[19]. kelepasan.

44K 4.7K 146
                                    

Happy reading!

📓

"Celi masih ingat sama Kein? Coba kenalan dulu biar kalian lebih dekat." Riana duduk di sofa, memperhatikan ketiga bocah yang berdiri berjejer menghadapnya.

Celi tertawa kaku, ia melirik kecil ke sebelahnya. Dimana anak laki laki yang kira kira usianya baru menginjak delapan tahun, lalu mengalihkan lirikannya ke samping kanannya.

Jadi posisinya tuh gini, Celi yang berdiri di tengah di apit dua bocah yang selama ini tidak ingin Celi jumapai lagi. Selamanya!

"Siapa itu Kein Nek?" Celi bertanya pura pura lupa, Celi tidak akan sudi berkata kalau ia masih ingat anak itu. Anak durjana yang selalu merecokinya.

"Oalah, masa kamu lupa sih sayang? Kein lho~ Anak laki laki yang sering gendongin Celi waktu bayi."

Hahaha! Soal gendong menggendong jadi mengingatkan Celi, sudah berapa kali ia terjatuh karena kekeras kepalaan anak durjana itu yang ingin menggendongnya, kalau kemauannya gak di turuti anak durjana itu akan menangis seharian. Biasalah anak sematawayang, taulah gimana manja dan enaknya.

"Kalau memang benar gak ingat kenalan dulu, kan Celi waktu itu masih bayi ya? Belum ada daya ingatnya sama sekali." Riana kembali membuka suara, ia menatap Celi dan kedua anak yang lainnya dengan mata berbinar binar. Jangan lupakan senyum secerah mentari pagi.

Kemudian Riana menatap pada anak perempuan yang berdiri di sisi kanan Celi, lalu melirik Celi yang berdiri di tengah. Begitu terus sampai ia tiba tiba berucap heboh.

"Yaampun! Aunty kira kamu yang lebih tinggi dari cucu Aunty eh! Ternyata cucu Aunty yang lebih tinggi."

Ini apa sih maksudnya? Merendah untuk meroket gitu? Kayaknya Celi harus memberi saran kepada Riana agar berdiri di depan cermin paling sedikit satu jam untuk menilai dirinya sendiri. Lalu mengamati Kakeknya selama setengah hari, kemudian mengamati Ayahnya kira kira paling sedikit dua hari. Sadar gak sih kalau mereka itu sudah memberikan gen unggul kepada dirinya karena good looking mereka itu gak perlu di ragukan lagi?!

Celi aja merasa berada di keluarga kalangan tiang listrik! Tinggi tinggi banget cuy!

Mau tahu gak tinggi Neneknya berapa? 172cm gak tuh, cewek lho ini! Walupun Celi gak pernah ngukur tinggi badan karena faktor kemalasan. Di pesta kemaren aja Celi merasa tiang bendera yang berdiri di kerumunan semut semut. Susah gak ya cari jodoh kalau begitu?

Siapapun anak yang pernah di temuin Celi selalu lebih pendek darinya! Kecuali Leon dan Lian mungkin karena faktor usia? Si anak durjana ini juga, apa apaan tinggi badannya itu?! Kenapa pendek sekali? Bahkan tinggi badannya hampir sama dengan Celi.

Selama ini sih Celi gak menyadari, tapi setelah nyai kanjeng Ratu bersabda. Celi baru ngeh, ternyata tingginya itu tak bisa di katakan biasa.

Pantasan setiap orang yang di jumpainya di jalan, gak terlalu terkejut melihat anak berusia tiga tahun lagi jalan di trotoar sendirian. Mungkin di kira pengemis kali ya?

"Ayo kenalan salam salaman." Riana menghentikan Kehebohannya, ia menatap penuh harap kepada tiga bocah di depannya.

Anak bernama Kein itu sumringah, ia langsung menjabat tangan Celi dan menggoyangkannya naik turun. "Nama aku Kein, kamu harus panggil aku abang Kein." Ujarnya rusuh, kemudian ia menunjuk anak kecil yang berdiri di samping kanan Celi.

CELI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang