Assalamu'alaikum! Lama tidak bertemu. Tetap up walopun nggak yakin ada yg nunggu ni cerita:)Sebenernya roi tuh bbrp kali kena wb ples susah bangun mood, jadi susah banget nulis satu kalimat aja. So, buat yg nunggu (walopun mungkin nggak ada ya) mohon maaf lahir batin gays🥰
.
[Dilarang keras meniru, adegan dibawah di buat untuk kepentingan cerita, terimakasih atas perhatiannya]
.Warning⚠ Mature content; contains depiction mental illness, strong language, violence and other mature themes.
.
Happy Reading!
Untuk hari pertama sekolah, berjalan baik. Mungkin. Terbilang baik sebab dugaan dia akan di bully ternyata tidak terjadi, walaupun dia belum mendapatkan teman.
Terserahlah, lagipula dia tak terlalu mengharapkan punya teman baru.
Dia menghela napas, berjalan menuju kantin saja rasanya sudah tak karuan sebab banyak tatapan aneh yang di tujukan padanya. Agaknya, akan sedikit lebih sulit untuk dia beradaptasi.
"Biar saya bantu, Bu."
Lyodra mengambil beberapa buku pelajaran yang cukup tebal dari pangkuan Bu Viola.
"Ah, terimakasih, Lyodra."
"Ini mau di bawa kemana, Bu?"
"Ke ruangan saya."
Lyodra mengangguk dan mengikuti Bu Viola ke ruangannya. Agenda ke kantin sekolah pun di tunda demi membantu sesama.
"Hah, terimakasih ya. Kalo mau istirahat, silakan. Terimakasih."
Aduh, Lyodra malah sungkan sendiri jika respon Bu Viola sebegini baiknya. Dengan kikuk dia menjawab, "iya, sama-sama, Bu. Permisi."
Lyodra keluar setelah mengucap pamit, kembali ke tujuan awal, kantin sekolah. Berjalan seorang diri di koridor yang di penuhi siswa-siswi membuatnya sedikit takut. Terlebih mereka seolah menunjukkan keanehan terhadap matanya.
Gadis bermata unik itu menghela napas, jarinya saling meremat menahan gugup, terus menunduk dan berpura-pura tuli akan ocehan yang cukup menyinggungnya. Apa setiap perbedaan memang selalu di gunjing seperti ini?
Akibat dari cara berjalannya yang terus menunduk, tak sengaja dia menyenggol bahu seseorang. Tanpa melihat wajahnya, Lyodra sedikit membungkukkan badan dan mengucap maaf beberapa kali.
"Jalan pake mata, dasar aneh!" ucap orang itu kesal.
"Maaf," balasnya dan kembali berjalan.
"Dih, main nyelonong aja! Woi–,"
"Udahlah Carl," sela temannya, pun gadis itu kembali melanjutkan langkah meski dengan mulutnya yang menggerutu tanpa jeda.
Lyodra menatap sekeliling kantin dengan nampan berisi makanan, matanya meliar, mencari meja mana yang masih kosong. Pun, dia kembali melangkah setelah tahu dimana dia akan duduk.
Beberapa dari mereka menatap horor kearahnya, mungkin aneh karena melihat matanya, dia masa bodo. Mulai menyuapkan makanan sebelum akhirnya ada yang menendang mejanya, sampai sendok yang ia pegang terjatuh.
Beberapa orang mulai menonton, bersiap untuk acara yang akan segera di mulai.
"Siapa suruh lo duduk di tempat kita?" tanyanya sinis. Kesan pertama Lyodra saat menatap gadis ini adalah sombong, angkuh dan kejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
HETEROCHROMIA
Random"Om juga berhak bahagia. Mau nggak, di buat bahagia sama Lyora?" Levi tak ingin munafik, ia merasa terbang dengan gombalan anak kecil ini. "Bisa nggak, jangan manggil gue Om terus?" "Bisa. Lyora udah telat nih, ayo Uncle!" 𝘍𝘶𝘤𝘬 𝘺𝘰𝘶 𝘨𝘪𝘳𝘭...