dua puluh tujuh

218 41 3
                                    

Erwin menyalakan porsche putih miliknya dengan terburu-buru.

Setelah kenny memberitahukan lokasi pemakaman tersebut, erwin bertaruh penuh bahwa saat ini hilda masih berada disana meskipun upacara pemakaman telah berlangsung enam jam yang lalu. Sedangkan levi masih di rumah pamannya itu untuk menemani hanji yang saat ini sedang sakit.

Erwin menginjak pedal gas, membiarkan mobil mahalnya itu melintasi jalanan raya yang ramai dengan kecepatan tinggi.

iris birunya menemukan sosok gadis dengan rambut hitam yang terurai panjang kini sedang berdiri di samping batu nisan, tidak menoleh meskipun ia dapat mendengar namanya dipanggil oleh erwin.

"hilda, ini bukan salahmu."

akhirnya perempuan tersebut menoleh, menatap dalam sepasang mata laki-laki dihadapannya itu.

"apaan? lo bicara seolah-olah tau semuanya."

meskipun dengan intonasi suara yang ceria, bibir yang tersenyum, namun tidak ada satu pun cahaya pada manik hijaunya.

erwin tidak menjawab. raut wajahnya seperti mengatakan bahwa ia telah mengetahui segalanya.

hilda berdecak kesal, entah ia kesal dengan dirinya sendiri atau kepada erwin yang tidak membuka mulutnya selama ini.

"kalau gue tau lebih cepet, marcel pasti bisa sembuh, kan?"

hilda mengucapkan kalimat yang selalu ia tanyakan dalam hati beberapa hari ini. hilda tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri sejak ia melihat sahabatnya terbaring di rumah sakit.

erwin yang tidak tahan melihat hilda terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri pun mengepalkan tangannya dan tanpa sadar berbicara dengan intonasi tinggi.

"berhenti menyalahkan dirimu sendiri, hilda!"

malam itu, setelah ia mendapatkan pesan dari marcel galliard, erwin tahu seluruh rahasia yang hilda sembunyikan dibalik senyumnya.

hilda menyalahkan dirinya sendiri atas kegagalan yang diberikan terhadap sahabatnya dulu. ia juga menyalahkan dirinya sendiri karena baginya, ia adalah penyebab marcel digertak oleh para bedebah itu.

erwin tahu bahwa marcel memiliki penyakit ganas yang sulit untuk disembuhkan, namun masih mungkin untuk disembuhkan. marcel menolak untuk diberi pengobatan karena ia adalah seorang remaja yang tinggal di panti asuhan bersama adiknya. ia hanya akan menjadi beban saat orang terdekatnya mengetahui kondisinya.

marcel hanya memberitahukan kondisinya kepada erwin karena ia tahu, suatu hari ia akan pergi dan meninggalkan hilda, sahabatnya, sendirian. marcel hanya bisa berharap suatu hari nanti erwin akan tetap berada disisi hilda, menggantikan dirinya.

"kalau bukan, kenapa marcel yang harus pergi? bahkan gue nggak tahu kata-kata terakhirnya."

"aku ingin mendengarkan permainan kalian lagi."

suara seorang perempuan tiba-tiba terdengar dari belakang punggung hilda. bagi erwin suara itu sangat asing di telinganya, namun hilda sangat mengenal suara itu meskipun sudah dua tahun lamanya ia tidak lagi mendengar suara tersebut berbicara.

"itu permintaan marcel."

seorang perempuan dengan rambut hitam yang terikat rapi. siapa saja pasti akan langsung tahu bahwa ia adalah gadis konglomerat meskipun mereka baru bertemu pertama kali.

"untuk sekali ini saja, berhenti menyalahkan dirimu sendiri. telingaku pekak setiap kamu merengek seperti itu."

hilda memutar tubuhnya dan dapat melihat sosok yang dulu pernah sangat dekat dengannya. di belakangnya, hilda dapat melihat seorang pria bertubuh besar dan tinggi mengenakan setelan jas hitam dan putih.

tangannya menggenggam kerah kemeja perempuan tersebut dan menariknya. matanya yang sedari tadi menahan air mata pun kini berkaca-kaca. bukan karena kesedihan, melainkan amarah.

"dua tahun, lo kemana aja selama ini?!"

pria bertubuh besar tersebut langsung maju dan mengeluarkan pistol dari balik jasnya. erwin yang sebelumnya hanya memperhatikan dari belakang hilda pun ikut maju dan memegang mulut pistol, tidak peduli jika pria berjas tersebut menarik pelatuk pistol dan mengenainya.

"kemana? tentu saja aku belajar. kamu yang paling tahu itu, hilda."

perempuan tersebut menjawab, sedangkan tangannya memberikan isyarat kepada pria di sampingnya untuk tidak melepaskan tembakan.

"gue selalu nyoba buat hubungin lo, tapi nggak ada satu pun balasan yang gue terima! bahkan saat marcel jatuh koma lo nggak ngangkat telfon gue!"

"kamu sendiri bagaimana? kamu yang selalu berada di sampingnya tapi tidak sadar dengan kondisi kesehatan marcel yang setiap hari semakin menurun. yang kamu pikirkan hanya membalas mereka yang menggertak marcel sampai lupa dengan kondisinya dan kondisi tanganmu. marcel selalu bilang dia ingin melihat permainanmu lagi, melihat kita bermain bersama lagi. dan kamu tahu itu. tapi kamu tetap menghajar mereka dan melukai tanganmu, tidak ada waktu bagi tanganmu untuk kembali sembuh dan memainkan biola seperti dulu lagi."

kata-kata yang keluar dari mulut lawan bicaranya menampar keras hilda, membuatnya melepaskan genggaman tangannya dari kerah baju perempuan tersebut.

"aku tidak menyalahkanmu atas kejadian dua tahun lalu dan kematian marcel, dua hal tersebut memang tidak bisa dihindari. tapi setidaknya jika kamu tidak bertindak sembrono dan mengistirahatkan tanganmu, kita bisa mengabulkan permintaan marcel."

langit mulai menjadi gelap. awan-awan hitam berkumpul dan menutupi sinar matahari dan langit biru.

setelah menaruh seikat bunga dihadapan batu nisan, perempuan tersebut dan pengawalnya kembali, meninggalkan hilda yang masih terkejut dan erwin yang masih khawatir terhadap hilda.

"erwin," hilda memanggil nama erwin saat mereka sedang berjalan menuju parkiran mobil. tidak seperti sebelumnya, setelah pertemuan hilda dengan teman lamanya, ia langsung menuruti ucapan erwin untuk kembali ke rumahnya.

hilda melihat mata biru erwin yang indah, seolah-olah mata tersebut tidak pernah kehilangan cahayanya dan ia selalu bertanya, mungkinkah ia dapat memiliki cahaya seperti itu pada matanya kelak.

hilda menggelengkan kepalanya pelan, mengurungkan niatnya untuk bertanya.

erwin yang berjalan di sisi kanan hilda dan tepat berada di samping jalan raya pun tersenyum. mungkin karena ia yang terlalu percaya diri, atau karena ia sangat mengenal hilda. erwin berpikir tatapan yang diberikan hilda tadi sebagai isyarat bahwa ia tidak ingin kehilangan orang terdekatnya lagi, dan itu termasuk erwin. hilda mengurungkan niatnya untuk mengungkapkan isi hatinya.

mereka dapat mendengar suara motor yang bergerak dengan dari arah yang berlawanan. motor tersebut melewati mereka dalam hitungan detik.

hilda menggerutu kesal karena suara knalpot motor tersebut yang sangat berisik. namun tiba-tiba erwin berhenti melangkahkan kakinya dan menarik tangan hilda.

erwin membisikkan sesuatu tepat di telinga hilda. suaranya yang pelan hampir tidak dapat didengar oleh hilda.

erwin menyenderkan tubuhnya pada hilda, membiarkan kepalanya bersender pada pundak kiri hilda.

"erwin?"

saat mencoba memeriksa keadaan erwin, hilda merasakan suatu cairan menyentuh kulitnya. cairan tersebut adalah darah dan hilda pun mencoba mencari luka tersebut.

hilda membuka jaket erwin dan menemukan luka yang masih segar. dari luka tersebut, darah terus berkeluaran tanpa henti dan erwin mulai kehilangan kesadarannya.

sonder 2 || levixhanji erwinxocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang