Part 12 ~•~ Pilu

56 14 9
                                    

~•~

Keadaan sekolah mulai sepi, hanya ada beberapa siswa-siswi masih bertahan karena hujan deras yang mengguyur ibu kota ini, termasuk Alea yang baru saja usai rapat dengan anggota jurnalistik lainnya.

Alea menyadarkan punggungnya pada kursi sambil mengecek ponselnya yang sedari tadi bergetar, lantas ia menegakkan punggungnya kembali, matanya melebar mengamati dengan teliti foto di layar ponselnya.

Kakinya melangkah dengan cepat sampai teriakan Kalila salah satu anggota jurnalistik itu ia hiraukan. Yang ada di pikirannya selama ini, kenapa sebuah kotak kecil itu ada di tangan Stella? Hadiah yang Davian berikan untuknya bahkan Alea belum sempat membuka pemberian terakhir itu yang seharusnya menjadi kenangan.

Kini ia berada di halaman belakang sekolah, matanya mencari sosok Stella, namun tak ada satupun orang di sini.

Ponselnya bergetar kembali.

Alea melihat ke atas pohon setelah membaca pesan itu, ia berdecak kesal karena kotak kecil itu berada di atas pohon.

Tanpa pikir panjang, ia menyimpan ponselnya sembarang tempat, lalu menerobos hujan.

Pohon itu tidak terlalu tinggi, tapi tetap saja perlu melompat untuk mengambilnya. Beberapa kali mencoba menggapainya tetap gagal, bahkan Alea terjatuh.

Terdengar isakan kecil dari mulut Alea, air matanya bercampur dengan hujan dan masih tersungkur di tanah.

"Bodoh, masih mengharapkan Davian yang gak tau dimana." lirihnya pelan.

Alea bangun, ia berjalan gontai menuju gedung sekolahnya, bajunya basah kuyup juga kakinya yang kotor karena tanah basah itu.

*

Ketika membuka lokernya Alea hanya tertawa dingin, bahkan baju olahraga khas SMA Archipelago miliknya pun basah. Aneh!

Saat ini ia berjalan di koridor, kakinya melangkah menuju kelasnya yang kosong. Alea memicingkan matanya hingga ia menghampiri kursinya.

Jaket hitam dengan sebuah surat kecil di atasnya.

Jangan sampai kedinginan

D

"Inisial D lagi," gumam Alea.

"Terima kasih sudah peduli," matanya berkaca-kaca.

Alea mengenakan jaket itu pada tubuhnya, setelahnya ia memandang ke ambang pintu, seseorang melewati ruang kelas 11 IPS 2 yang membuatnya tertegun. Alea keluar kelasnya dengan gesit dan berhenti tepat di depan ruang kelasnya.

"Darel." panggilnya pelan, namun telinga itu cukup tajam hingga membuat sang pemilik nama menoleh kebelakang.

"Loh? kenapa kehujanan?" tanya Darel heran.

Alea tidak menggubris pertanyaan Darel.

"Jaket ini...

Perkataan Alea menggantung.

"Emm.. Lo yang simpan di tempat gue?" lanjutnya.

"Bukan Al." jawabnya cepat.

Alea mengerutkan keningnya. D bukan Darel, lantas siapa yang selama ini dengan inisial D dalam kertas kecil yang sering di dapatkannya?

"Oh, gue kira dari lo."

"Al! Kenapa basah kuyup?" entah sejak kapan Raina ada di lantai ini.

"Gue-

Belum sempat Alea menjawab, Raina sudah menatap tajam Darel dan kakinya selangkah maju. "Lo berulah lagi?"

"Bukan, Rain. Gue tadi dari lapangan outdoor." alibinya.

Raina menatap Darel tanpa merasa bersalah. "Oh."

"Nethink terus sih lo!" Darel mendorong kepala Raina dengan jari telunjuknya, segera ia menepisnya.

°°°

"Kak Al.."

Langkahnya terhenti tepat di depan gerbang rumahnya, Alea mendapati Oliv ketika membalikkan badannya, gadis itu berlari kecil menghampiri Alea.

Mereka saling bertatapan satu sama lain, keduanya memiliki mata sembab, tanpa berkata Oliv menghamburkan pelukannya pada Alea, tak peduli pada pakaian yang Alea pakai itu basah.

"Kamu kenapa?" tanya Alea heran.

"Aku gak mau punya mama baru kak." suara Oliv terdengar parau.

"Maksudnya?"

Oliv melepaskan pelukannya, lalu menatap Alea serius.

"Papa selalu kasih buket bunga tapi bukan buat mama." jelas Oliv.

Alea tidak kaget lagi mendengarnya. Arthur pernah mengatakannya, lalu mereka berpura-pura memiliki hubungan agar mama Alea dan papa Oliv tidak seperti apa yang di terka Arthur dan Alea.

"Aku gak suka! Mama aku cuma satu." teriak Oliv mengeluarkan kekesalannya.

Alea hanya mengusap-usap bahu gadis itu.

Malam yang pilu.

°°°

Arthur memarkirkan motornya, Alea sudah menunggu cowok itu di gedung sekolah. Raut wajah datar namun tampan, membuat beberapa pasang mata tak jarang meliriknya sesekali.

Kini Arthur berjalan di lantai satu gedung sekolah, Alea yang berdiri tak jauh di tengah jalan itu dapat terlihat oleh Arthur dengan ekor matanya.

Tak sengaja Arthur malah menatapnya saat berjalan.

Alea melempar sebuah botol minuman pada Arthur dan berhasil ditangkapnya.

"Rupanya dia hobi kasih minum orang," batin Arthur.

Alea mengikuti Arthur dan berusaha menyamakan langkahnya. Di bukanya minuman itu lalu Arthur meminumnya sambil jalan.

"Jangan minum sambil berdiri apalagi jalan." peringat Alea yang hanya mendapat tatapan dari Arthur.

"Lupa. Soalnya di kasih air dingin pagi-pagi." jawabnya selanjutnya. Alea baru sadar apa yang ia berikan pada Arthur.

"Stella makin kurang ajar." kata Alea mengalihkan pembicaraan.

Arthur menghentikan langkahnya, lalu menghadap Alea yang berada di sampingnya.

"Lo ngadu ke gue atau apa nih?"

Alea membuang napasnya kesal mendengar pertanyaan itu.

"Tolongin gue!" ujar Alea penuh penekanan juga memaksa.

"Kemarin-kemarin lo minta jangan deket-

"Stop!" Alea memotong ucapan Arthur, tangan kanannya mengangkat di udara.

"Jadi lo mau apa?"

Alea diam.

"Hmm.. gue tau maksud lo." ucap Arthur kemudian.

Alea menatap cowok peka itu penuh harap.

~•~

Love is Delayed ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang