Apa itu bahagia?
"Ketika lo bisa bernafas tenang, melihat ke depan. Dan orang-orang yang lo sayang mengulurkan tangannya buat lo sambil tersenyum" Ratu menahan senyum, mendengar definisi bahagia dari mulut Aldebaran rasanya aneh. Walaupun memang makna bahagia menurutnya juga seperti itu.
Satu per satu tatapan berbeda dari anak T'Draw dapat ditangkap mata Ratu. Boleh saja mereka menyalahkannya atas akuan yang salah, karena nyatanya mereka tak pernah benar-benar dekat. Dalam jarak waktu yang mengambang.
Joa dan Devan memilih mengubur ekspresi, membuang pandang karena mereka memang tak pandai memanasi. 3/4 anggota inti T'Draw yang memang dekat dengan Ratu lebih memilih diam, hanya dua orang itu yang sulit menahan gejolak.
Revan dan Rios.
"Gue pikir kita temen, Ra. Psikopat tau lo?!" Ratu hanya bisa memainkan jari-jarinya. Melanjutkan langkah yang terhenti.
"Mau gue panggil polisi biar lo sadar diri lagi?!" Ratu memandang diam Rios, mereka memang tak pernah dekat seperti dekatnya Ratu dengan Joa, Devan dan Andra.
"Gue mau ketemu Teo--"
"Ck! Senengkan bikin drama lo selama ini?! Cuma mau gatel doang, bitch!" Yang lain terutama Esya hanya bisa diam, walaupun ucapan Rios tak bisa dibenarkan.
"Berhenti gue bilang!"
"Minggir Van!" Revan menatap Ratu dengan tatapan menantang.
"Yang gue tau, gak ada tuh pelaku yang jengukin korbannya." Sahutan itu semakin membuat dada Ratu bergemuruh.
"Minggir!" Tangan Revan tetap pada mendiriannya. Menghalang jalan masuk ke pintu ruang rawat Mateo.
"Balik sono! Bentar lagi kan jadi tahanan, ha?" Rios dan beberapa anak lain yang terbawa emosi terkekeh menyudutkan.
"Gue.bilang.minggir" Revan hendak mendorong bahu Ratu, namun Ratu lebih cepat mendorongnya kuat tubuh yang tak siap di depannya itu.
"Ahk ss--" rintih Revan karena kepalanya terkena sisian pintu.
"Anjing! Pergi gue bilang hah?! Dengan ini gue percaya kalo lo emang gila! Spikopat! Anak sialan!" Ratu meremas bajunya, memandang ke arah Esya yang ternyata memandangnya takut. Rafael menarik Esya bersembunyi ke belakang tubuhnya, karena Ratu yang tak kunjung membuang pandangan itu.
"Gue mau ketemu Mateo!" Ulang Ratu, membuat Andra terpaksa menurunkan tangan.
"Lebih baik lo kembali sebelum gue panggil polisi--"
"Dra!--"
"Cukup lo buat Mateo sekarat, Ra astagaa! Lo gila ngerti? Lo bermasalah! Mateo belum sadar, mau apa lo? Bunuh sekali lagi demi dendam konyol lo itu?!" Hidung Ratu kembang kempis, ekspresi itu menguatkan beberapa anak T'Draw yang lain membenarkan perasaan mereka. Perasaan yang mengatakan jika Ratu tak seperti yang mereka kira atas tuduhan kasus itu.
"Lo bilang konyol?!--"
"Lo tolol! Pantes papa lo kabur, orang punya anak juga anak sialan. Lo itu gak punya otak! Jangan-jangan selama ini lo yang memutar balikkan fakta lagi?" Revan menyolot tanpa memikirkan perasaan Ratu.
"Bukan Cinta putri lain papa lo-- tapi lo yang anak haram--"
"Yos!" Esya sudah cukup merasakan patah hati Ratu. Semuanya kacau. Dengan tubuh kakunya, Ratu menegakkan tubuh.
Berjalan cepat menjauh dengan tatapan kosong ke depan, menuai apa yang ia tanam.
"Yos, kamu keterlaluan!" Rios mengedikkan bahu acuh, walau jauh dari lubuk hatinya dia merasa bersalah pada gadis itu. Wajah lelaki itu langsung pias, mengusapnya kasar. Lalu menonjok dingding dengan keras.
"Kita gak tau apa yang sebenernya terjadi--" ucapan Joa mendapat perhatian seluruh tatapan.
"Gue-- gue gak yakin Ratu bener-bener kayak gitu--"
"Lo gak tegaan--"
"Dia! Ratu yang gue pikir gak akan berani lakuin hal yang berbahaya kayak gitu woi! Kita bukan sehari-dua hari kenal Ratuu--"
"Dia sendiri ngaku, Jo. Dan pengakuan itu bisa dipercaya karena emang Mateo pernah berhubungan sama Cinta!" Joa membuang muka.
"Gak pernah ada hubungan antara Teo sama cewek gak bener itu!" Semua jadi terdiam, tak bisa membela satu sama lain. Semuanya punya terkaan sendiri.
"Dua hari lagi Ratu jadi tahanan," ucapan itu semakin membuat hening suasana. Meninggalkan kebimbangan yang besar, antara tak percaya dan-- kecewa.
.
.
."Ini tidak bisa kami lakukan--"
"Anda hanya perlu bekerja, bukan ceramah!" Dokter itu menutup bibirnya rapat.
"Nona--"
"Anggap aja dokter udah bantuin saya biar saya gak dipenjara. Oke?" Dokter itu tampak bimbang.
"Tapi dari awal anda menyembunyi--"
"Dan siapa yang peduli? Dokter yang tentukan, lakukan besok atau tidak sama sekali!"
"Ada satu operasi lagi yang harus dijalani oleh pasien atas nama Ratu--"
"Tunggu! Anda datang tiba-tiba kemari, lalu bilang Ratu harus dioperasi lagi?! Gila? Dan tanpa alasan?" Dokter itu menggeleng.
"Semua pengobatan memang berjalan dengan baik pak, dan anda bisa tau sendiri bagaimana kondisi putri anda selama hampir sebulan ini," Mark jadi menatap penuh cemas pada dokter dihadapannya. Jika Zessy mendengar hal ini maka semuanya akan lebih buruk.
"Saraf depan yang berada di kepala putri anda sudah berbeda dari hasil operasi dulu. Kecil kemungkinan putri anda akan sembuh total-- dan selama hidupnya dia akan mengalami kesakitan hebat setiap waktu," pernyataan dokter itu tak bisa Mark elak. Jika selama ini memang Ratu selalu kesakitan, lalu harus bagaimana lagi?
"Lalu operasi apa yang harus Ratu jalani?" Dokter itu menghela nafas, menengok sebentar ke arah suster disampingnya.
"Operasi Kraniotomi, atau perbaikan tulang kepala yang patah. Maaf pak, tapi cidera kepala putri bapak karena kecelakaan itu memang besar--" tubuh Mark kembali mematung.
Dari kehidupan dirinya dan keluarga barunya yang baik-baik saja, bahkan dapat dikatakan bahagia. Lalu berakhir dengan banyak kehancuran seperti ini?
Kepalanya hilang sadar, semua yang terjadi pada putrinya Mark tumpahkan akan kehadiran Mateo dan geng nya. Karena menurutnya, bukan teman yang bisa menemani Ratu, tapi cukup dirinya.
Otw ENDING ❤.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu
Teen FictionRatu itu cantik, body goal, rambutnya hitam gelambung dan warna kulitnya putih bersih. Sifatnya yang banyak bicara, ucapan yang frontal, humble, ceria, dan mudah tertawa itu ternyata tak membuat gadis-gadis lain mau bersahabat dengannya. Cukup atas...