BAB 4.2

8.4K 198 4
                                    


Setelah mengingat kembali bagaimana pertemuan antara Rebecca dan Gianna untuk pertama kali, kini mereka memutuskan keluar untuk mengobrol layaknya kawan lama yang baru saja bertemu kembali.

Cafe dipinggiran sungai Hudson menjadi pilihan mereka. Suasana yang ramai tapi tenang membuat tempat ini disukai banyak kalangan. Apalagi dengan suguhan sungai Hudson yang menawan dengan lalu lalang kapal yang berlayar.

"Aku pikir kau bukan orang Amerika?"

Gianna tersenyum sedikit geli mendengar ucapan bernada penasaran terucap dari bibir wanita cantik dihadapannya. "Memang... Aku asli Paris, hanya saja lahir dan besar disini."

"pantas saja... "

"Apakah kau akan menetap disini?" tanya Gianna penasaran.

"Ya... Sudah saatnya aku kembali."

"Apa kau sudah memiliki tempat untuk menetap?

"Itu yang sekarang sedang aku cari, hanya saja belum ada tempat yang cocok menurutku."

Gianna meringis mengingat betapa sifat keingintahunya muncul, "Maaf aku banyak bertanya..."

Rebecca tersenyum, "Nope... Aku sangat senang kau banyak bertanya, itu tandanya kau nyaman berbicara denganku."

"Kupikir kau menyenangkan... Kau tahu? Kebanyakan model yang aku temui sangat angkuh. Sedangkan kau berbeda, sangat friendly."

"Aku terima pujianmu... " ucap Rebecca dengan mengedipkan sebelah matanya, lantas membuat dirinya dan Gianna tertawa bersama atas tingkahnya itu.

Suara ponsel berdering menghentikan tawa mereka. Gianna mengangkat ponsel ditanggannya dan menunjukkannya ke arah Rebecca seolah memberitahukan bahwa dirinya harus menerima panggilan tersebut. Rebecca menganggukan kepalanya mengiakan.

"Yes Arl... Aku sedang diluar bersama temanku... Baiklah."

"Apakah kau memiliki urusan penting? Jika ya, aku akan pergi." tanya Rebecca merasa tidak enak sudah mengganggu waktu Gianna.

"Tidak... Itu tunanganku. Dia ingin menemuiku, tapi ku bilang aku sedang diluar bersama temanku dan dia berencana ke sini untuk menyusul. Kau tidak keberatan bukan?"

Rebecca bergumam,"Tidak masalah..."

"Mengenai kau yang sedang mencari tempat tinggal, bagaimana jika kau bertanya saja pada tunanganku? Dia punya cukup koneksi untuk mendapatkan hunian yang strategis dipusat kota" Saran Gianna.

"Boleh sa___" Ucapan Rebecca terputus begitu ada suara yang terdengar dari arah belakang dirinya yang memanggil nama Gia.

Dan Rebecca melihat Gianna yang kini sedang melambaikan tangannya dengan senyuman terpasang diwajahnya. Lalu Gianna berdiri menyambut pelukan seorang pria yang barusan memanggil namanya itu.

"Cepat sekali kau kemari?" tanya Gianna pada pria dihadapannya dengan memincingkan matanya,

Pria itu meringis mendapat tatapan penuh kecurigaan yang ditunjukkan untuk dirinya, "Aku sedang disekitar sini... Lagipula apa kau lupa, butikmu ada di dekat sini juga." ucap pria itu sambil menyetil pelan kening Gianna.

Gianna lantas memberikan senyum lebarnya, "Oh aku lupa... Akan aku memperkenalkan kau pada teman baruku."

Mendengar ucapan Gianna membuat Rebecca ikut berdiri, lalu ketika pria itu membalikan badannya ke arah dirinya, dia lantas tersenyum seolah tidak percaya. Rebecca tentu saja ingat siapa pria ini.

Dunia sempit sekali...

"Rebecca...?" Ucap pria itu terkejut seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"I'm... " dengan senyum Rebecca masih terpasang diwajah cantiknya.

"Ya Tuhan... Aku tidak percaya ini!" pria itupun langsung memberikan Rebecca pelukan layaknya teman.

"Tunggu... Kalian saling kenal?" tanya Gianna mengerutkan dahinya penasaran melihat adegan tak biasa didepannya.

Bukan cemburu, tidak! hanya bingung apa yang sebenarnya sedang terjadi disini?

"kenapa kau tidak bilang jika teman yang kau maksud adalah Rebecca?"

"Kau tidak bertanya." jawab Gianna polos dengan mengangkat kedua bahunya.

"Jadi... Tunanganmu adalah Arlo Dalton?" kini Rebecca mengajukan pertanyaan yang bernada sama.

"Hey! Jangan membuatku seperti orang dungu. Sebenarnya sejak kapan kalian saling mengenal?"

"Aku dan Rebecca dari alumni SHS yang sama." jawab Arlo mewakili.

Gianna yang mendapat jawaban atas kebingungannya lantas membekap mulutnya seolah tak percaya, "OMG... Ini takdir namanya!"

Agar mendapat tempat yang lebih privasi, akhirnya Gianna memutuskan untuk mengajak kembali Rebecca dan Arlo ke butik miliknya yang memang tidak jauh dari tempat mereka berada saat ini.

Selama perjalanan tidak ada percakapan yang berarti.

"Kau ingin makan apa Re?" tanya Gianna yang sudah mengubah panggilannya pada Rebecca begitu mereka sampai.

"kupikir aku sudah tidak bisa menampung makanan lagi." ucap Rebecca tersipu malu, mengingat seberapa banyaknya dirinya memakan kue tart saat berada di Cafe tadi.

Gianna dan Alro terkekeh melihatnya, "Baiklah... Aku akan menggambilkan kalian minuman saja." ucap Gianna berlalu pergi tanpa mau merepotkan pelayan yang ada di butiknya.

"Jadi sekarang kau sedang mencari tempat untuk tinggal?" tanya Arlo

"Begitulah... "

"lalu sekarang kau tinggal dimana jika belum mendapatkan tempat. Apa hotel?"

"Tidak... Untuk sementara aku tinggal bersama William."

Arlo cukup terkejut mendengarnya, sudah selama ini ternyata Rebecca dan William masih saja berhubungan.
Kasihan sekali kau dude, pikirnya meringis memikirkan nasib salah satu sahabatnya yang sangat Ia ketahui diam-diam menyimpan ketertarikan pada sosok wanita yang ada dihadapannya ini.
"lalu mengapa kau tidak meminta batuan William?"

Rebecca memutar kedua bola matanya malas jika mengingat bagaimana cerewetnya dia meminta agar William mau membantunya.
"Sudah... Hasilnya nihil! Dia selalu mengulur waktunya karena alasan pekerjaan."

"Hey... Sudah sejauh mana pembicaraan kalian." Ucap Gianna begitu tiba sambil meletakkan minuman di atas meja dan mengambil duduk disamping Arlo.

"William... " Ucap Rebecca.

Gianna mengankat kedua alisnya mendengar nama yang tidak asing, "Siapa dia...?"

"Kekasihnya... " Celetuk Arlo

"Hell siapa yang kau sebut kekasih si berengsek itu!" Protes Rebecca

"Tentu saja kau!" Arlo bingung, mengapa Rebecca terlihat marah.

Rebecca mendengus kesal, "yang benar saja..."

"Jadi kau dan William?"

"Tidak mungkin!" Tegas Rebecca.

Seolah mendapatkan kesimpulan, Arlo tersenyum penuh makna.
Apakah sahabatnya itu memiliki peluang?

Sebagai sahabat yang baik, Arlo tentu saja akan membantu memikirkan cara apapun agar rencana yang ada di otaknya kini bisa berjalan sesuai keinginannya.

Dukung terus yaaa...

Vote, Comment & Share

TERIMA KASIH

HARASS [I'm Yours]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang