24. Akan Lebih Baik Lagi

364 86 18
                                    


[ 24. Akan Lebih Baik Lagi ]


"Seulgi aneh nggak, sih?" Wendy berkata tenang sementara tangannya masih saja memilih camilan yang berada di atas rak.

Suasana kantin merah hari ini terbilang cukup ramai, jika mengingat sekarang adalah jam pulang sekolah. Hanya ada beberapa murid Pradnya Internasional yang terlihat sibuk memainkan ponsel di beberapa meja dan sebagian lainnya tengah membeli makanan juga di dekatnya. Sibuk dengan dunia masing-masing.

"Padahal, 'kan, cukup bilang kalau dia dan Pak Arnav punya hubungan spesial."

Mendengar perkataan Wendy, seketika beberapa pasang mata mulai menatap ke arahnya dengan pandangan heran. Beberapa bahkan mendekat secara terang-terangan, mencoba ikut mendengarkan pembicaraan Wendy dan Joy yang tentu saja menarik.

Hei, gosip tentang hidup orang lain memang selalu menyenangkan untuk didengar.

"Sepakat!" Joy berseru cepat, menganggukan kepalanya kecil sejalan dengan pendapat yang baru saja diucapkan Wendy.

"Dia cukup bilang, 'hai sebenarnya gue sama Pak Arnav itu adik-kakak loh' dan semua selesai.”

Seakan tidak ada yang salah dari ucapan kerasnya, Wendy segera menyambar keripik kentang yang tergantung di dekat etalase. “iya, kan? Kalau kayak gitu masalah selesai, kan?”

Joy kembali mengangguk cepat. "Valid banget, Wen. Kasihan deh Pradnyazen nggak tau kalau mereka sebenarnya kakak-adik," tambah Athajoya dengan raut yang tampak sedih. "Kalau tau, mana berani mereka macem-macem sama anak pemilik yayasan. Kasihan juga, ya?"

Wendy terkekeh kecil, mengangkat bahunya lalu bersama dengan Joy, dia segera berlalu meninggalkan kantin merah. Tentu saja setelah membayar camilan yang kini memenuhi plastik yang dibawanya.

Di lain tempat, tidak jauh dari kantin merah, di salah satu sudut toilet perempuan, Yeri kini tampak merapikan rambut legamnya dengan hati-hati. Sementara itu, Irene yang berada di sebelahnya ikut memoleskan lip tint berwarna coral di bibirnya.

Irene kini bisa melihat, jika dua orang murid angkatannya tengah menatap lip tint di tangannya dengan serius dan mata berbinar menyala. “Kenapa?” tanyanya manis.

“Warnanya cantik banget, Rin," ujar Zivi, salah seorang murid dengan rambut pendek yang kini menatap ke arah Irene dengan mata berbinar. “Beli di mana? Gue jadi mau.”

Irene menggelengkan kepalanya, menarik sudut bibirnya ke atas dengan manis. “Nggak tau, gue nggak beli. Ini dikasih Seulgi.”

“Hah?” Zivi mengerjap heran. Dia memandang lip tint di tangan Irene dan wajah Irene secara bergantian. “Serius?”

Yeri segera membuka pouch make up-nya dan dia segera mengeluarkan lip tint serta bedak padat dari dalamnya. “Gue juga punya yang sama. Bukan cuman gue sama Kak Irene, tapi anak-anak Jurnalistik punya semua.”

“Kalian dibeliin sebagai uang tutup mulut dia jadi sugar baby, ya?” Rianti yang berada di dekat Zivi menimpali dengan alis terangkat. Perempuan itu tertawa mencibir. “Duitnya juga paling dari Pak Arnav, kan?”

Yeri mengerjap heran. “Iya, uangnya emang dari Pak Arnav.”

Kini giliran Zivi yang terkekeh keci. “Beneran sugar baby? Lucu banget sekelas Seulgi Astafira Darmono jadi sugar baby. Tarifnya pasti mahal.”

“Siapa yang bilang Seulgi sugar baby?”

“Lah, kalian sendiri yang bilang kalau uangnya dari Pak Arnav.” Zivi, sebagai salah satu Pradnyazen yang paling aktif berkicau di dunia maya itu berkata tidak sabaran. Dia sebenarnya sudah siap menjadikan pembahasan kali ini sebagai trending topik pradnyafess yang baru.

Taksa #JaegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang