Dulu ia pernah berkata, dewi fortuna tidak berpihak padanya semenjak bertemu Arthur di depan gerbang SMA Archipelago, sekarang ia merasa lewat kejadian itulah Davian yang selama ini dicarinya sebenarnya berada di dekatnya.
Satu hal yang baru Alea sadar tentang nama belakang cowok yang duduk di hadapannya ini, raut wajah dinginnya yang selalu terpancar.
"Arthur Davian?" tanya Alea kaget saat kartu mahasiswa milik Arthur di tunjukkan padanya.
"ssttt," Arthur memperingatinya mengingat mereka berada dalam perpustakaan.
"Ya lo gak tepat banget ngajak ketemuan yang genting kayak gini di perpustakaan," protes Alea.
Arthur menghela napasnya, cewek ini sudah lama tidak berdebat dengannya. Ia menarik Alea dari tempat ini.
Sekarang Alea yang menghela napasnya, ia menatap cowok berjas putih itu dengan jengah.
"Sekarang gue dibawa ke laboratorium anatomi, jangan sampai gue dibawa ke jalanan setelah ini," gumam Alea.
Arthur tertawa pelan, "Dasar anak jurnalistik," sahut Arthur.
"Jadi, lo Davian?" tanya Alea dengan santai, padahal sebelum bertemu Arthur ia sudah sangat antusias.
"Emm," jawab Arthur. Ia mengeluarkan kacamata milik Davian dulu, kemudian Arthur memakainya.
Jika dilihat diteliti lebih dalam, memang cowok itu mirip Davian, namun versi Arthur lebih tampan dan dingin.
"Kenapa harus-
Tiba-tiba lidahnya tercekat, tak kuasa melanjutkan ucapannya, Alea menunduk menahan air matanya, tidak ingin Alea menangis Arthur menariknya kedalam pelukannya.
Justru dengan ia memeluknya tangisan Alea semakin pecah.
"Gue sayang sama lo Al, gue mau lo lihat gue sebagai Arthur Davian, bukan karena Davian." bisik Arthur didekat telinganya.
Alea menjauhkan tubuhnya, ia menampakkan raut wajah herannya. "Maksudnya?"
Arthur meraih tangan Alea, "Bukan berarti gue merubah segalanya, gue tetap Arthur yang lo kenal dan Davian yang lo kenal. Mereka orang yang sama, sama-sama menyayangi seorang Alea."
"Jika gue tetap berpenampilan seperti Davian, mungkin ada seseorang yang sampai saat ini masih mengejar gue."
Alea mengangguk mengerti dengan sudut bibir yang tertarik ke atas.
°°°
Sudah lama ia meninggalkan gedung yang menjadi bagian penyelamatnya ini. Dormitory kampus, banyak kenangan bersama teman satu kamarnya. Maisa dan Kirana. Alea mengetuk pintu kamar lamanya itu.
Seseorang membukanya dan sosok Eunbi yang muncul di balik pintu itu.
Alea mengerutkan keningnya.
"Nach wem suchst du?" (lagi nyari siapa?) ujar Eunbi ramah.
"Kirana and Maisa," Alea tetap menjawabnya meskipun ia terheran dengan Eunbi yang berada di dalam kamar ini, atau mungkin Alea yang salah mengetuk pintu hingga ia mengecek nomor kamar yang tertera di dekat pintu.
"Al?" Kirana muncul di belakang Eunbi, sepetinya cewek itu sehabis dari kamar mandi.
Eunbi memberi Alea jalan untuk masuk.
"Thanks," balas Alea pelan.
"Kebetulan, ada yang mau gue jelasin sama lo." Kirana menarik Alea dan mendudukkanya di salah satu kursi belajar yang memang sempat menjadi miliknya.
"Ini Eunbi, dari Departement Kedokteran," Eunbi hanya tersenyum, ia mengerti bahwa Kirana memperkenalkan dirinya.
"Dia temen gue Al dari Korea, suatu hari dia pernah lihat lo bareng gue kemudian Eunbi ini menitipkan sesuatu buat lo, katanya sih dari Arthur. Tapi Eunbi bilang jangan beritahu dulu biar lo tahu sendiri," jelas Kirana panjang lebar.
Alea terdiam sejenak, ia mulai paham dengan buku pemberian Arthur itu juga Eunbi yang ia temui bersama Arthur dan Eunbi yang berlalu lalang di depan kamarnya.
"Ohh ternyata... " Alea menghela napasnya.
"Sekedar informasi aja sih Al," Kirana beranjak dari hadapan Alea untuk memberikan Alea minuman.
"Es sieht so aus, als ob unser erstes Treffen damals nicht so toll war. Ich werde jetzt einen guten Eindruck machen," (Sepertinya pertemuan kita waktu itu berkesan kurang baik, sebisa mungkin saya akan membuat kesan baik sekarang)
Alea tersenyum malu mengingatnya.
"Entschuldigung für meine Antwort zu diesem Zeitpunkt," (Maaf respon saya kurang baik waktu itu)
"No problem," Eunbi mewajarkannya.
"Maisa kemana?" tanya Alea pada Kirana.
"Ada kelas sore ini."
°°°
Lika-liku kehidupan kuliahnya selama di Jerman sudah terlewati, suka dukanya tidak akan terlupakan, kini saatnya ia pulang ke Indonesia. Mama sudah menunggunya setelah bertahun-tahun.
Alea memeluk Beatrice sebagai salam perpisahan, wanita itu menangis ketika Alea akan meninggalkan rumah ini. Kini giliran memeluk papa, sosok ayah yang selalu mendukung putrinya. Dan terakhir ia ragu memeluk kakak tirinya itu, ia melirik Arthur yang tak jauh darinya.
Arthur terkekeh pelan melihatnya, hingga akhirnya Leon sendiri yang menarik gadis itu.
"Kapan-kapan kunjungi papa sama mama di sini," katanya pelan. Alea hanya mengangguk dalam pelukannya.
Arthur ikut pamit pada kedua orang tua Alea juga Leon.
*
"Gak lama lagi juga gue balik lagi ke sini," kata Arthur setelah mereka duduk bersebelahan di dalam pesawat.
"KOAS?"
Arthur hanya mengangguk. KOAS adalah program profesi kedokteran yang akan di jalani Arthur setelah melewati delapan semester kuliah kedokterannya.
"Yahh.. Jauhan dong."
"Cuma dua tahun," kata Arthur sambil mengenggam tangan Alea.
Arthur memiringkan tubuhnya menghadap Alea, tangan kirinya menangkup pipi gadis itu dan mengelusnya.
"Gue janji langsung pulang."
Alea langsung menegakkan badannya, ia menggelengkan kepalanya.
"Lo gak boleh mikirin gue, lo harus fokus sama impian lo," ujar Alea serius.
Arthur tersenyum tipis, gadis dihadapannya ini sangat berambisi, ia jadi tertular dengan semangatnya.
"Semangat," Alea mengepalkan tangan kirinya yang terbebas dari genggaman Arthur.
Arthur mendekatkan tubuhnya pada Alea, ia memeluk erat gadisnya itu.
"Ich liebe dich," (Aku mencintaimu) bisiknya pelan.
"Ich liebe dich auch," (Aku mencintaimu juga) balas Alea.
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Delayed ☑️
Ficção AdolescenteTentang impian yang tak mudah di gapai. Lika-liku cinta. Suka duka persahabatan. Alea. Gadis itu super sibuk untuk meraih impiannya, prinsipnya tidak menyia-nyiakan waktu. Suatu hari bertemu dengan Arthur dan membuat kesan buruk bagi Alea, namun...