(Fantasy-Romance 🔞)
Laut Athes dan laut Auriga adalah dua laut yang memiliki warna berbeda namun berdekatan. Pada suatu malam kecelakaan kapal besar terjadi dan membuat dua laut itu dipenuhi kepingan bangkai kapal dan beberapa korban tak selamat.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kota Staiq benar-benar kota yang tak pernah tidur. Aktivitas penduduknya tetap berjalan meski langit malam sangat mencekam. Lampu-lampu gedung dan lampu penghias jalan membuat malam di kota Staiq berubah indah. Lalu lalang pengendara mobil menambah gemerlap di kota itu.
Deru ombak pantai terdengar teratur. Merasuk ke dalam indera pendengaran seorang laki-laki yang kini berdiri menghadap bentangan air laut. Semilir angin malam menabrak helaian rambutnya sehingga menutupi wajah tampan itu.
Matanya menyipit kala ombak datang dan mengenainya sehingga kemeja putih yang dikenakan ia sedikit basah akibat percikan dari air nakal tersebut. Sebenarnya bisa saja ia menghabiskan waktu dengan berbaring di mansion mewahnya. Namun, ia memilih mengunjungi tepi pantai yang sepi pada larut malam.
Sejenak lelaki itu menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk kemudian dibuangnya kasar. Ia berada di sini tak lain adalah untuk membuktikan jika kejadian malam itu bukanlah halusinasinya saja.
Arnav Darka Arizona manusia yang saat ini dikuasai rasa penasaran tak berujung. Sudah berjam-jam lamanya ia berada di tepi pantai. Sesekali ia menyentuh bekas luka di lehernya. Mungkinkah luka itu ada karena ulahnya yang tak sengaja menggores lehernya sendiri? Ah, tidak mungkin. Luka cakaran yang terdapat di leher Arnav sangat tipis dan dalam. Sementara kuku yang dimiliki manusia kebanyakan tidaklah runcing.
"Maaf, Tuan. Sudah dua jam Tuan di sini? Apakah ada hal yang bisa saya bantu?" Suara berat terdengar dari balik bahu Arnav. Itu suara Thomas-pria paruh baya yang bertugas sebagai sopir pribadi Arnav.
Arnav hanya diam dan tak ingin menjawab pertanyaan yang sudah dua kali ia dengar.
"Menurutmu selain ikan dan biota laut lainnya apakah ada makhluk lain yang tinggal di laut ini?" tanya Arnav tiba-tiba.
Sebelum menjawab, Thomas sempat meneguk saliva. "Mungkin ada, Tuan," jawab Thomas sedikit ragu.
Jawaban Thomas membuat binar mata Arnav semakin menyala. "Benarkah? Apa kau percaya itu?"
"Ma-maksud, Tuan?" Thomas kepalang bingung akan pertanyaan yang dilontarkan majikannya.
"Apa kau pernah menonton film lagenda tentang laut?"
"Tidak, Tuan."
"Ah, aku berbicara pada orang yang salah." Sejenak Arnav memejamkan mata. "Mungkinkah di lautan sebesar ini tinggal seorang makhluk yang memiliki wujud seperti manusia?"
Mata Thomas membelalak. Ia berpikir majikannya itu sedikit kehilangan kewarasannya akibat kecelakaan yang menimpanya tempo hari.
"Baiklah. Lupakan! Cepat antar aku pulang." Arnav berjalan cepat meninggalkan Thomas yang masih kebingungan.
Mobil Buggati berwarna hitam pekat itu pun melaju memecah jalan. Deru ombak masih terdengar jelas di telinga mereka berdua karena mobil masih melaju di daerah dekat pantai. Jarak menuju jalan raya cukup jauh dan memakan waktu sekitar tiga puluh menit lamanya.
Saat Thomas fokus mengemudi, wajah Arnav bersinar karena cahaya yang terpantul dari layar ponselnya. Pria itu asyik berselancar di internet. Bermaksud akan memberantas tuntas rasa penasaran yang mengganggunya akhir-akhir ini. Ia mengetik di kolom pencarian 'Makhluk laut berwujud setengah manusia' akhirnya saat gambar bermunculan, Arnav tersentak.
Di sana terdapat banyak sekali foto yang menampakkan wujud makhluk setengah manusia. Jari jemari Arnav setia menggeser deretan foto tersebut, kemudian terhenti di salah satu foto yang menampakkan wanita cantik berambut panjang. Dari kepala sampai pinggangnya berwujud layaknya manusia, tetapi bagian bawah wanita tersebut tampak sebuah ekor yang menyerupai ikan. Makhluk itu duduk di atas batu tanpa mengenakan pakaian dan perhatian Arnav pun tak luput dari ekor ikannya.
Segera mungkin pria itu menjauhkan ponselnya dan refleks menekan kedua pelipisnya. Sungguh kepala Arnav seperti akan meledak saat ini. Mungkinkah yang menolongnya waktu itu makhluk berekor ikan ini?
Setibanya di mansion, Arnav duduk di meja makan. Ia mencari keberadaan Caroline-maid pribadi Arnest yang kini juga berprofesi sebagai maid-nya juga.
"Caroline!" Seruan Arnav menggema.
Wanita yang sedang sibuk menyulam itu tersentak kaget saat namanya dipanggil. Ia terburu-buru hingga jari telunjuknya tak sengaja tertusuk jarum dan mengeluarkan darah. Maid itu bergegas, berlari ke asal suara. Begitu sampai, matanya menangkap Tuannya yang sedang duduk di meja makan.
"Ya, Tuan? Apakah Anda ingin makan malam?" ucap Caroline seraya membungkukkan badannya.
Sementara Arnav tetap pada posisinya. "Tidak. Aku hanya ingin bertanya. Apakah kau sudah menemukan maid pengganti itu?"
Caroline menggeleng perlahan. "Maaf, Tuanku. Sementara biar aku saja yang menyiapkan segala kebutuhan Anda."
"Kalau kau sudah menemukannya kabari aku."
Arnav berjalan meninggalkan Caroline. Di kamar yang sangat besar itu, Arnav langsung merebahkan diri di ranjang besar berdesign antik. Ia melepas dan melemparkan sepatunya ke sembarang arah.
Di tempat lain, terlihat Arnest yang baru saja menampakkan kepala dari dalam kolam renang. Malam begitu dingin, tetapi pria itu masih saja berenang di malam hari. Ia mengibaskan rambut basahnya, lalu memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri agar air di telinganya keluar secara sempurna.
Pria itu berjalan dan mengambil handuk kecil pemberian Yohanna. Ia menyeka air yang menempel di rambut, bahu, dan dadanya. Tangannya membunyikan lonceng yang berfungsi untuk memanggil maid pribadinya dari kejauhan.
Beberapa detik kemudian, Caroline sudah sigap berdiri di hadapan Arnest. Dan Arnest pun berkata, "Buatkan aku karage tentakel cumi-cumi. Oh, God entah mengapa aku sangat ingin menyantap makanan itu."
"Ma-maaf, Tuan Arnest. Saat ini tentakel cumi-cumi yang Tuan minta tidak tersedia."
"Shit! Tidak bisakah kau dapatkan sekarang? Aku memaksa!"
"Maaf, Tuan bukan aku tak ingin memenuhi permintaan, Tuan. Akan tetapi, malam sudah sangat larut dari mana aku bisa mendapatkannya. Aku berjanji besok makanan itu akan tersedia."
"Baiklah. Sudah sana pergi."
Caroline bergegas masuk. Sekarang ia sudah berada di kamar pribadi yang dikhususkan untuk seorang Maid. Sebenarnya di Mansion ini banyak Maid lainnya, hanya saja tugas mereka berbeda. Ada yang bertugas membersihkan rumah, ada yang bertugas menyiapkan bahan makanan, memasak dan berbagai pekerjaan lain.
Dan Caroline berbeda. Dia adalah maid pribadi yang diklaim Arnest sejak kecil. Sementara maid pribadi Arnav adalah Rose, tetapi Rose memilih berhenti dari pekerjaan membosankan itu. Maka dari itu tugas Caroline kini bertambah selain meyiapkan segala kebutuhan Arnest, kini ia harus menyiapkan kebutuhan Arnav pula.
Seharusnya Arnav berterima kasih pada saudara kembarnya, karena mau berbagi maid. Namun, awalnya Arnav menolak dilayani Caroline. Pria itu mendesak Caroline agar segera mencari pengganti Rose-maid sialan yang pergi tanpa alasan.
__________________________________________
#Authornote
Terim kasih sudah membaca. Terima kasih sudah memberi vote 😢 meski cuma 1 itu sangat berharga bagiku.