Sudah sekitar dua jam Alsyna berjalan tanpa henti. Kini dia tengah berada di sebuah jalan setapak yang sepi, bingung harus memilih jalan yang mana. Haruskah dia berbalik pergi dari sini? Atau melanjutkan perjalanan? Namun, ke arah mana dia harus berjalan? Kiri, kanan atau lurus?
Setelah perdebatan panjang dengan dirinya sendiri, Alsyna memilih berjalan lurus, menuju sebuah hutan yang tidak terlalu rimbun. Di hutan itu, matanya jelalatan memandangi sekelilingnya. Dia merasa atmosfer di sini terasa berbeda, meski sekilas tidak ada yang aneh. Sebuah kekuatan besar terasa mengikat, tapi langkahnya meringan seiring dengan semakin dalamnya dia memasuki hutan.
Di sana, tepat beberapa meter di hadapannya ada sebuah rumah yang cukup besar. Tanpa rasa curiga, Alsyna mendatangi rumah itu sebab dia merasa penghuni rumah tengah memanggilnya.
“Permisi. Apa di dalam ada orang?” tanya Alsyna sembari mengetuk pintu.
Tiba-tiba pintu bergetar pelan sebelum akhirnya terbuka. Namun, anehnya di belakang pintu itu tidak ada orang. Bulu kuduknya kontan meremang. Dia takut, tapi penasaran. Diamatinya sekeliling sebelum akhirnya melangkah masuk perlahan-lahan.
“Selamat datang, Putri Mahkota Ephemeral. Alsyna Kaillie de Ephemeral.”
Tiba-tiba sebuah suara masuk ke gendang telinganya. Namun, saat mengamati sekeliling tidak ada orang selain dirinya. Pelan-pelan Alsyna melangkah mundur, dia takut.
“Tidak perlu takut, Tuan Putri.” Suara yang sama kembali menginterupsi. Lalu entah datang dari mana, seorang wanita setengah baya dengan gaun hitam berdiri di hadapannya. Dia tersenyum. Dengan begitu, Alsyna berhenti melangkah dan tetap diam di tempat.
“Saya Alamanda Sang Penyihir.”
Alamanda membungkukkan badan dengan tangan kanan di bahu kiri serta tangan kiri di belakang tubuh, bermaksud memberi hormat.
Sebenarnya Alamanda sudah menunggu kedatangan mereka. Tanpa mereka sadari, Alamanda menjemput mereka, itulah mengapa hanya butuh waktu singkat untuk mereka sampai ke rumahnya
“Kesatria Cleine berada di sini. Mari masuk, ada yang ingin saya bicarakan.”
Meski ragu, Alsyna tetap mengikuti Alamanda dari belakang. Dan benar saja, di balik sebuah pintu terdapat Cleine sedang duduk dan di hadapannya terdapat meja dengan tiga gelas minuman, baunya seperti teh. Alsyna bertanya-tanya, _mereka 'kan hanya berdua, kenapa tehnya mesti tiga gelas?_
“Silakan duduk dan minum tehnya, Tuan Putri. Maaf hanya itu yang bisa saya hidangkan.”
Alsyna mengangguk dengan senyum tipis lalu duduk di samping Cleine, sementara Alamanda duduk di seberang meja.
“Saya ingin memberi informasi mengenai penyerangan iblis di istana dan beberapa kota. Saya sudah menunggu kalian sejak kalian sampai di Romusa.”
Tanpa basa-basi, Alamanda mengutarakan maksudnya membuat Cleine dan Alsyna beradu pandang tak percaya. Bahkan Cleine belum mengatakan apa-apa, tapi Alamanda lebih dulu mengerti maksud kedatangannya.
“Apa yang kau tau tentang penyerangan para iblis?” tanya Cleine.
“Apa isi ramalan penggembara buta?” Bukannya menjawab, Alamanda balik bertanya.
“Orang suci, serakah. Dimensi hitam, amarah. Trisakti, bertualang. Bumi, porak-poranda,” jawab Alsyna dengan pandangan menerawang.
“Lalu di mana satu orang lainnya?” tanya Alamanda.
“Apa maksudmu?” Alsyna balas bertanya.
“Kalian pasti datang bertiga ke kota ini. Jadi saya minta kalian untuk melanjutkan perjalanan bertiga.”
“Maaf, saya tidak mengerti.” Cleine menyela.
“Putri Mahkota dan dua orang temannya. Itu kalian, hanya kalian yang bisa menyelamatkan bumi dari kehancuran.”
Mata cokelat Alamanda menerawang memandang kedua orang di hadapannya, tapi Alsyna dan Cleine hanya saling pandang dalam kebingungan.
“Maaf, kami sama sekali tidak mengerti.” Alsyna menyela.
“Beberapa hari yang lalu saya bermimpi. Di dalam mimpi itu bumi hancur. Banyak mayat bergelimpangan. Darah ada di mana-mana, entah hitam, entah merah pekat. Namun, saya melihat jelas, ada tiga orang berjalan angkuh di antara mayat yang bergelimpangan. Salah satunya adalah gadis muda dengan gaun merah darah. Dia menggunakan mahkota berwarna putih yang sangat indah. Tangannya memegang busur panah dan membawa beberapa anak panah di bahunya. Meski tidak melihat wajahnya, saya yakin itu Anda, Putri Mahkota Ephemeral.”
Alamanda menjelaskan dengan badan yang dicondongkan ke arah Alsyna, membuat debaran jantung gadis itu semakin menggila.
“A-aku?” tanya Alsyna memastikan.
Alamanda tersenyum miring lalu menjawab, “Itu Anda.”
Alamanda beralih memandang lekat Cleine yang hanya diam menyimak.
“Saya juga melihat kamu, meski dengan wajah yang tampak tak jelas berdiri di samping kanan Tuan Putri, memakai setelan kesatria berwarna hitam. Terlihat gagah dengan rambut diikat. Tangan kananmu memegang sebilah pedang berlumuran darah hitam. Sementara tangan kiri memainkan sebuah belati kecil.”
Cleine hanya diam tanpa merespon, sementara Alamanda semakin tersenyum lebar. Dan kini senyum itu terlihat menakutkan.
Alamanda menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Netranya menatap lamat-lamat ke arah dua orang di hadapannya.
“Lalu orang ketiga, berdiri tegak di samping kiri Tuan Putri. Gaunnya berwarna putih, dia berbadan mungil. Sekilas terlihat polos, tapi pada ekor gaun gadis itu, terdapat banyak bercak darah berwarna hitam. Dia juga memegang pedang yang sama dengan Kesatria Cleine. Saya yakin, gadis itu adalah gadis yang bersama kalian kemari.”
Alsyna dan Cleine saling pandang, seperti tengah berkomunikasi lewat mata masing-masing.
“Alista, dia Alista.” Alsyna berujar lirih dan ditanggapi anggukan lemah Cleine.
“Lalu, apa yang terjadi setelah itu?” tanya Cleine dengan suara yang sedikit bergetar.
“Saya tidak tahu sebab tiba-tiba saya terbangun. Saya memikirkan mimpi itu seharian hingga akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan dua teman saya. Kami bersama-sama membuka portal dimensi bawah tempat klan iblis karena saya ingat darah iblis berwarna hitam. Di sana, saya hanya menyaksikan lewat gerbang pembatas, tidak berani untuk benar-benar masuk. Teriakan penuh amarah terdengar jelas. Kata ‘manusia’ dan ‘Ephemeral’ terus diucapkan, tapi anehnya, matahari yang semula berada tepat di atas kita dengan cepat meredup. Di gerbang pembatas, saya juga mencium aroma harum yang menusuk, tapi aroma itu membusuk perlahan-lahan. Setelah itu saya bergegas pulang dan menunggu kedatangan kalian.”
Cleine dan Alsyna diam. Keduanya sibuk mencerna ucapan Alamanda. Beberapa menit dalam keheningan, Cleine bangkit dari duduknya lalu menarik tangan Alsyna untuk ikut bangkit.
“Kami harus bergegas pulang. Terima kasih untuk informasinya, Alamanda,” ujar Cleine sembari menunduk sopan. Setelah itu dia berjalan menuju pintu dengan menarik Alsyna yang hanya diam.
Sepanjang jalan tidak ada yang bersuara, mereka memilih bungkam hingga tiba di penginapan. Di sana Alista menyambut keduanya dengan senyum hangatnya.
Masuk penginapan, ketiganya duduk dalam suasana tegang di kamar Cleine. Akhirnya sebuah cerita tentang pertemuan keduanya dengan Alamanda Sang Penyihir mengalir dari bibir Cleine dan Alsyna, membuat tubuh Alista bergetar ketakutan.
(~•~) To be Continued (~•~)
Hai, guys? Gimana kabarnya? Yuhuu ... gimana sama part 12 ini? Suka nggak? ^^
Okelah, jangan lupa vote dan comment, ya, karya Orion Belt ini! Kritik dan sarannya, jangan lupa, oke?^^
See u next part! Love, Dwi Asriati
Selasa, 11 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral Princess [Segera Terbit]
Fantasy[Follow sebelum membaca~] Advance Team 3 - Orion Belt -A Fantasy Story- **** • Ephemeral Princess • Alsyna, sang Putri Ephemeral yang manja jatuh hati pada seorang kesatria, namanya Cleine Aegus Eustacio. Namun, sayang kesatria Cleine justru mencint...