~•~
Alea terus mengumpat dalam hatinya. Lima menit lagi upacara bendera yang rutin dilaksanakan akan dimulai, namun topi khas sma-nya tidak dalam tasnya.
Di kelas sudah sepi karena hampir semua orang sudah berada di lapangan.
Topi adalah salah satu atribut upacara, jika tidak memakai salah satunya Alea akan dihukum, dan yang memalukan adalah masuk kedalam barisan khusus pelanggar aturan.
"Cepet!" ketua osis itu meneriaki Alea karena menyisakan ia yang masih berada di kelas.
"Topi gue ketinggalan," sahutnya kesal.
Arthur melirik jam yang bertengger di tangan kirinya.
"Terus gimana?" tanya Alea seolah tak takut hukuman.
"Ikut ke barisan khusus," ujar Arthur dengan tegas.
Alea menggeleng pelan, cewek itu keras kepala malah kembali menduduki kursinya.
"Bu Nova bentar lagi keliling."
Meskipun menyembunyikan raut wajahnya yang panik, Arthur dapat melihatnya, tak lama ia bergegas menghampiri Alea, topi yang dikenakannya beralih ke kepala Alea.
Alea melirik Arthur, sedangkan yang dilirik memberikan kode untuk segera bergegas kelapangan.
"Terimakasih," tidak Alea sia-siakan lagi kesempatan ini, ia berlari menuju lapangan meninggalkan Arthur didalam kelasnya.
°°°
"Kalian berdua anak Jurnalis, ngapain sih pasang pengumuman gak jelas gitu?" Raina tidak suka dengan isi mading yang berada di koridor lantai satu itu, ia berujar sarkas pada Alea dan Kalila.
Keduanya saling menatap heran. Tepi koridor yang tersedia taman kecil itu membuat tempat ini menjadi favorit anak Archipelago.
"Gue gak tau apapun, cuma bagian desain grafis," ujar Alea, kerutan di keningnya terlihat jelas.
"Gue gak suka aja kalau masalah gak penting cepet peka plus banyak apresiasi dari mereka," mata Raina masih tertuju pada mading yang masih ramai, raut wajahnya jelas menunjukkan ketidaksukaannya.
The Cygnus, salah satu band yang berdiri sejak satu tahun lalu yang sebentar lagi kembali membentangkan sayap popularitasnya.
"Menurut gue sih keren, apalagi semua personilnya anak Archipelago," sahut Kalila.
"Keren, tapi gue sama sekali gak kenal sama salah satunya," ujar Alea. Bagaimana peka akan sekitarnya? Ia hanya fokus pada diri sendiri dan terlalu sibuk.
"Yang vokalisnya paling cakep itu Darel terus-
"Gak usah ajarin Alea, Kal," belum sempat Kalila melanjutkan ucapannya, Raina memotongnya cepat.
Alea hanya menggaruk tengkuknya pelan, entah kepada siapa dia akan memihak.
Tak lama pandangannya menangkap sesosok Arthur yang nyaris melewati tempat ia dan kawan-kawannya tempati.
"Bentar ya," Alea menginterupsi kedua temannya, lalu ia menahan Arthur.
Entah siapa di sebelah Arthur ikut berhenti, juga Valdo yang berada di sampingnya lagi.
"Gue mau balikin topi lo," tangan Alea terulur, Arthur menyambutnya.
"Terima kasih," ujar Alea, Arthur hanya mengangguk.
"Hai!" cowok yang berada di samping Arthur menyapanya ramah.
"Darel berulah!" gumam Valdo.
Raut wajah Alea berubah menjadi terperangah ketika mendengar Valdo bergumam. Barusan Kalila bilang, vokalis yang katanya 'cakep' itu bernama Darel.
"Darel. Lo siapa?" Alea menatapnya sedikit heran. Cowok ini tampan, berlagak seperti playboy, sekali kedipan saja membuat semua mata terpana.
Hampir saja Alea menyambut uluran tangan Darel, Arthur menurunkan tangan Alea terlebih dahulu.
"Darel ke semua cewek begitu, lo baper dia gak akan tanggung jawab," Arthur berujar dingin.
Alea menaruh perasaan sedikit kesal pada Arthur, apa dia bilang? Baper?.
"Tobat lo fakboi," gurau Valdo, ia meletakan tangannya pada bahu Darel.
"Cabut!" ujar Arthur, langsung Valdo turuti sambil menarik Darel.
"Jangan percaya," sebelum Valdo menariknya ia berujar cepat, hingga cowok itu melirik name tag yang Alea pakai.
"See you Alea!" teriak Darel ketika sedikit menjauh.
Baik Kalila dan Raina menghampiri Alea.
"Nah itu Darel, Al" kata Kalila membuat Raina geram.
"Tapi lo gak berani temui dia!" Kalila hanya menampakkan cengiran lebarnya.
"Jangan bilang lo mulai tertarik sama senyum iblisnya Darel?" Raina memojokan Alea.
"Mana mungkin," tukasnya namun masih sempat cekikikan dengan Kalila.
°°°
Alea berdecak kesal karena buku yang dicarinya tak kunjung ditemukan.
Penelitian sejarah ini membuatnya jadi rajin mengunjungi perpustakaan. Sudah dua hari ini ia berusaha mencari buku yang tepat.
"Berasa mau skripsi," gumamnya pelan.
"Padahal belum kuliah," sahut seseorang.
Alea celingak-celinguk mencari orang yang menimpali perkataannya. Kanan kirinya tak ada orang termasuk di belakangnya, di depannya hanya ada rak buku, namun ada celah karena salah satu buku ia ambil.
"Darel!" sontak ia kaget dengan kehadiran cowok dengan segudang pesonanya yang hanya terlihat wajahnya saja.
"Lo nyari buku apa?" Darel menghampiri Alea dan sekarang tepat berada di sampingnya.
"Sejarah," jawabannya singkat. Terdengar cuek namun sebetulnya ia sangat penasaran dengan Darel yang terkenal fakboi -playboy- di SMA Archipelago ini. Harus Alea lihat dengan mata kepalanya sendiri baru ia percaya.
"Buat tugas?" tanyanya lagi.
"Ya jelas lah."
"Tanya gue aja," ujar Darel membanggakan diri sendiri.
"Lo dari jurusan IPS?" tanya Alea.
"Ya jelas lah IPA, gue sekelas sama Arthur,"
"Oh, gak guna juga nanya lo" gumam Alea yang tak dihiraukan Darel.
"Jadi, lo nyari buku apaan?" Darel masih penasaran dengan apa yang Alea cari.
Tak lama Alea menunjukan ponselnya yang menampilkan cover buku itu.
"Ohh.." Darel tertawa pelan, ia sendiri bahkan tidak tahu menahu tentang buku itu.
"Nanti gue bantu cari deh," lanjut Darel.
"Thanks," ujar Alea pelan, walaupun tidak yakin akan bantuan dari Darel.
"Lo ngapain disitu, Thur?"
Mata Alea mengikuti arah pandang Darel, ternyata Arthur sedang duduk tak jauh di kursi dengan buku yang terbuka.
Alea hanya mendengus sebal. Dia penyebab Alea bersusah-susah mencari buku dan pusing membuat sebuah penelitian.
Arthur. Seharusnya ia bertanggung jawab, setidaknya dengan sedikit membantu Alea.
~•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Delayed ☑️
Ficção AdolescenteTentang impian yang tak mudah di gapai. Lika-liku cinta. Suka duka persahabatan. Alea. Gadis itu super sibuk untuk meraih impiannya, prinsipnya tidak menyia-nyiakan waktu. Suatu hari bertemu dengan Arthur dan membuat kesan buruk bagi Alea, namun...