tiga puluh enam

174 34 0
                                    

hanji's pov

akhirnya aku menjenguk erwin meskipun tertunda satu hari karena levi tiba-tiba bertingkah aneh.

"kenapa levi nggak ikut, han?"

erwin yang saat ini sedang menyantap kue stroberi yang kubawakan bertanya padaku. wajahnya saat ini tampak berseri dan lebih sehat dibandingkan beberapa hari yang lalu, saat ia baru saja keluar dari ruang operasi.

"mana gue tau. tadi di sekolah aja gue dikacangin habis-habisan."

seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, erwin sampai berhenti mengunyah kue yang ada di dalam mulutnya.

"kalian berantem?"

"nggak?!"

"lo bikin levi kesel kali."

aku mendengus dengan jengkel. memang tidak jarang aku menjahili levi sampai ia sangat marah kepadaku, tapi kemarin aku sama sekali tidak menggodanya. dia seperti perempuan yang sedang "dapat" dan marah karena tidak dibelikan makanan.

"gue nggak ngapa-ngapain. demi alek. bahkan pas hilda ngajak ngobrol juga dicuekin."

"emang iya?"

entah apa yang sedang dilihat oleh hilda dari balik jendela, ia tampak gelagapan saat namanya tadi kusebut.

"eh? ah, iya."

sudah satu bulan lebih aku mengenal hilda dan aku baru menyadari satu hal. saat ia sedang memperhatikan sesuatu, ia tidak akan mendengar suara lain maupun mengalihkan pandangannya dari objek yang ia perhatikan. perhatiannya baru akan bubar saat namanya dipanggil seperti tadi.

aku melanjutkan kegiatanku saat ini, yaitu mengupas kulit apel dan langsung melahapnya dalam sekali lahap begitu pula erwin yang kembali menghabisi kue stroberinya.

"lo ngeliatin apa sih, hil?"

"nggak."

aku tidak paham apa yang dimaksudnya dan kembali bertanya, tapi hilda tidak menjawab dan malah berjalan ke arah pintu kamar, membuka pintu tersebut dan menjulurkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

"di luar ada yang ngawasin kamar ini."

sepertinya kepala anak ini terbentur sesuatu.

"kan elo yang nyuruh bawahannya bokap lo buat jagain kamar ini."

"dih, gue belum jelasin udah dipotong."

hilda menyesap teh hangat dari gelas dihadapannya, bersiap untuk bercerita. sedangkan aku masih mengunyah apel yang baru saja dikupas.

"di luar, ada dua orang laki-laki dengan setelan serba hitam daritadi ngeliatin jendela kamar ini terus."

mendengar kalimat hilda, aku langsung meletakkan pisau buah di tanganku.

bisa saja itu adalah orang suruhan pelaku, bukan? mungkin pelaku memang sedang mengincar erwin dan ia mengirim beberapa orang untuk mengawasi erwin.

mungkin cerita ini sudah berubah sepenuhnya dari apa yang kuingat.

"mau taruhan?" tanya hilda, entah dengan tujuan apa tiba-tiba ia mengajakku untuk bertaruh.

"orang-orang di luar itu bukan kiriman pelaku, mereka bodyguard kelas 2 dari perusahaan ackerman. sebelumnya gue minta pengawal depan kamar ini buat pake pakaian bebas karena nggak mau pelakunya tahu kalau kita juga udah mulai siaga. lihat pengawal di luar rumah sakit itu pada pake seragam mereka, mungkin itu bukan orang-orang yang gue minta."

"be-bentar, lo yakin banget kalau orang di luar sana bawahan bokap lo?"

hilda tersenyum dan menunjukkan layar ponselnya padaku. erwin yang sudah diperbolehkan untuk berjalan dari ranjangnya ikut duduk di sampingku untuk melihat sebuah foto pada layar ponsel hilda.

"alat interkom mereka adalah alat khusus yang diproduksi oleh perusahaan ackerman, bentuknya khas, bahannya juga bukan sembarangan. itu interkom paling diincar oleh seluruh perusahaan yang berkutat di bidang keamanan karena alat itu nggak mungkin di hack atau bocor ke luar.

sebagai tambahan. jas, dasi, kemeja, sampai sepatu mereka adalah produk dari brand freiherr. lo tau sendiri harga kaos oblong brand itu seharga satu sepeda motor matic. logika aja, perusahaan gila mana yang bakal beli segitu banyaknya setelan sama sepatu buat karyawan mereka kalau perusahaan itu nggak jalin kerjasama sama brand freiherr? brand itu cuma mau kerjasama sama ackerman karena mereka diem-diem punya hubungan."

entah kenapa saat ini hilda terdengar sedang memamerkan harta kekayaan dari kedua orang tuanya. aku ingin nyeletuk perihal itu, tapi sepertinya dia sedang sangat serius dan siap menjitak kepalaku jika aku tiba-tiba bercanda.

"lagian kalo mau hire dari perusahaan ackerman juga kemahalan buat anak sma, buang-buang duit juga kalo pelaku berani nyerang sendiri."

"tapi bukannya perusahaan keamanan biasanya nyediain jasa "itu", ya?"

aku mengerti apa yang dikatakan oleh erwin. "itu" yang ia maksud adalah pembunuh bayaran. sudah menjadi rahasia umum bahwa hampir seluruh perusahaan yang bekerja di bidang keamanan juga menyediakan jasa pembunuh bayaran.

namun hilda tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut, seolah-olah ia sedang memikirkan jawaban terbaik atas pertanyaan yang seharusnya tidak kamu tanyakan.

"iya. tapi jasa itu punya syarat dan ketentuan khusus agar klien nggak asal bunuh orang. mungkin perusahaan lain bakal nerima semua permintaan klien mereka, tapi ackerman nggak. mereka punya kriteria khusus, apakah orang itu masih pantas hidup di dunia atau lebih baik mati."

saat ini aku mengerti bagaimana perusahaan tersebut jarang sekali memiliki skandal meskipun telah berdiri selama lebih dari 8 dekade.

"lagi pula," manik hijaunya melihatku dan erwin secara bergantian. "kalau dia tau ada yang macem-macem sama sahabat keponakannya, orang tua itu nggak bakal tinggal diam."

aku tahu ada yang sedang disembunyikan oleh sosok dihadapanku ini. intonasinya yang dingin seolah-olah mengisyaratkan bahwa tangannya ikut kotor atas perbuatan yang tidak dilakukannya.

mungkin ucapan levi benar, aku tidak bisa melakukan semuanya sendiri. aku memiliki sahabat yang akan membantuku. tidak seharusnya aku menanggung semuanya sendiri. sebagai bukti, sebelum aku menceritakan semuanya ke sahabatku, semua usahaku sia-sia. sedangkan saat mereka telah mengetahui, em, sebagian besarnya, kematian hilda dapat dihindari.

aku membuka mulutku, menceritakan sebuah cerita penting yang tidak boleh terwujud.

sonder 2 || levixhanji erwinxocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang