15

294 20 3
                                    

Aku diam-diam ingin menyelipkan jemariku dari jemarinya, lalu berlari melewati hall dan mencari taksi yang akan membawa ku pulang.

Namun, aku bertahan.

Aku membiarkan ia menuntunku mengikuti dentibg piano yang memainkan lagu romantis. Aku juga membiarkan ia memegang tanganku, lalu memeluk pinggang ku, karena ia memiliki hal yang ku inginkan.

Aku tau ia sedang mempermainkan kesabaranku, namun, aku tak punya waktu untuk meladeni permainannya, mungkin jika aku membiarkan ia menjadikan partner dansa nya malam ini maka pikiran warasnya akan kembali.

Mungkin.

Tapi, tentu jauh di dalam pikiranku, aku tau ia menginginkan sesuatu. Dan itu yang membuat ku khawatir, aku tak tau pasti apa "sesuatu" itu...

"Kau melamun" bisiknya tepat di telingaku, nafas nya menggelitik.

"Kau membuat ku bosan" jawab ku jujur.

Ia tersenyum miring "Sudah lama kita tak melihat satu sama lain dan sepertinya, aku satu-satunya yang senang dengan pertemuan ini"

Aku memilih diam.

"Kau kehilangan berat badan mu, benar?"

Pertanyaannya membuat ku marah "Bukan urusan mu. Aku datang kesini untuk meminta milik Ibu ku" desis ku.

"Milik Ibu mu?" Tanya Aiden "Pernahkah terpikirkan oleh mu, saat kau pergi, maka kau meninggalkan segalanya, milik mu juga milik Ibu mu, aku tidak mengambilnya dan Ayah mu tak menjualnya, kau yang meninggalkan semua nya dan menurutmu, kau memiliki hak untuk memintanya kembali?"

"Tapi itu milik Ibu ku!"

"Dan kau tak membawanya bersama mu" ucap Aiden.

Aku menatap wajahnya marah "Apa yang salah dengan mu?"

"Kembali ke rumah dan urus pernikahan kita, aku akan memberikan semua yang menjadi milik mu juga Ibu mu" tegas Aiden.

"Kau benar-benar tak masuk akal"

"Aku yang paling masuk akal diantara kita berdua Aimee" nama ku meluncur keluar dengan lancar dari bibirnya.

"Aku akan berbicara dengan Ayah" ucapku seperti orang bodoh, mengetahui Ayah ku 100 persen berada di pihak Aiden.

"Dia tidak akan mendengarkan mu" ucapnya nampak malas dengan perdebatan yang ia yakini akan ia menangkan.

Aku menatapnya, mencoba membaca isi pikirannya namun ia seperti pulau kosong tak berpenghuni, aku mencoba menjelajahinya bertahun-tahun dan tak pernah benar-benar tau apa yang ada di dalamnya.

Sementara aku seperti manequin di dalam kotak kaca, ia bisa melihat dengan sangat jelas seluruh isi kepalaku.

Mungkin itu sebabnya begitu mudah untuk dirinya membuat keputusan atas diriku, karena ia mengetahui segala hal tentang ku.

"Acara amalnya akan diadakan lusa" ucap Aiden "Bersiaplah, aku akan menjemputmu pulang"

Aku menatapnya sekali lagi, batin ku berperang ingin memakinya atau memohon padanya.

"Atau kau bisa merelakan semua peninggalan Ibumu"

Dan hanya itu, ia mencium pipiku lalu pergi meninggalkanku.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SOMEONE LIKE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang