Part 2 ~•~ Gagal

165 65 56
                                    

~•~

Alea kembali merutuki dirinya sendiri pada pagi ini, terlambat datang ke sekolah hal yang seharusnya ia hindari mengingat prinsip hidupnya terikat dengan waktu yang tidak boleh di sia-siakan.

Arthur tidak lagi memberikan toleransi pada gadis itu, ia melenggang pergi meninggalkan gerbang sekolah.

"Dia telat dua detik doang," Arin, rekan satu organisasi Arthur mencoba bernegosiasi dengan ketua osis itu.

Arthur mengangkat bahunya tidak peduli, ia tetap melanjutkan langkahnya.

"Al, sorry banget gak bisa bantu," Arin menghampiri Alea yang terlihat kesal.

"Bukain aja Rin," kata Valdo, anggota osis lainnya.

Tanpa ragu Arin membukakan pintu gerbang untuk Alea.

"Makasih banyak ya Val," ujarnya dengan tersenyum bahagia.

"Istirahat teraktir gue."

"Teman macam apa lo?" gurau Alea dengan memukul lengan Valdo.

"Ayok, Rin!" sebelum menunggu balasan Valdo, dengan cepat Alea menarik Arin menuju kelasnya.

°°°

"Jangan sia-siakan kesempatan ini ya Al, karena gue tau potensi lo," ujar Raihan, Ketua ekskul Paskibra dengan yakin.

"Pasti dong, pelatih kita dateng semua?" tanyanya sambil mengecek proposal yang ada di sekretariat paskibra.

"Iya. Ketat banget buat seleksi lomba ini," ujar Raihan.

"Jelas lah Al, lomba yang paling di tunggu-tunggu, beda sama lomba yang lainnya" sahut Raina, anggota paskibra lainnya yang menjadi teman satu kelasnya Alea.

"Gue harus masuk pasukan," seru Alea, matanya tak lepas dari beberapa lembar kertas yang ada di hadapannya.

Terlihat Alea mencoret salah satu lembar yang ada di proposalnya.

"Al, kenapa di coret?" tanya Raihan kaget.

"Salah," jawabnya tenang.

"Iya gue tahu, tapi-

Alea dengan cepat memotong perkataan Raihan.

"Kan lo sendiri yang minta gue buat koreksi proposalnya."

Kerap kali Alea sering diminta untuk mengoreksi hasil kerjaan sang sekretaris lewat Raihan karena mereka melihat Alea salah satu anggota Jurnalistik.

"Nanti Stella marah di coret-coret."

"Salah sendiri udah di print, kan bisa kasih gue dalam bentuk soft copy."

Raihan tampak pasrah, ia melirik Raina yang sama bingungnya.

"Coba aja lo akur sama Stella," gumam Raihan.

"Gak mungkin!" Balasnya pelan.

°°°

"Al, lo mau kemana? Jangan keluar dulu," cegah Arin ketika Alea sudah siap keluar kelas.

"Ada seleksi paskib," jawabnya santai.

"Kalau ketemu Arthur bisa bahaya," peringat Arin.

"Gak mungkin liat Rin, orang pada berhamburan keluar kelas," Raina ikut menimpali.

"Aman," Alea meyakinkan Arin.

Koridor IPS berhadapan dengan koridor IPA yang membuat Arin semakin panik.

Kemudian mereka menuruni anak tangga, dari jauh Arthur mengawasi Alea, dengan cepat ia menghampirinya.

"Lo masuk lewat mana?" interogasinya pada Alea. Ketiganya berbalik badan dan mendapati Arthur yang terkesan dingin.

"Mati gue," batin Arin meringis pelan.

"Kalian duluan aja," bisiknya pada Raina dan Arin.

"Tapi ini-

"Biar gue urusin masalahnya," Alea memotong ucapan Arin.

"Apa masalahnya gue bisa masuk?" tanya Alea tanpa merasa bersalah.

"Lo boleh aja masuk kelas, tapi sebelum itu harus di hukum."

"Oke, gue ngaku salah tapi gak bisa jalani hukuman saat ini juga."

"Harus langsung dieksekusi!" perkataan Arthur membuat Alea terperangah.

"Gue bilang ga sekarang!" Alea tetap menolak, nada bicaranya sedikit naik.

"Lo mau kabur?" pertanyaan Arthur membuat Alea membuang napas kesal.

"Waktu gue terbuang sia-sia ribut sama lo," Alea melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, melihat waktu yg terus berjalan, segera ia pergi menuju lapangan.

Namun Arthur menarik lengannya membawanya entah kemana, Alea mencoba melepaskan cengkraman dengan menghempaskan tetapi sisa tenaganya tidak cukup untuk melawan.

"Lepasin!" teriaknya membuat semua mata tertuju pada mereka. Namun yang diperhatikan sibuk dengan ambisinya masing-masing.

Sampailah mereka di gudang sekolah.

Arthur menutup pintunya dan menghempaskan tangan Alea.

"Ini hukumannya! Beresin gudang."

"Gak mau!"

Namun Arthur tidak menggubris penolakan Alea, ia meninggalkannya di dalam dan menguncinya dari luar.

"Arthur! Arthur!" teriak Alea dari dalam.

"Bukain Arthur!" Alea mencoba membuka dan menggedor-gedor pintunya.

"Argh!" Alea menendang pintunya.

°°°

Setelah satu jam berlalu, pintu gudang terbuka menampilkan raut wajah Alea yang menatapnya kesal. Tampaknya Alea sempat menangis.

"Hukumannya gak lo kerjain?" tanya Arthur dengan menatapnya gusar.

"Berapa kali gue harus bilang, gak hari ini!"

"Oke lain waktu jalani hukuman yang lebih berat!" kalimat yang di ucapkan nya terdengar seperti ancaman.

Bahkan Alea tidak menggubrisnya karena kesal, kemudian keluar dari ruangan yang pengap dan panas itu.

Bahunya sengaja ia tabrakan pada lengan Arthur, membuat sang lawan tertawa dingin.

Tidak sengaja pada saat keluar gudang bertemu Raihan dan Stella yang berjalan beriringan dengan Stella yang memegang sebuah kertas-kertas yang berada di tangannya.

"Han!" Cegah Alea.

"Al! Lo kemana sih?" Tampaknya Raihan kecewa dengan ketidakhadiran Alea.

"Tadi-

Alea melirik Stella pelan yang ikut berhenti karena Raihan.

"Stella yang masuk pasukan."

Bahu Alea melorot mendengar pernyataan Raihan. Gadis itu menggantikan posisi Alea dan tidak tepat karena lomba ini yang di tunggu-tunggu.

"Kasih gue kesempatan," percuma saja memohon seperti itu pada Raihan, yang menentukan itu pelatihnya.

"Tunggu lomba berikutnya," ujar Raihan menenangkan, ia menepuk pelan bahu Alea.

Stella diam-diam memperhatikan Alea. Perang dingin antara Alea dan Stella belum berakhir.

Kecintaannya pada Paskibra sudah tumbuh sejak kelas 10, awalnya hanya keisengan semata karena ia rasa kesibukannya kurang, walaupun telah tergabung di Jurnalistik tetap saja belum membuat manusia super sibuk itu puas dengan apa yang di jalaninya.

~•~


Arin on mulmed

Love is Delayed ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang