BAB 12

5.2K 170 31
                                    

Harass

"Kau sudah berjanji, come on... " ucap Rebecca sambil mengikuti kemanapun William melangkah.

"Aku tahu... Tapi syaratnya aku yang mencarikannya." God! William bahkan baru sampai.
Dia sangat lelah, saat ini yang dibutuhkannya adalah mandi lalu tidur tanpa gangguan. Namun, ketika baru membuka pintu Rebecca langsung menghampirinya dengan rentetan kata mengenai Apartemen yang sudah dia janjikan.

"jika mengharapkanmu, mungkin harus menunggu hingga aku memiliki keriput!" ucap Rebecca kesal. merentangkan kedua lengannya, berdiri di depan pintu toilet untuk menghadang William yang ingin masuk.

William tersenyum miring meneliti wajah Rebecca, "Bercerminlah... Kau memang sudah memilikinya."

Mendengar itu, Rebecca sontak memegang wajahnya. Berlalu kedalam toilet, berdiri didepan wastafel yang terdapat cermin besar. Meneliti wajahnya yang terlihat sangat segar, kulit putih dengan rona merah alami dipipinya.

Seakan tahu bahwa William hanya mengerjainya, Rebecca lantas melirik tajam ke arah William yang sudah berdiri dibawah pancuran dengan penampilan setengah naked.

"Apa? Kau mau melihat aku mandi!"

"Kenapa tidak! Aku akan tetap disini sampai kau setuju." Bukannya memalingkan wajahnya Rebecca justru terus menatap William seakan menantang, dengan dagu sedikit terangkan dan tangan yang terlipat di dada.

"Are you crazy!"

"Jangan bilang kau malu? Kau lupa, aku sudah pernah melihatnya." ucap Rebecca polos dengan tatapan yang mengarah pada sesuatu yang berada dibawah pusar William.

William yang melihat kemana arah pandangan Rebecca sontak berteriak dan melempar handuk yang Ia pegang ke arah Rebecca.

"Willy! Kenapa kau kasar sekali." kesal Rebecca sambil melempar kembali handuk yang mengenai wajah cantiknya yang merupakan salah satu aset penting bagi seorang model untuk dijaga sebaik mungkin.

"Kau itu wanita dewasa, berpikirlah sebelum berbicara."

"Apa salahku?" tanya Rebecca bingung.

"Perkataanmu... Jika kau membicarakan hal itu kepada pria lain, kau dalam bahaya."
Rebecca hanya melihat william dengan mata berkedip berusaha mencarna maksud dari pembicaraan mereka.

William yang melihat tampang bodoh Rebecca hanya bisa menghela nafasnya. Wanita ini masih sangat naif, bagaimana William bisa tenang membiarkannya tinggal sendirian. Namun, jika Ia masih terus melarang yang ada Rebecca akan menjadi wanita pemberontak.

"Willy... " rengek Rebecca yang melihat William diam saja, entah apa yang sedang dipikirkannya.

"Baiklah... "

"Apa?"

William menggertakan giginya, kesabarannya seakan dikuras habis oleh Rebecca. "permintaanmu, aku mengizinkan."

Rebecca sontak berteriak gembira, berlari menerjang ke arah William dan menghadiahi ciuman dipipi pria itu. "Kau yang terbaik Willy, aku mencintaimu." setelahnya Rebecca pergi begitu saja meninggalkan William yang mematung melihat tingkah ajaibnya.

"Hey! Kau belum menutup pintunya!"

Masih dengan irama yang sama, musik menghetak menghantam telinga dan dada. Semakin malam suasana akan menjadi kacau dan gila tetapi, justru itulah letak kesenangannya.

"kau tidak ingin menanyakan sesuatu?" pancing Arlo pada pria disampingnya yang tampak baik dalam menyembunyikan suasana hatinya.

"......."

Masih belum berbicara, Arlo masih sanggup untuk menunggu. Meskipun sedikit terganggu dengan tatapan lapar para wanita yang ada disetiap sudut ruangan. Kali ini Ia tidak memesan privat room karena hanya ada mereka berdua.

"Dia belum menghubungimu?"

Arlo tersenyum kecil, akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibir Archer.
"Siapa, Rebecca?" Arlo mencoba mempertegas, yang dihadiahi lirikan tajam oleh Archer.

Arlo terkekeh geli, sangat menyenangkan mempermainkan seorang Richardson.

"Rebecca masih membutuhkan izin seseorang, aku rasa kita tahu siapa orang itu." jelas Arlo sambil melihat ke arah Archer yang terlihat tenang namun tidak dengan genggamnya yang tampak mengeras, Arlo jadi khawatir gelas itu akan pecah.

Archer lalu menenggak minuman yang tinggal setengah itu lalu bergegas pergi begitu saja. Arlo yang melihat tentu saja berusaha mengejarnya.

Setelah berada di area parkir, Arlo melihat Archer sudah melaju pergi dengan mobilnya.

Damn!

Hola... Maaf menunggu lama...
Semoga masih ada yang mau mendukung cerita ini...

Vote

Comment

Share

TERIMA KASIH

HARASS [I'm Yours]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang