kau bisa meminum obat mu sekarang"

"Baik Bu Dokter" canda nya.

Aku tertawa.

"Kau tidak ada pekerjaan hari ini?" Tanya nya setelah meneguk obat nya.

Aku mengangguk "Aku akan kembali setelah kau tidur"

Kian tersenyum "Kau terlalu khawatir, aku bukan anak kecil"

Aku balik menatapnya "Aku cuma melakukan hal yang selalu kau lakukan padaku saat aku sakit"

Kian menaikan satu alisnya "Apa aku sebawel ini?"

"Lebih dari ini" ucapku membuat kami berdua tertawa.

30 menit kemudian karena efek obat, Kian tertidur, aku menyiapkan makanan yang bisa ia makan saat bangun nanti, sebelum membereskan tas ku dan kembali ke tempat kerja.

----

Voment and i'll be a happy girl.

Slow... slow update ok?

Otak ku masih menyesuaikan sama plot cerita ini setelah sekian lama aku pergi.......

SOMEONE LIKE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang