BAB 1

32.3K 1.6K 45
                                    

Saat Lovia membuka mata semua terasa berputar karena kepalanya yang sangat pusing. Lovia berusaha melihat sekelilingnya, dirinya dibuat terkejut melihat ia berada di sebuah kamar yang sangat luas.

Lovia baru sadar jika ia diikat di kursi dengan mulut dilakban. Tiba-tiba Lovia kembali teringat kejadian tadi malam, di mana dia berjumpa seorang pria berjiwa psikopat. Ia teringat ketika pria itu menamparnya keras karena berusaha lari. Tak hanya menampar, pria itu juga membenturkan kepalanya di dinding berbatu. Sehingga dirinya pingsan dan berakhir di sini.

Lovia berusaha melepaskan ikatan tali di tubuhnya dengan cara menggerakan tubuh. Namun, bukannya ikatan itu terlepas, malah membuat tubuhnya menjadi sakit. Tapi, Lovia tetap bersekeras membuka ikatan itu. Air mata juga ikut meluncur di pipinya. Ia harus bebas, ia tak mau tinggal di sini. Apalagi bersama pria iblis itu.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, membuat Lovia menghentikan gerakannya. Lovia melihat siapa yang masuk dia, si pria iblis yang telah membawanya ke sini.

"Kekasih baruku sudah bangun, ya," ucap pria itu mengusap rambutnya. Lovia diam, menatap kebencian.

"Kenapa?" Pria itu memegang wajah Lovia. Rasanya, Lovia ingin sekali menyingkirkan tangan sialan pria ini dari wajahnya.

"Kenapa diam, Sayang? Ayo, bicara," tuturnya lagi. Apakah pria ini bodoh atau buta? Tak bisakah ia lihat dengan matanya bahwa mulutnya dilakban?

"Oh, iya mulut mu, kan aku lakban," Dasar pria bodoh!

Kemudian, pria yang kita tahu namanya Gerald itu membuka lakban yang ada di mulut Lovia secara kasar.

"Lepaskan aku, Bajingan!"

Ucapan itu yang pertama kali Gerald dengar saat ia membuka lakban yang menempel di bibir Lovia.

"Shutt..." Gerald menempelkan jari telunjuknya di bibir Lovia, "jaga ucapanmu, Sayang. Jika tidak aku akan merobekkannya," Lanjutan Gerald membuat Lovia mengigit bibirnya kuat.

Gerald menyentuh kening Lovia yang terdapat jejak benturan tadi malam, "Apakah ini sakit? Makanya, jangan sesekali melawanku. Tapi, kau keras kepala, terpaksa aku membenturkan kepalamu agar keras kepalamu hilang," Lovia masih tetap diam menatap Gerald. Tak lupa juga dengan tangisannya yang masih belum berhenti. Iya, Lovia kembali menangis.

"Bicaralah!" titah Gerald. Tak mendengarkan ucapan pria itu, Lovia tetap diam menatapnya.

Merasa diabaikan membuat Gerald kesal. Sehingga ia menarik rambut Lovia sangat kuat, "Bicara aku bilang!" bentak Gerald.

"Iblis..." lirih Lovia pelan di sela tangisan.

Gerald tersenyum miring mendengar lirihan Lovia. Ia melepaskan tangannya dari rambut wanita itu.

"Jika sudah tau iblis kenapa menerimaku, Sayang?" ujar Gerald sambil menaikan dagu Lovia.

"Jika aku tidak menerimamu kau juga akan tetap memaksaku, kan sialan?!" Lovia kembali meneriaki Gerald setelah ia banyak diam.

"Tentu, saja tidak. Aku tidak suka memaksa seseorang," jawab Gerald.

"Tapi, kau akan membunuhku!" balas Lovia cepat.

"Pilih mana, dibunuh atau disiksa?" Lovia seketika terdiam. Tidak bisa menjawab pilihan pria ini.

"Diammu berarti milih disiksa. Baiklah, kita akan memulainya," Lovia terkejut mendengar ucapan Gerald. Dia diam bukan berarti milih disiksa. Hanya saja ia tak bisa memilih keduanya.

Gerald mengambil pisau yang ia simpan di belakang saku celananya. Melihat Gerald sudah memegang pisau, membuat tubuh Lovia ketakutan sekaligus menegang.

In Psycho PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang