•Book 5 | A Condition•

98 33 0
                                    

Sinar mentari pagi masuk dengan tidak sopan ke kamar Alsyna, memaksanya untuk membuka mata dan memulai aktivitas. Alsyna merutuki orang yang membuka gorden kamarnya dan membuatnya bangun, seolah memaksa dirinya yang sedang patah hati untuk menerima kenyataan.

Sudah sekitar tiga hari Alsyna mengurung diri di kamar, hanya menangis dan termenung di atas kasur empuk miliknya. Alsyna bahkan mengusir semua orang yang mendekat dan tidak mau bicara pada siapa pun, termasuk Sang Raja dan Ratu-kedua orang tuanya.

Alsyna terduduk di kasurnya dan menatap sekeliling. Tidak ada orang. Dia bermaksud melihat siapa yang berani datang ke kamarnya dan membuka gorden jendela. Ya, dia sebenarnya sudah tahu siapa pelakunya. Siapa lagi yang berani melakukan hal itu di istana ini selain 'dia'?

Terdengar suara pintu dibuka, Alsyna spontan menengok ke sumber suara. Pintu terbuka memperlihatkan Alista yang datang dengan membawa nampan berisi sarapan untuk Alsyna.

"Beraninya kau masuk ke kamarku tanpa izin dan menggangu tidurku, Alista." Alsyna menatap tajam Alista yang menghampirinya tanpa rasa takut.

"Apa yang Tuan Putri katakan? Bukankah saya datang ketika Tuan Putri sudah bangun?" bantah Alista dengan senyum di wajahnya.

Alsyna turun dari kasurnya, dia berdiri di depan Alista dan berkata, "Lalu siapa yang membuka gorden kamarku? Seorang peri?"

"Wah, sepertinya peri itu tidak mau melihat Tuan Putri murung dan terus mengurung diri di kamar. Dia kesepian dan ingin bermain di luar dengan Tuan Putri," jawab Alista menanggapi tuannya.

"Bisa-bisanya kau bersikap seolah tidak ada yang terjadi."

Alista tersenyum canggung menanggapi perkataan tuannya, tidak ada yang bisa dia katakan. Alsyna menaikkan sebelah alisnya melihat senyum canggung Alista. Dia berbalik lalu berjalan menuju kolam pribadinya.

"Tapi, aku akan mengabulkan keinginan peri itu," ucap Alsyna tanpa berbalik sedikit pun.

Alista yang mendengarnya tersenyum senang. Kini tuannya itu sedang berendam di kolam yang sebelumnya telah dia siapkan untuk Alsyna membasuh diri. Mereka berdua tumbuh besar bersama, keduanya sudah saling mengerti dan menyayangi layaknya saudara. Alsyna tahu apa yang dilakukan Alista untuknya, begitu pula Alista yang sudah tahu betul apa yang Alsyna butuhkan dan cara menghadapi Tuan Putri manja itu.

***

"Yang Mulia Raja, telah terdengar kabar bahwa ada seorang pengembara buta yang datang ke kerajaan Ephemeral dengan sebuah ramalan."

Laporan yang diucapkan dengan lantang oleh seorang menteri kerajaan itu membuat ruang singgasana Raja menjadi sedikit ricuh. Hari ini, para bangsawan yang memegang posisi penting di kerajaan datang menghadap Sang Raja untuk melihat reaksi Raja tentang ramalan seorang pengembara buta. Seluruh penduduk kerajaan Ephemeral mempercayai ramalan tersebut dan mengakibatkan kepanikan, membuat para bangsawan bertanya-tanya tentang kebenaran ramalan tersebut.

"Bawa pengembara buta itu menghadap padaku sekarang juga!" titah Sang Raja pada orang yang tadi melapor.

"Baik, Yang Mulia." Menteri yang melapor itu berjalan menuju pintu masuk dan berseru, "Bawa pengembara buta itu menghadap Yang Mulia Raja!"

Seketika pintu langsung terbuka dan memperlihatkan pengembara laki-laki dengan pakaian lusuh, memakai penutup mata dan membawa tongkat. Pengembara itu digiring oleh dua orang prajurit kerajaan dan berhenti tepat di depan Sang Raja yang duduk di singgasananya.

"Hormat hamba pada Yang Mulia Raja Tayron Evzen de Ephemeral yang memerintah kerajaan Ephemeral dengan adil dan bijaksana." Pengembara itu berlutut dan menunduk dengan hormat di depan Sang Raja.

Ephemeral Princess [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang