BAB 10

7.7K 249 27
                                    

Harass

"Aakkhh.... " Rebecca berteriak frustrasi sambil mengacak-acak rambut panjangnya.
Penampilannya saat ini jauh dari kata imej seorang model yang melekat dalam dirinya.

Rebecca merasa sangat malu sekarang. Apalagi jika bertemu seseorang untuk saat ini, terutama satu nama pria yang kini memenuhi pikirannya setiap kali bayangan itu muncul tanpa permisi di dalam kepalanya.

Saat Ia melihat banyak tanda merah di atas dadanya, seketika Rebecca merasa ditarik ke waktu di malam saat dirinya mabuk. Rebecca lalu mengingat semuanya.

Dia menggoda Archer!

Entah apa yang sekarang dipikirkan pria itu tentang dirinya 'wanita genit' sungguh Rebecca tidak akan mau bertemu lagi. Sebisa mungkin Ia harus menghindari Archer.

Apalagi ditambah kejadian tadi pagi. Setelah ciuman itu berakhir, Rebecca malah menampar Archer lalu pergi begitu saja tanpa kata.

Kau dalam masalah Re...

Arlo mengangkat sebelah alisnya heran. Melihat beberapa karyawan keluar dengan wajah pucat pasi penuh tekanan.

Apa rencananya gagal?

Begitu memasuki ruangan, siluet pria dengan aura dingin yang terpancar menyambut Arlo. Tubuh tegap dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana berdiri angkuh menghadap kaca besar yang menampilkan pemandangan kota New York yang penuh sesak oleh jejeran gedung pencakar langit.

"Aku pikir kau melewati malam yang indah!"

Archer menoleh, menunjukkan wajah malas tidak peduli pada Arlo.
"Apa virus Dex sudah mulai menyebar padamu."

Arlo tersenyum tipis. Berjalan menghampiri pria itu dan berdiri disampingnya, ikut menikmati pemandangan kota yang menurut Arlo sangat membosankan.
"Bagaimana keadaan Rebecca?"

"Kau bertanya keadaannya padaku atas dasar apa? Aku bukan pengasuhnya."

"Ayolah... Kita tahu semalam dia bersamamu."

Archer memberikan lirikan tajam pada Arlo. Jika dipikirkan, kejadian semalam memang seperti ada unsur kesengajaan.
"Apa itu ulahmu untuk menjebakku?"

"Dengar, aku hanya memberikan solusi terbaik. Dengan tubuh mungil Anne, dia tidak mungkin membawa pulang dua gadis mabuk secara bersamaan." jelas Arlo memberi pengertian.

"Bukankah ada kau..."

Arlo terkekeh, "Aku yakin! Dibanding mengurus Dex yang mabuk. Kau akan lebih memilih meninggalkannya disana sendirian."

"Harusnya kau berterima kasih padaku." lanjut Arlo

Tidak ada tanggapan yang berarti dari Archer. Dirinya malah kembali ke meja kerjanya, sibuk dengan laptop dihadapannya tanpa menghiraukan Arlo yang masih disana.

"Aku kesini bukan tanpa tujuan." ucap Arlo duduk dihadapan meja Archer.

"lalu?"

"Mari kita bicarakan bisnis."

Archer mendengus mendengar itu. Bisnis apa yang bisa mereka bicarakan? mengingatkan bidang yang mereka geluti bertolak belakang. "Bisnis apa yang bisa kita lakukan?"

"Unit apartemen disebelahmu."

Archer mengerutkan dahinya bingung, "ada apa dengan itu?"

"Aku menginginkannya!"

"Aku tidak menjualnya." datar Archer

Arlo menatap Archer serius, "kau yakin?"

"Bukankah sejak lama kau tahu, aku tidak suka berurusan dengan orang lain. Itu mengapa aku membeli dua unit sekaligus agar tidak ada yang menepati lantai tersebut selain diriku." Jelas Archer menginformasikan bahwa dirinya membutuhkan ketenangan.

Arlo menganggukan kepalanya, lantas berdiri dari posisinya. Merapikan jasnya lalu melihat jam di lengan kirinya. "Baiklah... Waktuku juga tidak banyak."

Melihat Archer yang sama sekali tidak peduli membuat Arlo kesal sendiri. Jika bukan karena mereka sudah dekat sejak kecil, untuk apa dia melakukan semua ini? Sudahlah, suatu hari dia akan menagih hutangnya.

"Sayang sekali... Aku akan berbicara pada Rebecca jika aku tidak bisa membantunya mendapatkan tempat tinggal." ucap Arlo dengan nada penyesalan yang dibuat-buat.

Archer yang sejak tadi sibuk mengetik sesuatu seketika terdiam mendengar ucapan Arlo. Dia berusaha memahami maksud kata demi kata yang Ia dengar.

Archer menipiskin bibirnya, menatap Arlo tajam yg kini sedang tersenyum mengejek kearah dirinya. "Kau mempermainkanku!"

"Jika kau setuju, aku akan mengaturnya untukmu."

Archer menutup matanya sejenak, menghela nafas berusaha mengatur kembali emosinya. Ia lalu menatap Arlo datar tanpa ekspresi. "Aku tunggu hasil kerjamu."

Bossy

Mohon dukungannya...

Vote, Comment & Share

Terima kasih

HARASS [I'm Yours]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang