13

973 93 2
                                    

The Miracle






Di malam hari, dimana sinar bulan dan bintang menerangi bumi.

Disinilah Jisung kini berada di bandara yang tak ada satu pun orang. Hanya ada dirinya, sang Daddy dan puluhan bodyguard yang Jaehyun bawa.

Jisung menyenderkan tubuhnya di tembok dengan mengunyah permen karet.

"Sudah siap, Mark?"tanya Jaehyun sambil tersenyum miring ke arah Jisung.

"Siap, jangan menyesal jika aku bisa mengendalikan perusahaanmu"

Jaehyun masih dengan senyuman miringnya. "Benarkah? Mark yang aku kenal sama sekali tidak memiliki kemampuan game, jika kau memiliki kemampuan game. Dugaanku kemarin benar"

"Dugaan apa, tuan Jung? Ingin fitnah diriku? Dalam mimpi!"

Jisung langsung berjalan menuju pesawat tanpa menoleh ke arah Jaehyun yang memandangi punggungnya dengan tangan ia silangkan di dada.

"Cukup tenang sekali, lihat yang ada di depanmu. Mark"

Malam hari sekarang digantikan pagi hari, Renjun duduk di ruang keluarga dengan sang saudara lainnya kini menatapnya.

"Aku ingin pergi ke Amerika selama beberapa bulan atau satu tahun"ucap Renjun dengan nada tenang. Ia sudah berfikir keras, apakah kesempatan ini ia sia-siakan atau perjuangkan.

"Ha!?"

Haechan berdiri dan duduk disamping Renjun. "Ayolah Ren, jangan bercanda. Bercandamu tidak lucu sama sekali"

Renjun menatap Haechan dengan wajah datar. "Apakah wajahku terlihat sedang bercanda?"tanya Renjun dengan nada dinginnya yang membuat suasana menjadi semakin dingin.

Mark berdehem pelan. "Sudah Renjun, kau siapkan baju-bajumu sekarang. Kemarin bandara malam hari di tutup dan sekarang tiketmu berangkat di siang hari"suruh Mark ke Renjun agar Renjun dan Haechan tidak bertengkar.

Chenle melotot dengan matanya yang menahan tangisnya. "Chenle ikut ya kak?"

Jisung kini memutar-mutar kursi kebanggaannya yang menjadi hak milik dirinya sendiri.

"Tuan Mark, laporan-laporan ini harus anda kerjakan"suruh asisten pribadi yang Jisung pilih.

Asisten pribadi itu bukan dari sang Daddy namun ia sendiri yang memilihnya.

"Kak Doy, apakah aku harus mengerjakan berkas-berkas tumpukan itu? Kan seharusnya aku bermain game"

Doyoung, asisten pribadi Jisung kini hanya memutar bola matanya jengah.

"Sejak kapan Mark bisa bermain game?"tanya Doyoung dengan nada mengejek.

"Dari dulu karena aku bukan m—"

"Bukan apa?"

Jisung mengutuk mulut licinnya, karena bisa-bisanya dirinya keceplosan.

"Em… itu kak Doy, karena aku bukan Mark yang dulu, aku juga diajarin Jisung buat main game"

Doyoung hanya menganggukkan kepalanya tanpa ada rasa curiga sama sekali.

"Bagaimana suasana di Amerika? Lebih baik dari Korea?"

Jisung terkekeh pelan. "Bagus di Korea karena di sana kenangan masa lalu yang tak dapat di lupakan. Dari kesadisan, persahabatan, ikatan persaudaraan, dan juga kumpulan orang-orang yang memiliki hari nurani atau tidak"

My Brother Always Happy With Jisung ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang