Hallo. Sebelum itu saya mau beri penjelasan singkat terlebih dahulu.
Dari part 19 sampai saat ini Alea berada di Jerman. Kota yang pertama ia datangi yaitu Stuttgart, kampus impiannya berada di Ludwigsburg, dan part ini Alea berada di Berlin. Stuttgart dan Ludwigsburg berada dalam satu negara bagian yaitu Baden Württemberg, mungkin kalau di Indonesia negara bagian itu sama kayak provinsi, lalu Berlin itu cukup jauh dari Baden Württemberg.
°°°
Berlin, 14.50 pm.
Perlahan Alea membuka matanya, entah berapa lama ia tertidur di dalam mobil yang melaju cepat yang di kemudikan seseorang yang asing bagi Alea. Papanya tidak ada di sampingnya, hal itu yang membuat Alea terkejut dan menegakkan badannya, kemudian ia mencari ponsel di dalam tas.
Beberapa kali ia mencoba menghubungi papanya, namun tak ada panggilan yang terjawab, Alea terus mencobanya hingga akhirnya panggilan ke sepuluh kalinya itu di angkat.
"Papa-
"Alea, kalau mau pergi kemana-mana jangan sungkan minta bantuan Leon, maaf papa tadi buru-buru ada kerjaan," seolah tahu untuk apa yang akan Alea tanyakan, papa memberitahu Alea terlebih dahulu.
"Iya tapi kenapa tinggalin aku sendiri? Kalau di culik gimana?" Alea melirik takut pada cowok yang sedang menyetir dengan kacamata hitam yang di pakainya.
"Gak mungkin Alea, Leon itu-
"Pa, kita gak tau dia jahat atau engga!"
"Alea.." peringat papa.
"Tapi pa, orang yang papa percaya itu keliatan jahat, aku takut,"
"Sudah ya, papa sedang sibuk nanti kita bicara lagi di rumah,"
Papa menutup sambungan teleponnya.
"Eh-
Leon membuka kacamatanya dan menengok sebentar ke kursi belakang, sontak Alea menundukkan kepalanya takut.
"Nyusahin! Rugi yang ada nyulik bocah kayak lo,"
Alea membuka mulutnya, kaget dengan apa yang diucapkan Leon. Cowok itu bisa bahasa Indonesia? Kalau di lihat dari wajahnya sih memang terlihat sedikit berdarah campuran Indonesia, sekarang Alea tidak takut pada Leon, ia malah kesal dengan ucapan yang keluar dari mulut cowok itu.
Leon kembali fokus menyetir, Alea memalingkan wajahnya ke arah luar, terlihat di sepanjang jalan terdapat sungai panjang di tengah-tengah kota, Alea mengernyitkan dahinya, sungai yang ia lihat seperti sungai spree.
"Tunggu tunggu!" Alea memukul-mukul lengan atas Leon, lalu cowok itu berdecak kesal karena merasa terganggu, namun tetap melanjutkan perjalanannya.
"Ini di Berlin?" tanya Alea memastikannya.
"Hmm," jawab Leon singkat.
"Kenapa gue di bawa ke Berlin?" tanya Alea heran.
Leon mengedikkan bahunya tak acuh.
"Lo siapa sih? Mau bawa gue kemana? Turunin gue!"
"Bisa diem ga!" Leon membentaknya dan Alea kesal.
Alea sedikit mencondongkan badannya agar dekat dengan Leon dan mendorong-dorong bahu Leon hingga kehilangan kendali, lalu membanting setir dan terdengar klakson dari belakang hingga ia menepikan mobilnya.
Leon keluar dari mobil dan menutupnya dengan membanting pintu mobil, Alea mengejar Leon dengan terpaksa.
"Tunggu," langkah kakinya cepat sekali sampai Alea harus berlari untuk menyamakan langkahnya.
Leon berhenti tepat di pinggir sungai dan bertumpu pada pembatas.
"Jangan tinggalin gue di kota sebesar ini, setidaknya pertemukan gue dan papa, setelah itu lo boleh tinggalin gue,"
"Siapa yang mau ninggalin sih," gumam Leon pelan yang masih terdengar orang di dekatnya.
Alea sedikit lega mendengarnya.
"Sorry, atas sikap gue yang nuduh lo jahat atau hal lainnya yang kurang berkenan," ujar Alea datar.
"Sekarang gue mau ketemu papa," lanjut Alea, sedangkan Leon memijat pelipisnya pelan. Gadis yang bersamanya itu sangat berisik menurut Leon.
"Kenapa gue bisa di mobil lo?"
Leon berdecak kesal, lagi-lagi gadis itu melontarkan pertanyaan yang mebuatnya malas menjawab. Alea melorotkan bahunya, percuma bertanya pada Leon yang seperti terlihat tidak ingin terganggu jika dilihat dari raut wajahnya yang membutuhkan ketenangan.
Perlahan Alea menjauh dari Leon, ia berjalan menelusuri tepi sungai spree yang indah dan menarik apalagi bagi turis seperti Alea.
Alea membiarkan Leon yang terlihat sedang bergulat dengan pikirannya sendiri, entah sampai kapan harus menunggunya.
°°°
Mobil yang ditumpangi Alea memasuki pekarangan rumah bergaya klasik, ia mengedarkan pandangannya melihat ke sekelilingnya, rumah ini tampak sepi.
"Udah sampai, lo gak mau turun?" Leon membalikkan badannya menghadap Alea yang duduk di belakangnya.
"Kenapa bawa gue ke sini?" Alea dengan memicingkan matanya.
Leon tidak menjawab, ia turun duluan daripada memaksa gadis itu agar mempercayainya.
Alea melihat papa keluar dari rumah itu dan tersenyum pada Leon yang baru keluar dari mobil.
"Papa," gumam Alea, tanpa ragu ia menghampiri papa, bahkan mendahului Leon.
"Papa sudah pulang?" tanya Leon pada papa.
"Hanya meeting sebentar," jawab papa.
Tunggu. Leon memanggil papa pada papa Alea?
"Alea, sekarang kamu akan tinggal di sini, dan Leon itu kakak kamu," Alea mematung seketika, masih mencerna ucapan papa.
Seorang wanita yang terlihat berumur 30 tahunan itu keluar dari dalam rumah dan berdiri di samping papa. Wajahnya mirip seperti Leon, campuran Indonesia dan Jerman.
"Jadi ini Alea?" tanya wanita itu dengan tatapan tidak suka.
"Mereka siapa, pa?" Alea menatap papa sendu, sebenarnya ia tidak siap dengan jawaban papa yang menyakitkan.
"Ini Beatrice mama baru kamu," ujar papa dengan menunjukkan wanita tadi yang berdiri di samping papa.
"Dan Leon anak dari Beatrice, dia kakak kamu,"
Air mata yang menumpuk di pelupuk mata itu pun tak tumpah tanpa Alea sadari. Berita ini sangat mengejutkan bagi Alea. Mama dan papanya membuatnya kecewa.
"Papa jahat," ujarnya tanpa bersuara, kemudian pandangannya gelap dan kabur juga tidak mendengar apapun lagi setelah itu.
~•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Delayed ☑️
Novela JuvenilTentang impian yang tak mudah di gapai. Lika-liku cinta. Suka duka persahabatan. Alea. Gadis itu super sibuk untuk meraih impiannya, prinsipnya tidak menyia-nyiakan waktu. Suatu hari bertemu dengan Arthur dan membuat kesan buruk bagi Alea, namun...