•Book 11 | Daily Life in Romusa City•

74 19 0
                                    

Keputusan Cleine sudah bulat. Dia akan pergi menemui Alamanda, Sang Penyihir yang diceritakan oleh Wali Kota Romusa. Kesatria itu tidak peduli jika Alsyna dan Alista mau mengikutinya atau tidak. Bahkan jika dirinya hanya sendiri, dia sangat ingin mengetahui tentang iblis-iblis itu dan mengusir mereka dari Ephemeral.

Cleine yang diberitahu tempat penyihir ini cukup jauh dari Romusa mempersiapkan bekalnya untuk perjalanan. Beberapa hari sebelumnya dia dan Alista sempat bekerja untuk mendapatkan uang. Meskipun pemilik penginapan mengizinkan mereka tinggal selama yang mereka mau dan menyiapkan makan untuk ketiganya, Cleine dan Alista masih segan menerima hal tersebut.

“Sir. Cleine, Anda yakin akan pergi sendirian menemui penyihir itu?” tanya Alista yang membantu Cleine menyiapkan perbekalan.

“Mau bagaimana lagi, kau juga sudah dengar kalau Tuan Putri Alsyna lebih memilih tinggal di sini sampai iblis-iblis itu pergi. Dia bahkan mengatakan penolakan yang kasar kepadaku. Seburuk itukah perjalanan kita sebelumnya?” Cleine memberengut kesal ketika mengingat kembali perdebatannya dengan Alsyna setelah dia mengatakan ingin menemui Alamanda—penyihir yang dikatakan wali kota.

Alista terkekeh, dengan suara lembut dia berkata, “Entah kenapa kalian berdua terlihat seperti adik kecil yang sering bertengkar di mataku.”

Perkataan Alista membuat wajah Cleine semakin masam. Akan tetapi, melihat Alista yang tersenyum membuat hati Cleine menghangat. Dia ingin melindungi senyum itu, apa pun yang terjadi.

“Alista, aku tidak bisa diam saja ketika negeriku sedang diserang oleh makhluk asing. Tenang saja, seseorang telah diutus oleh wali kota untuk mengantarku ke sana, aku tidak sendiri. Besok pagi aku akan pergi dan kembali secepatnya setelah bertemu dengan Alamanda ini. Aku tahu kau ingin ikut denganku, tapi kau lebih mengkhawatirkan Alsyna jika ditinggal sendirian di daerah asing. Tetaplah di samping Tuan Putri, hanya kau yang bisa melakukan itu.” Cleine mengelus kepala Alista lembut, membuat si empunya merona sekaligus merasa nyaman.

“Jangan terlalu percaya diri, Tuan Eustacio. Aku tidak ingin ikut denganmu, kok.” Alista mencubit perut Cleine.

Cleine sontak menghentikan elusannya pada kepala Alista. Dia meringis karena cubitan Alista, sedangkan gadis itu terlihat sangat puas telah membuat Cleine kesakitan.

Jika kalian bertanya di mana keberadaan Alsyna, tenang saja. Sejak beberapa menit yang lalu dia ada di depan pintu kamar di mana Cleine dan Alista berada. Tuan Putri itu bermaksud mengucapkan selamat jalan pada Cleine.

Namun, Alsyna mengurungkan niatnya untuk masuk dan malah mengintip apa yang mereka berdua lakukan di sana. Dia membuka sedikit pintu kamar dan menyaksikan keakraban Cleine dengan Alista tanpa dirinya.

Alsyna merasa sakit di hatinya, rasanya seperti sesuatu yang mengganjal di dada. Membuatnya sesak dan sulit mengeluarkan kata-kata. Dia menutup pintu secara perlahan lalu pergi menuju kamar di depannya—kamar miliknya dan Alista.

Tuan Putri Alsyna merebahkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong.
Ternyata hubungan mereka sudah sangat akrab. Apa aku menjadi penghalang di antara mereka?
Tidak. Yang lebih penting, kenapa Cleine bisa merasa seperti itu untuk negeri ini? Sedangkan aku yang seorang Putri Mahkota tidak peduli dan malah ingin bersembunyi di tempat asing.
Ayahanda, apa yang harus Alsyna lakukan? Alsyna membatin.

***


Di pagi hari ketika Alsyna membuka mata. Dia tidak melihat Cleine maupun Alista di mana pun. Alsyna yakin Cleine sudah pergi menemui Alamanda, sedangkan Alista sepertinya pergi bekerja ... lagi.

Alsyna yang selesai membasuh diri dan sarapan, berniat untuk menemui Alista. Masalahnya, di mana Alista bekerja? Dia sama sekali tidak tahu tempat kerja Alista. Setelah berpikir selama lima belas menit, Alsyna memutuskan untuk mencarinya sendiri dengan berkeliling kota. Gadis itu pun bangkit dan setengah berlari menuju keluar penginapan.

“Nona Alsyna, selamat pagi!” teriak seseorang ketika Alsyna hendak membuka pintu masuk penginapan.

Alsyna mengurungkan niatnya membuka pintu dan malah berbalik untuk mengetahui Si Pelaku. Ketemu. Dia melihat istri pemilik penginapan menatapnya dengan senyum hangat.

“Selamat pagi, Nyonya Huston.” Alsyna mendekat ke arah Nyonya Huston—istri pemilik penginapan yang tadi menyapa Alsyna.

“Sepertinya Anda sedang terburu-buru. Mencari seseorang, Tuan Putri?” Nyonya Huston sedikit menggoda Alsyna.

Di Romusa, yang mengetahui identitas asli Alsyna, Alista dan Cleine hanya pemilik penginapan tempat ketiganya tinggal. Tuan Sebastian Huston dan istrinya, Clara Huston. Sebab itulah mereka bertiga bisa menginap gratis di penginapan tersebut. Cleine yang lelah dan naif saat itu tanpa sadar menceritakan identitas dan perjalanan mereka pada suami-istri Huston. Beruntung Tuan Huston dan istrinya pro pada pemerintahan Ephemeral, mereka pun menasihati ketiganya supaya tidak sembarangan membeberkan identitas.

“Iya, aku sedang mencari Alista. Apa Nyonya tahu di mana Alista saat ini?” Alsyna tidak menghiraukan ketika Nyonya Huston memanggilnya ‘Tuan Putri’.

“Bukankah Nona Alista bekerja di restoran milik Tuan Bach? Anda tidak tahu?”

Mana aku tahu balas Alsyna dalam hati. Tidak mungkin dia mengatakan hal yang tidak sopan pada orang yang sudah memberinya tempat tinggal dan makan.

Alsyna tersenyum pada Nyonya Huston lalu mengangguk sopan. “Terima kasih, Nyonya Huston. Aku akan pergi menemui Alista, permisi.”

Alsyna berlari keluar penginapan. Meninggalkan Nyonya Huston yang sedikit heran dengan kesopanan Alsyna. Dia tidak menyangka seorang Tuan Putri yang dirumorkan manja, keras kepala dan seenaknya ternyata sangatlah sopan. Ya, rumor itu tidak salah, hanya saja ada reputasi seorang Putri Mahkota yang sedang Alsyna jaga.

Beruntung dia sempat berkeliling Kota Romusa dan mengingat beberapa tempat-tempat penting. Entah kenapa restoran masuk ke daftar tempat penting bagi Alsyna. Selain mengingat nama dan arah menuju tempat tersebut, Alsyna juga mengingat pemilik tempat yang dia tahu dari anak-anak di sana. Jangan heran dengan otaknya yang mudah mengingat hal baru, itu karena dirinya sudah belajar banyak hal sejak kecil sebagai bekalnya untuk jadi Ratu di masa depan. Menjadi Putri Mahkota membuatnya belajar lebih keras dan intens dari siapa pun, bisa terbilang Alsyna itu sangat pintar.

Alsyna membuka pintu restoran. Seketika harum masakan memenuhi hidungnya. Membuatnya menebak-nebak masakan seperti apa yang saat ini sedang dimasak. Suasana restoran yang ramai membuatnya sedikit tidak nyaman. Tidak ada yang menghiraukan kedatangannya, semua pengunjung sibuk dengan pesanannya masing-masing.

Alsyna celingak-celinguk mencari keberadaan Alista. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia mencari Alista. Sejak kecil keduanya sudah seperti magnet dengan kutub yang berbeda. Saling tarik menarik. Sudah seperti anak kembar yang tidak bisa dipisahkan, selalu berdua.

“Tuan Put-- ekhem.” Alista berdehem. “Alsyna, sedang apa kau di sini?”

Alsyna terkejut ketika tahu-tahu Alista sudah ada di belakangnya. Dia juga sedikit tersenyum geli karena Alista keceplosan. “Aku sedang mencarimu.”

“Eh, mencariku?” Alista terkejut. Dia kemudian berbisik, “Apa ada hal penting yang ingin Tuan Putri katakan pada saya?”

Lagi-lagi Alsyna tersenyum geli. Tuan Putri itu memasang wajah serius lalu balas berbisik, “Tidak ada. Aku juga tidak tahu kenapa mencarimu.”

Alista menjauhkan wajahnya dari Alsyna sembari mengerutkan kening. Alsyna sukses mengerjainya. Keduanya saling pandang lalu tertawa. Tidak jelas apa yang keduanya tertawakan.

“Tapi Alsyna, kau tidak boleh kemari hanya karena ingin menemuiku. Aku akan menemuimu ketika makan siang. Sebaiknya kau habiskan waktumu untuk menjelajah atau bermain dengan anak-anak sekitar sini.” Alista dengan tidak sopan mendorong pelan punggung Alsyna menuju pintu keluar.

“Eh? Tunggu—“

“Sampai jumpa!” Alista menutup pintu restoran setelah memastikan Alsyna berada di jarak aman.

“Alista!” teriak Alsyna yang tidak terima dengan perlakuan Alista padanya.

Dengan perasaan kesal, Alsyna pergi meninggalkan restoran. “Apa-apaan itu! Beraninya dia mendorongku keluar dari sana. Memangnya siapa dia sampai berani berlaku tidak sopan kepadaku!” gerutu Alsyna.

Setelah menenangkan dirinya, dia memutuskan untuk kembali mengelilingi kota. Kali ini Alsyna ingin pergi ke tempat yang belum dia datangi. Menurut Alsyna, berkeliling dan menjelajah itu sangat menyenangkan. Sebenarnya dia cukup menyukai perjalanannya dengan Cleine dan Alista, kecuali ketika iblis menyerang dan mereka harus meninggalkan Almeer. Dia berharap iblis-iblis itu segera pergi dan semua kembali damai seperti kota ini. Walau dalam hati kecilnya dia masih ingin menjelajah dan berpetualang bersama Alista serta Cleine.

(~•~) To be Continued (~•~)

Hai, guys? Gimana kabarnya? Yuhuu ... gimana sama part 11 ini? Suka nggak? ^^

Okelah, jangan lupa vote dan comment, ya, karya Orion Belt ini! Kritik dan sarannya, jangan lupa, oke?^^

See u next part! Love, Nuryani Nisa Hayati.

Sabtu, 8 Mei 2021

Ephemeral Princess [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang