Happy Reading!
"Ayo sekalian makan malam sama-sama."
Levi terkekeh canggung. Mau menolak tak bisa, mau menerima ajakan juga tak bisa. Jika di tolak, maka saat pulang nanti pasti ia di sidang Mami. Jika di terima, ia masih malu dengan kejadian di kedai ice cream tadi.
"Iya, Tan."
Terpaksa. Ingat, ia bukan mau secara sukarela, ia hanya terpaksa!
Empat orang berkumpul di ruang makan. Oh iya, ini pertama kalinya Levi bertemu calon Papa mertua. Err.. maksudnya Om Zhan.
"Gimana Lyodra, lucu, kan?" Si Kepala Keluarga menginterupsi.
Levi tersenyum kaku. "Iya, lucu banget malah Om."
"Wah, makasih Om yang lebih lucu."
Astaga, tolong jangan buat Levi punya penyakit jantung di usia muda!
"Sayang," tegur Ririn sembari menggelengkan kepalanya.
"Iya sayang." Bukan, bukan Lyodra yang menjawab, melainkan suaminya. Wajah Ririn merona, jika di depan Lyodra dia sudah biasa, tapi ini Levi. Kan, malu jadinya.
"Ish, Ibu manggil Lyora tahu, bukan Paa," ketusnya lucu.
"Iya," balas Zhan terkekeh.
Levi tersenyum melihat keluarga harmonis ini saling melempar senyum dan kasih sayang. Sama seperti keluarganya, yaa meski terkadang Maminya yang cantik dengan keriput di mana-mana itu lebih menyayangi Abangnya.
Beberapa saat kemudian, acara makan malam itu selesai. Mengobrol beberapa waktu, setelahnya Levi pamit pulang sebab sudah pukul delapan malam. Pun, Lyodra mengantarkan ke pintu depan.
"Terimakasih ya, Om. Maaf kalau Paa kebanyakan ngobrol."
"Sama-sama, gue pulang dulu ya."
"Um, hati-hati Om. Sampai jumpa besok!"
Tck, lagi-lagi senyuman itu membuatnya jantungan. Mengacak surai hitam itu dengan gemas, Levi membalas, "Iya."
Lyodra kembali masuk setelah mobil Levi pergi meninggalkan rumah. Bersandar di pintu, menutupi wajahnya yang merona dengan kedua tangan.
Dia bergumam, "Ish, malu tahu." Kemudian senyum-senyum sendiri sembari berjalan cepat menuju kamar.
Berguling-guling di kasur, tak jarang kakinya menendang-nendang angin saking bingungnya mau mengekspresikan kebahagiaan seperti apalagi, nyaris seperti anak perawan yang baru saja mengenal cinta.
Hal itu juga yang Levi rasakan setelah sampai di rumahnya. Hanya saja caranya lebih ekstrim; menonjok tembok atau mengacak-acak tempat tidur sampai tak berbentuk.
"Hais lucu banget, sialan!"
"Fuck, fuck, sial–,"
"Woy Levi! Diam kenapa sih? Dari tadi grusak grusuk gedebuk gudubrak! Kamu lagi kesurupan?!" teriak Franda di lantai satu rumahnya.
Kesal karena sudah setengah jam lamanya dia mendengar suara barang jatuh, tinjuan dan apapun itu dari kamar Levi. Tak tahu saja jika membangun rumah ini harganya sangat mahal. Banyak tenaga dan keringat yang terkuras agar bisa membangun rumah impiannya. Dan si bungsu dengan tidak tahu diri mencoba untuk merusaknya.
Franda dan suaminya tengah menonton drama di televisi merasa terganggu. Tentu saja. Lagi romatis-romantisnya, malah di ganggu dengan suara gedebuk dari lantai atas, siapa yang tidak kesal coba?
KAMU SEDANG MEMBACA
HETEROCHROMIA
Random"Om juga berhak bahagia. Mau nggak, di buat bahagia sama Lyora?" Levi tak ingin munafik, ia merasa terbang dengan gombalan anak kecil ini. "Bisa nggak, jangan manggil gue Om terus?" "Bisa. Lyora udah telat nih, ayo Uncle!" 𝘍𝘶𝘤𝘬 𝘺𝘰𝘶 𝘨𝘪𝘳𝘭...