19. Dia Kembali

19 6 14
                                    

Ternyata kemarin Bang Kiki, Aldi, dan Iqbaal hanya bertukar cerita biasa saja. Tidak hal serius atau penting untuk dibicarakan.

Kemarin pun Iqbaal yang mengantar Ara pulang, walaupun sepertinya Iqbaal tidak mau. Bukan memang tidak mau, entah mengapa saat kata 'sayang' keluar dari mulut Kiki, Iqbaal menjadi begitu. Padahal awalnya ia yang bersemangat untuk pergi dengan Ara, bahkan berniat untuk mengantarnya pulang.

Kini dia kembali, kembali menjadi Iqbaal yang dingin. Es yang sudah hampir berhasil dicairkan, kini beku kembali.

Sejak kejadian kemarin, Ara selalu mengirim pesan pada Iqbaal. Namun tak ada satupun pesan yang dibalas.

Kenapa Iqbaa marah? Apa dia cemburu? Cemburu ke siapa? Dani? Bang Kiki? Entahlah, manusia itu terlalu sulit untuk ditebak.

"Iqbaal!"

Ara berusaha mengejar Iqbaal yang sedang berjalan jauh di depannya.

"Iqbaal, tunggu!"

Ara berhasil menyamakan langkahnya dengan Iqbaal. Namun ia harus mempercepat langkah kakinya agar tidak tertinggal oleh Iqbaal, karena Iqbaal berjalan dengan tempo yang cukup cepat untuk Ara.

"Iqbaal!!" Ara mencekal tangan Iqbaal, memberhentikannya.

"Ara capek tau," keluhnya. "Iqbaal jalannya cepet banget," lanjut Ara dengan keringat yang sedikit membasahi pelipisnya.

Iqbaal menatap Ara datar. Ara menggigit bibir dalamnya, berusaha memberanikan diri. Kini kedua tangan Ara menggenggam telapak tangan Iqbaal.

Iqbaal menunduk melihat tangannya yang digenggam, lalu beralih menatap bola mata gadis di depannya. Ara menelan salivanya, melihat manik mata Iqbaal yang begitu dingin menatapnya.

"Iqbaal marah sama Ara?" Pertanyaan itu pun akhirnya keluar dari mulut Ara.

"Gak."

"Bohong."

"Kalau Iqbaal nggak marah, kenapa Iqbaal nggak balas chat Ara?" Lanjutnya.

"Harus banget dibales?" Kalimat yang baru saja keluar dari mulut Iqbaal berhasil menembus dada Ara. Sakit.

"Iqbaal..." Lirihnya dengan mata sayu.

Iqbaal mengalihkan pandangannya enggan menatap mata Ara yang menyayat perasaannya.

"Iqbaal." Ara mengguncang genggamannya agar Iqbaal kembali menatap dirinya.

Namun nihil. Iqbaal justru malah melepaskan genggaman itu dengan sekali tepisan. Cowok dengan wajah datar itu perlahan melangkah meninggalkan Ara.

Gadis mungil itu menatap lelaki pujaannya berjalan meninggalkan dirinya. Kini ia membiarkannya, karena pelupuk matanya sudah menampung banyak air mata yang ingin tumpah.

Punggung Iqbaal menghilang setelah berbelok di pertigaan. Saat itu juga Ara memejamkan matanya, menumpahkan air mata yang sejak tadi ingin jatuh. Merasakan sesak dalam dada dengan cinta yang masih utuh.

Ara kembali ke kelasnya dengan wajah ditekuk, ia duduk di bangkunya, menatap kosong ke arah papan tulis sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja.

Ica yang sedang bercengkrama dengan teman sekelasnya berpamitan untuk kembali ke mejanya. Ia menepuk bahu Ara, nemun tak ada respon. Ica pun mengguncang bahu sahabatnya, Ara menoleh.

"Lo kenapa?" Tanya Ica dijawab gelengan oleh Ara.

Ica duduk tepat di bangku di sebelah Ara. Tangan Ica membawa kepala Ara bersandar pada bahunya.

"Iqbaal lagi?" Tebaknya.

Ica dapat merasakan kepala Ara mengangguk dibahunya.

"Bukannya kemarin dia udah jinak sama lo?"

Ice Cream X IdrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang