BAB 15

14.1K 858 27
                                    

Lovia membuka matanya secara perlahan, dia memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Tiba-tiba bayang-bayangan tadi malam melintas dibenaknya. Membuat Lovia langsung membuka matanya sempurna. Lalu dengan segera Lovia melihat tubuhnya yang ditutupi selimut, detik itu juga dia langsung sangat terkejut. Tak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya. Perasaan gelisah mulai menyelimuti Lovia. Apakah semalam Gerald benar-benar melakukan itu padanya?

Dia tidak mengingat semuanya. Karena, tadi malam Gerald menamparnya dengan keras berulang kali membuatnya pingsan. Lovia beralih melihat ke sekeliling kamar ini, tidak ada Gerald di sini.

Lovia mencoba untuk bangkit. Namun, saat menggerakan kakinya rasa nyeri terasa di bagian kewanitaannya.

"Shttt!!" desis Lovia. Mata Lovia tiba-tiba memanas, dengan segera dia melihat bagian alas kasur. Lovia menggeleng tak percaya, satu tetesan air telah jatuh di kelopak matanya. Ada bercakan darah di kasur itu, yang mana berarti Gerald benar-benar melakukan itu padanya. Pria itu telah merebut kehormatannya.

"Tidak.. tidak mungkin," Lovia menutup wajahnya seraya menggelengkan kepala. Tangisannya semakin menjadi.

"Tidak mungkin, argh!!!" Lovia berteriak berbarengan dengan tangisannya. Lagi-lagi kenyataan pahit Lovia rasakan saat mengetahui bahwa sekarang dia telah tidak perawan lagi. Harga dirinya sebagai wanita telah hancur.

"Gerald, kau!" Lovia meremas selimutnya kuat, pandangan kebencian tercetak jelas di wajahnya. Saat, wajah Gerald terlintas di pikirannya.

"KENAPA KAU BEGITU JAHAT PADAKU HA?! KENAPA?!!" Lovia semakin berteriak kesetanan di kamar itu. Hatinya benar-benar hancur saat ini.

"KAU BRENGSEK!"

"BAJINGAN!

"AKU MEMBENCIMU, SIALAN!!"

"GERALD KAU PRIA BRENGSEK!! ARGH!!!"

Lovia kembali berteriak dengan memaki Gerald. Dia membuang semua benda yang ada di atas kasur tersebut. Wanita itu terlihat frustasi akan tidak terimanya bahwa Gerald benar-benar merebut kehormatannya secara paksa.

"Gerald kau brengsek, kau jahat, aku membencimu," lirihnya dengan tangisan.

~~~

Setelah, membersihkan diri sebersih mungkin di bawah shower air yang deras, kini Lovia tengah duduk, dan di depannya terdapat cermin besar. Lovia tengah memandang dirinya yang terlihat menyedihkan di pantulan cermin tersebut. Apakah di pantulan cermin ini benar-benar dirinya? Kalau iya, kenapa terlihat sangat menyedihkan sekali?

"Siapa kau?" tanyanya pada pantulan cermin tersebut.

"Aku? Aku adalah kau," jawabnya sendiri.

"Hahahaa... mana mungkin aku adalah kau. Lihatlah, kau sangat menyedihkan," Lovia menernatawakan dirinya sendiri lewat pantulan cermin. Tawa Lovia itu terlihat menyedihkan sekali.

"Yang menyedihkan ini kau bodoh!" bentaknya tiba-tiba. Wajahnya seketika berubah menjadi marah.

"Tidakk!! Aku bukanlah kau. Aku tidak menyedihkan seperti kau! Aku Lovia, bukan kau, sialan!!!" Lovia mengacak rambutnya frustasi dengan terus menggelengkan kepalanya.

Jika, ada yang melihat Lovia seperti ini, mungkin akan dibilang lebay. Karena, masalah yang Lovia hadapi ini bukanlah hal yang besar bagi negaranya. Orang-orang akan menilai Lovia ini berlebihan mungkin?

Tapi, bagi Lovia apa yang dia dapat ini adalah masalah yang besar. Dia seorang wanita. Bukankah wanita harus menjaga kehormatannya? Bukankah wanita seharusnya akan terlihat sepertinya jika kehormatannya di ambil secara paksa?

In Psycho PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang