"Anak-anak, jangan lupa. Besok adalah tes ntuk olimpiade Matematika dan untuk Aya, Ibu harap, kamu bisa mengikutinya. Karena, ada seseorang ysng mengatakan ke Ibu, kalau kamu sudah berusaha untuk mengikuti tes ini. Maka kemarin, tes itu diundurkan demi kamu. Ibu awalnya gak yakin, tapi seseorang itu maksa Ibu untuk nunggu kamu. Ibu harap, ini peluang untuk kamu,"ujar Bu Rosa selaku guru Matematika dan guru Bimbangan Konseling.
Aya mengernyit bingung dan menoleh pada Arjuna, "Seseorang itu siapa?" bisiknya pada cowok yang berada di sebelahnya.
"Siapa lagi kalau bukan gue?" ucapnya bangga.
Aya menatap geli, "Ih!" Lalu ia menatap bu Rosa, "Baik, Bu. Saya akan lakukan yang terbaik." Aya tersenyum manis membuat Gibran menganga lebar.
"Biasa aja, dong! Lihatnya!" celetuk Dimas membuat sesisi kelas menertawakan Gibran yang sedang malu setengah mati.
"Ya sudah Anak-anak, sekarang kalian boleh pulang." Bu Rosa pun pamit pergi. Anak-anak langsung bersorak riang. Banyak sekali yang menggebrak-gebrakkan meja.
"Rambut lo berantakan banget, dikuncir aja, sih?" ucap Arjuna pada Aya yang sedang memakai tasnya. "Sini gue kuncirin." Aya pun memberikan ikat rambutnya pada Arjuna.
"Ekhem! Makin sweet, ya?" ledek Sabrina sambil sesekali melirik Najwa yang sudah kepanasan.
Aya tersenyum miring, "Hooh, nih!"
Arjuna hanya menggelengkan kepalanya dan terus mengikat rambut Aya. "Akhirnya, selesai! Yuk, pulang!" Arjuna langsung menarik Aya keluar kelas. Menyisakan Kayra, Riska dan Sabrina yang tertawa melihat itu. Sungguh menggemaskan.
"Pelan-pelan, dong! Jalan tuh seiringan!" celetuk Aya yang membuat Arjuna memperlambat langkahnya dan melepas pegangannya pada tangan Aya.
"Sorry."
Aya hanya mengangguk. "Jadikan? Ke RSJ?" Arjuna mengangguk mantap.
"Eh, nanti malem belajar di rumah gue, ya? Besokkan mau tes."
"Yah, kayaknya gak boleh deh, takut Papa gue gak ngizi-" Seketika ucapan Aya terpotong ketika mengingat, papanya sudah tiada. "Oh, ya. Papa gue kan-"
"Udah, shut, diem," titah Arjuna. Hal itu membuat Aya tersenyum lebar.
"Ya? Boleh gue ngomong sebentar?" Tiba-tiba saja Leon datang dan menyambar tangan Aya.
"Gak usah pegang-pegang!" tekan Arjuna sambil menghempas tangan Leon kasar.
"Emang lo siapanya?" sengit Leon. "Bukan siapa-siapa aja belagu," celetuk Leon yang membuat Arjuna langsung naik pitam. "Aya gak cocok sama lo!"
Bugh!
Seketika Arjuna langsung meninju Leon. Hal itu membuat para murid yang sedang berada di lapangan berkumpul mengelilingi mereka.
Leon tak diam saja, ia pun langsung meninju Arjuna, sehingga membuat hidung cowok itu berdarah.
"Juna!" pekik Aya langsung menghampiri Arjuna. Ia menangkup wajah Arjuna. "Lo gak apa-apa?"
Arjuna tersenyum. Ia mengusap lembut kepala Aya, " Ini gak ada apa-apanya. Minggir, Ya. gue mau habisin si Leon!" geramya.
"Gak usah!" sergah Aya. Ia pun menghadap Leon. "Denger ya, jelas Arjuna itu berharga bagi gue. Lo itu gak ada apa-apanya dibandingkan Arjuna yang berperan penting di hidup gue!" tekan Aya tepat di wajah Leon.
"Ayo, Jun." Aya segera menarik tangan Arjuna dan keluar dari kerumunan orang-orang.
"Nih, pake helm-lo!" titahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/261700574-288-k180684.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JERITAN BATIN [TELAH TERBIT] ✔
JugendliteraturSemua orang hanya bisa mendengarkan, bukan bantu menyelesaikan. Lantas, untuk apa bercerita kepada dirimu? -Ardelia Khanaya Dengan bercerita, luapan emosi keluar sudah. Batin yang selalu disiksa olehmu hanya butuh didengarkan, dengan siapa pun dan...