Perasaan papi
Ratu menatap ragu punggung Mark, setelah meminta waktu pada Zessy akhirnya ia mendapatkan timing yang pas.
"Pi--" tentu Mark terkejut, sampai laptop dipangkuannya hampir jatuh.
"Ya?"
"Em, boleh duduk?"
"Sini!" Dengan tangan saling menaut, Ratu menghampiri Mark. Lalu duduk di sebelah Mark, agak kedinginan karena udara luar malam yang sejuk.
Mereka berada di balkon kamar Mark.
"Papi sambil kerja ya?" Ratu mengangguk samar, entah berada dekat dengan sosok lelaki ini selalu membuatnya menyayangkan sesuatu. Ya, kenyataan dengan Mark adalah papa tirinya. Bukan papa kandungnya.
Berlebihan? Entahlah. Bagaimanapun juga Ratu yang merasakannya.
"Papi besok ke kantor?" Mark mengangguk, tanpa bergumam. Sesekali menyesap kopinya itu.
"Pi temen-temen aku udah dapet tempat kuliah--"
"Terus?"
"Aku gak mau kuliah--"
"Kan udah ngomong," Ratu melipat bibirnya.
"Nanti aku ngapain?" Mark menaikkan alisnya.
"Kamu maunya apa?"
"Gak tau,"
"Ya terserah" Mark kembali fokus pada pekerjaannya.
"Papi berubah," cicitan itu membuat Mark terkesiap.
"Papi biasa aja," balasnya berusaha tenang.
"Aku yang ngerasain." Mark jadi mengepalkan tangannya.
"Tapi papi ngerasa gak ada yang berubah!" Kini Ratu yang terkesiap, jika biasanya di setiap obrolan mereka tangan Mark tak pernah lepas dari kepala Ratu dengan membelai. Kini tidak. Jika biasanya Mark menunda perkerjaannya, lalu merangkul tubuh Ratu saat berbicara. Kini pun tidak.
Ratu menatap melas Mark yang kembali melanjutkan pekerjaannya itu. Berusaha menenangkan dirinya, tidak boleh kemakan emosi juga. Tapi sesulit itu.
"Ratu harus apa biar papi kayak dulu-dulu?" Akhirnya menyerah, dan itu terdengar jelas ditelinga Mark.
"Papi gak berubah Ratuu," Ratu menggeleng tegas, iya tak berubah-- tapi berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu
Teen FictionRatu itu cantik, body goal, rambutnya hitam gelambung dan warna kulitnya putih bersih. Sifatnya yang banyak bicara, ucapan yang frontal, humble, ceria, dan mudah tertawa itu ternyata tak membuat gadis-gadis lain mau bersahabat dengannya. Cukup atas...