tujuh belas

263 43 6
                                    

setelah berbicara dengan supir truk dan memastikan bahwa sang supir bukanlah orang yang bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa salah satu siswa di sekolahnya, erwin berlari menuju wilayah parkiran.

dengan cepat matanya memeriksa segala sesuatu yang mungkin mengganjal dan tampak aneh.

tidak butuh waktu lama untuk erwin menemukan hal yang tidak wajar. mata birunya yang tajam menemukan sebuah genangan pada tanah. ia mengeluarkan sapu tangan putihnya dari saku celana dan mencelupkannya sedikit pada genangan itu.

saat ingin memeriksa parkiran motor lebih lama lagi, erwin melihat sosok yang tidak asing. baik itu di kehidupan masa lalu maupun sekarang, ia mengetahui laki-laki tersebut. rambut merah batanya terkibas oleh angin dan erwin memutuskan untuk memanggilnya.

"floch? kata levi diklat futsal dibatalin, kok belum pulang?"

"saya barusan mau pulang, mas. mas erwin sendiri nggak sibuk?"

"nyolong istirahat 30 menit."

erwin memutuskan untuk ke studio dan menemui hilda karena ia ingin segera memberi tahh hasil penemuannya barusan.

saat membuka pintu studio yang sudah dilapisi oleh peredam suara, ia langsung mendengarkan hilda yang memainkan keyboard dengan suara piano. lagu yang ia mainkan adalah nocturne op. 9 no.2 karya komposer ternama, Frédéric Chopin.

jari jemarinya berhenti menekan tuts keyboard saat melihat erwin yang ternyata sudah memasuki studio dan menunggunya.

"gimana?"

"supirnya sendiri kaget karena tiba-tiba ada suara tabrakan dari belakang. eld beruntung supirnya langsung ngerem dan berhentiin truknya. ngeliat bekas tabrakan di bagian samping truknya, nggak mungkin juga ini disebut kecelakaan karena kesalahan supir truk."

"motornya gimana? bagian depannya mungkin udah hancur lebur, susah buat diperiksa, kan?"

"iya, bagian depannya hancur. tapi ada yang aneh sama pipa remnya. pipanya putus dan olinya bocor, keluar dari pipanya. entah itu putusnya sebelum atau sesudah kecelakaan, aku nggak tau karena kondisi pipanya udah jelek."

"berarti, kemungkinan besar rem blong."

"pipanya bocor sebelum kecelakaan, gitu?"

"tapi, sengaja atau nggak?"

"kalo sengaja, kalian mau lapor ke polisi?"

hanji tiba-tiba memotong pembicaraan erwin dan hilda. kondisinya yang sudah jauh lebih tenang membuatnya mampu mencerna situasi dan berpikir jenih kembali.

"bukti yang gue temuin kurang, nggak mungkin polisi mau nerima ucapan kita mentah-mentah."

erwin menjawab pertanyaan hanji sesingkat mungkin. bukti yang mereka temukan hanya untuk membuktikan bahwa kecelakaan yang menimpa eld bukanlah kesalahan sang supir truk, mereka tidak mampu membuktikan kecelakaan itu disengaja atau hanya kebetulan semata.

hanji lagi-lagi menundukkan kepalanya. perasaan bahwa ia tidak berguna kembali merundung dirinya. tidak ada gunanya ia mengulang kembali waktu jika tidak bisa merubah apapun.

"kalo kita kerja sendiri, cari bukti sendiri, pasti polisi mau dengerin, kan?"

setelah mendengar kalimat hilda, hanji kembali bersemangat.

"oh iya, ini."

erwin memberikan sapu tangannya kepada kedua temannya. hanji langsung mencium bau noda hitam pada sapu tangan tersebut dan terkejut saat menyadari bau khas dari cairan itu.

"oli. di parkiran motor tadi ada genangan oli yang nggak kecil." erwin menjelaskan noda pada sapu tangannya.

"seberapa besarnya?"

"segini."

erwin melingkarkan tangannya untuk menunjukkan gambaran seberapa besar lingkar genangan oli yang tadi ia temukan.

"genangannya terlalu besar kalo kita anggep pipanya nggak sengaja bocor atau kurang terawat. kalau pun pipanya bocor dari dia parkir di sekolah tadi pagi, eld pasti sadar kan? anak cowok, apalagi yang punya motor mahal kayak eld, pasti rutin periksa dan ngerawat motornya."

hanji dan hilda hanya diam mendengarkan penjelasan logis dari erwin. mereka memutuskan untuk menganggap bahwa kejadian ini disengaja dan mereka memiliki minimal seorang pelaku, sebuah motif, dan cara yang perlu dicari.

"pelakunya 'motong' pipa rem pas kapan? pas parkiran sepi?" tanya hilda kepada erwin untuk memastikan hipotesanya.

"kemungkinan besar gitu. dia mungkin nunggu di parkiran motor sampe nggak ada orang, atau kalau dia nekat, curi kesempatan pas perhatian semua orang disana teralihkan. tapi di parkiran motor tadi..."

erwin masih ingat siapa sosok yang berada di parkiran motor ketika tempat tersebut sedang sepi. matanya melihat sahabatnya dengan penuh keraguan.

"hanji."

suasana menjadi dingin. erwin tidak ingin berprasangka buruk kepada sahabatnya sendiri tapi ia juga tidak memiliki alasan lain untuk membantah logikanya sendiri.

sedangkan hanji hanya diam. ia memiliki alasan lain kenapa ia berada di parkiran motor yang sepi, tapi hanji tahu, tidak ada satu pun temannya yang akan mempercayai kalimatnya.

di tengah suasana yang dingin, hilda menarik tangan hanji. iris hijaunya memperhatikan jari-jari hanji dan menciumi baunya.

"hanji nggak ngapa-ngapain di parkiran motor. tangannya bersih, nggak ada bau oli atau yang aneh-aneh. kalau pun hanji sempet bersihin tangannya, minimal di bajunya ada noda yang baru karena pas potong pipanya, oli bakal muncrat kemana-mana."

hanji tidak menyalahkan erwin karena sempat mencurigainya. memang salahnya karena tidak mempunyai alasan logis mengapa ia berada di tempat kejadian.

erwin menghela nafas panjang dan tertawa pelan, menertawakan dirinya yang mengesampingkan kepercayaannya terhadap hanji, sahabatnya yang sangat dekat dengannya.

tiba-tiba ponsel hanji berdering. pada layarnya muncul nama levi dan hanji pamit sebentar untuk mengangkat telfon dari levi.

saat hilda berjalan, ingin keluar dari studio untuk menghirup udara segar, erwin menarik tangannya. hilda tahu apa yang saat ini sedang dipikirkan oleh laki-laki yang saat ini masih menundukkan kepalanya.

ia mengurungkan niatnya untuk menghirup udara di luar dan kembali duduk di lantai studio, duduk di samping erwin.

"istirahat, mungkin lo terlalu capek sampe mikir kayak gitu."

erwin tersenyum mendengar suara yang menenangkan itu. erwin melemaskan tubuhnya dan bersender pada dinding studio, kepalanya ia senderkan pada pundak hilda.

meskipun dibuat terkejut oleh erwin, hilda tetap membiarkannya bersender pada pundak perempuan yang lebih pendek darinya.

"5 menit, boleh?"

"diklatnya lagi istirahat?"

"kabur bentar."

"10 menit. gue bangunin."

"sing me a lullaby, then."

"dikasih hati minta jantung, resek."

meskipun ia tidak menuruti permintaan erwin untuk menyanyikan lagu pengantar tidur, diam-diam hilda mengusap pelan rambut pirang erwin dan memainkannya.

sementara di luar studio, hanji sedang berbicara dengan levi via suara karena levi masih berada di rumah sakit untuk menemani eld.

levi bercerita kepada hanji kondisi eld saat ini. mereka sedang menunggu hasil ct scan untuk memeriksa apakah ada tulang eld yang patah.

"besok mau jenguk eld?"

"mau!!"

"jam 9. jangan bangkong. gue jemput. ndang pulang, hati-hati dijalan."

belum sempat bagi hanji untuk menjawabnya dan berpamitan, levi langsung memutuskan sambungan dan mematikan ponselnya karena dokter ingin berbicara dengannya.

tbc

sonder 2 || levixhanji erwinxocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang