~•~
Satu minggu kemudian.
Hari ini hari terakhir ujian, Arthur membuang napas lega dan menyandarkan punggungnya setelah kertas jawabannya di ambil oleh pengawas.
Sekarang pikirannya terbesit percakapan minggu lalu dengan Alea.
"Jadi lo mau apa?"
Alea diam.
"Hmm.. gue tau maksud lo," ucap Arthur kemudian.
Selain memiliki segudang pesona, Arthur juga memiliki tingkat kepekaannya tinggi. Alea yakin Stella menurut pada ucapan Arthur, cowok yang digilainya selama ini.
Valdo menepuk pundak Arthur sekali, ia keluar dari ruang kelas, tidak dengan Arthur yang menjadi orang terakhir di dalam ruangan ini. Matanya menatap ke ambang pintu, napas berat terdengar ketika Stella berdiri dengan senyum yang mengembang sembari membenarkan kacamata yang bertengger di atas hidungnya.
"Janji lo setelah ujian gue tagih," kata Stella yang tak dapat menyembunyikan raut wajah bahagianya.
Arthur berjalan menuju pintu, melewati Stella begitu saja, namun detik selanjutnya ia berkata, "Gak usah banyak omong! Cepetan!"
Demi Alea, Arthur mau di ajak jalan Stella yang notabenenya orang yang selalu ia hindari. Lagi pula hanya hari ini saja.
*
"Lapar," keluh Stella setelah puas menonton film di bioskop dengan Arthur yang sedari tadi hanya diam mengikuti Stella.
Tanpa menjawab, Arthur mendahului Stella, kemudian membawanya ke tempat makan, bagaimanapun juga Arthur tidak mungkin tega.
"Setelah ini jangan ganggu Alea!" tegas Arthur yang duduk di depan Stella.
"Maksudnya?" Stella meletakkan garpu di sebelah makanannya. Matanya menatap Arthur sendu.
"Ini permintaan lo minta waktu gue seharian dan sekarang terwujud. Sekarang giliran permintaan gue, jangan pernah menyudutkan Alea kalau dia deket sama gue." jelasnya kembali.
"Tapi—
"Tapi apalagi?" geram Arthur yang siap meninggalkan gadis yang baru saja merasakan bahagia namun perlahan senyum itu luntur seketika.
"Oh iya, kotak kecil berwarna hitam yang ada di atas pohon." raut wajahnya terlihat panik, padahal Arthur belum menyelesaikan ucapannya.
"Itu milik Alea, kembalikan Stella!"
Bagaimana Arthur tahu kotak itu ada di tangan Stella?
Tak ingin memperpanjang masalah, Stella merogoh tasnya mengambil kotak yang sebelumnya ia simpan di atas pohon itu, lalu menyerahkannya dengan takut pada Arthur.
Setelah kotak itu beralih di tangan Arthur, kemudian ia bergegas pergi dari hadapan Stella.
°°°
Suara ketukan pintu membuat Alea berdecak kesal, ini hari libur siapa yang membangunkannya lebih awal?
Alea berjalan gontai menuju pintu dengan mata setengah terpejam, rambut acak-acakan khas bangun tidur.
"Masih liburan kok Ma, minggu depan baru masuk kelas 12." jelasnya sambil menguap disela-sela ucapannya.
"Kok bangun siang? Prinsip kamu yang terikat sama waktu itu udah ga berlaku?"
"Ada saatnya seseorang mengalami malas-malasan."
"Udahlah gak usah ngajak debat sama mamanya sendiri. Ada yang udah nungguin kamu dari tadi," kata mama.
Alea mengerutkan keningnya, ia berjalan menuju ruang tamu, menemui seseorang yang menunggunya.
"Arthur!" panggilnya ketika pandangan mereka bertemu, Alea berdiri tak jauh dari Arthur duduk.
Tak ada jawaban, Arthur memandangnya tanpa ekspresi, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat wajah Alea yang terlihat baru bangun tidur.
Sadar dengan itu, Alea membalikkan badannya dan merutuki dirinya sendiri.
"Tunggu di situ gue mandi dulu." ujarnya tanpa menoleh ke arah Arthur.
Arthur tertawa kecil setelahnya.
*
"Satu jam dua menit lewat 3 detik," kata Arthur setelah Alea kembali dan duduk di sampingnya.
"Huft." ia hanya memutar kedua bola matanya.
Tanpa basa-basi Arthur menyerahkan kotak kecil itu pada Alea yang memang milik gadis itu.
Alea kaget sekaligus senang, pemberian terakhir dari Davian yang sudah lama berada di tangan Stella kini kembali. Sebenarnya hari di saat Davian memberikannya, Stella dengan diam-diam mengambilnya.
"Kenapa bisa ada di tangan lo?" tanya Alea penasaran. Arthur memukul pelan kepala Alea gemas.
"Kan lo sendiri yang minta gue buat gak terganggu sama Stella."
"Sebenarnya yang gue minta itu Stella gak benci sama gue cuma karena cowok yang dia suka itu sukanya sama gue, dan sekarang lo memperparah jadi Stella makin benci sama gue." jelas Alea.
"Iya gue tahu," jawab Arthur santai tanpa merasa bersalah.
"Terus?"
"Nanti juga Stella capek," ujar Arthur sambil menyandarkan punggungnya.
Alea beralih pada kotak kecil di tangannya, ia membukanya dengan antusias, lalu berdecak kagum setelah melihat isinya. Ia menunjukannya pada Arthur, cowok itu ikut tersenyum.
Sebuah kalung yang terdapat huruf A.
Arthur mengambilnya, lalu berlagak seolah akanmemasangkannya pada Alea, sontak Alea kaget.
"Hadap sana!" perintah Arthur. Alea membelakanginya, tak dapat ia menyembunyikan lagi senyum lebarnya, entah karena pemberian dari Davian atau orang yang memakaikannya?
Alea tidak tahu. Yang jelas jantungnya berdetak lebih cepat.
"Memangnya Alea ulang tahun?" kedatangan mama Alea membuat mereka berdua dalam suasana awkward moment. Arthur mengusap-usap tengkuknya, sedangkan Alea tertawa pelan.
"Cantik juga kalungnya, ternyata kalian beneran pacaran," gumam mama yang membawa beberapa makanan pada Arthur.
Keduanya tak ada yang membantah ucapan mama, lagi pula memang misi mereka membuat kedua orang tua masing-masing dari mereka tidak memiliki hubungan demi mengalah pada sang anak-anaknya.
Begitulah isi pikiran mereka.
~•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Delayed ☑️
Ficção AdolescenteTentang impian yang tak mudah di gapai. Lika-liku cinta. Suka duka persahabatan. Alea. Gadis itu super sibuk untuk meraih impiannya, prinsipnya tidak menyia-nyiakan waktu. Suatu hari bertemu dengan Arthur dan membuat kesan buruk bagi Alea, namun...