BAB 8

16.5K 1.1K 24
                                    

Di dalam ruangan yang sunyi, seorang wanita sedang tiduran di tempat tidur seperti sedang memikirkan sesuatu. Wanita itu Lovia, Lovia yang lagi tiduran di kamarnya. Dia memang sedang memikirkan sesuatu, yaitu ucapan Gerald tadi malam.

"Yang mana lebih sakit dirimu atau diriku?"

Pertanyaan Gerald itu selalu berputar di kepalanya. Mana pria itu langsung pergi setelah memberi pertanyaan. Bagi Lovia Pertanyaan Gerlad itu seolah-olah mengatakan kalau dia tersakiti, padahal dia yang selalu menyakiti orang bahkan sampai membunuh. Gerald mengurung dan menyiksanya, tentu saja bukan dirinya yang lebih sakit? Tapi, kenapa Gerald bertanya seperti itu? Itulah yang membuat nya bigung.

"Ck, dasar pria bodoh! Tentu saja aku yang lebih tersakiti, brengsek!" umpat Lovia kesal. Iya, dia kesal karena pria itu bertanya seolah-olah dirinya yang lebih tersakiti. Emang ada yang berani menyakiti pria kejam sepertinya??? Pasti tidak ada, bukan?

Setelah mengatakan itu, tiba-tiba Lovia termenung, dia kembali memikirkan ucapan Gerald tersebut.

"Atau jangan-jangan dia punya masa lalu yang buruk? Jika benar, apa hubungannya denganku?" ujar Lovia, kemudian berdecak, "ck, dia sangat tidak jelas dan membuatku pusing," lanjut Lovia sambil mengacak rambutnya.

~~~

Gerald, pria itu kini sedang berada di ruangan khusus di mansionnya. Ruangan yang hanya dirinya saja yang boleh masuk sama Erland sahabatnya.

Gerald memandang foto yang berbingkai. Di foto itu terlihat anak laki-laki yang kira-kira berumur 10 tahun bersama wanita yang sepertinya berumur 35 tahun. Di foto tersebut anak itu terlihat sangat bahagia karena dirinya yang disuapi kue ulang tahun oleh wanita berumur 35 tahun itu. Gerald tersenyum memandang foto itu. Anak yang ada di dalam foto itu adalah dia, sedangkan wanita itu adalah ibunya.

Kemudian, Gerald beralih mengambil foto yang satu lagi, dia memandang foto tersebut. Di foto itu terlihat seorang wanita paruh baya yang berdiri tersenyum sambil memegang bunga yang sangat indah. Wanita paruh baya itu adalah ibunya. Di situ Ibunya terlihat sangat cantik memakai gaun berwarna biru langit. Foto itu dirinya yang mengambil karena permintaan ibunya. Ia senang karena hasil ambilan fotonya sangat bagus, dan ibunya terlihat sangat cantik. Maka, itu ia mencuci foto tersebut dan memberi bingkai agar terlihat lebih indah.

Gerald sangat merindukan ibunya. Ia ingin memeluk ibunya, ia ingin bermain bersama ibunya lagi, ia ingin memakan masakan ibunya, ia ingin merasakan kehatangan ibunya, ia merindukan segala tentang ibunya. Tak bisakah Tuhan mengembalikan ibunya lagi?

"Gerald merindukan ibu," ucap Gerald sambil mengelus foto ibunya.

"Apa ibu tidak merindukan anak ibu ini?" tanyanya yang masih mengelus foto tersebut.

"Aku ingin bermain bersamamu lagi, aku ingin merayakan ulang tahun bersama ibu lagi, aku juga ingin tidur bareng ibu lagi sambil memelukmu . Aku ingin merasakan seperti dulu lagi." tanpa sadar air matanya telah jatuh mengenai foto tersebut. Gerald tak mengusap air matanya, ia membiarkan saja air matanya yang lolos jatuh itu.

"Aku kesepian. Mereka selalu mengangguku, bu, mereka selalu tertawa saat aku merasa hancur. Aku ingin ada ibu di sini agar ibu menenangkan ku, aku ingin memelukmu sambil menangis bahwa anakmu ini telah hancur. Tidak ada kebahagian sejak ibu pergi. Semuanya gelap, tidak ada cahaya yang masuk. Jika dulu, ibu adalah cahaya bagiku, tapi cahaya itu kini tidak ada lagi. Cahaya ku telah pergi. Bisakah ibu kembali memberikan cahaya itu lagi untukku?"

Inilah Gerald, dia akan sangat lemah jika dirinya sangat merindukan ibunya. Ia akan menangis jika rindu pada ibunya tidak tertahankan lagi. Orang-orang selalu melihat dirinya itu kejam, akan menghancurkan orang yang telah mengusiknya. Tapi, siapa sangka jika ternyata dirinya yang sangat hancur?

Gerald selalu berpikir bahwa kebahagiaan itu tidak akan datang lagi padanya. Karena, kebahagiaanya telah pergi. Kebahagiaannya itu adalah ibunya. Ibunya telah pergi, maka kebahagiaanya pun telah hilang.

Gerald sangat membenci jika ada orang yang tertawa bahagia di depannya. Karena, bagi Gerald tertawa mereka siksaan untuknya. Mereka seperti menertawakan kehancurannya. Oleh karena itu, Gerald akan membunuh orang-orang yang selalu menjukan tawa bahagia di depannya. Gerald tidak perduli bahwa itu adalah suatu kesalahan yang besar, yang penting dia bisa membunuh mereka yang sudah menertawakannya.

~~~

Setelah berdiam diri di ruangan khususnya, Gerald memutuskan untuk pergi ke kamar dimana ia mengurung Lovia. Ia ingin memeluk wanita itu. Haha, Gerald tau hal yang dia lakukan ini adalah hal gila. Namun, ntah mengapa ia ingin memeluk Lovia. Mungkin karena, efek dia yang merindukan ibunya. Tapi, dia tak pernah memeluk siapapun jika rindu pada ibunya. Jika rindu ia akan mengurung diri dan merenung. Lalu dia ini kenapa? Kenapa ingin memeluk wanita itu?

Saat sudah sampai di kamar Lovia, Gerald membuka pintu kamar ini secara perlahan. Saat, masuk Gerald melihat Lovia yang sedang membaca buku lebih tepatnya novel dengan sangat fokus. Bahkan saking fokusnya Lovia tak menyadari kedatangan Gerald.

Melihat itu, Gerald berjalan mendekati Lovia. Saat sudah sampai, Lovia masih belum menyadari keberadaanya. Gerald berdecak kesal, dan akhirnya ia langsung mengambil novel itu. Lovia yang fokus membaca tiba-tiba kaget saat novelnya ditarik, Lovia memandang orang yang menarik novel itu. Wajahnya langsung berubah menjadi datar melihat orang tersebut.

"Kembalikan buku itu padaku!" titah Lovia pada Gerald yang berdiri di sampingnya. Lovia kesal karena cerita di novel itu lagi seru. Dan seenaknya Gerald yang tiba-tiba datang dan langsung mengambilnya.

"Tidak!" jawab Gerald tegas.

Lovia memutar matanya malas, lalu ia menyadarkan dirinya di sandaran ranjang sambil melipat tangannya di atas dada, "Untuk apa kau ke kemari?" tanya Lovia memandang Gerald.

Grap!

Gerald langsung memeluk tubuh Lovia tanpa menjawab. Lovia kaget? Tidak usah tanyakan lagi. Ia merasa syok sama perbuatan Gerald ini. Kenapa Gerald tiba-tiba memeluknya?

"A-apa yang k-kau lakukan, Gerald?" gugup Lovia bertanya tanpa melepaskan pelukan pria itu.

Gerald melepaskan pelukannya, lalu ia memandang Lovia sangat dalam. Lovia yang di pandang merasa sangat gugup. Pandangan Gerald sangat berbeda dari pandangan yang selalu ia berikan padanya. Lovia juga bisa melihat sorot mata Gerald yang sayu. Sorot mata Gerald juga menunjukan seperti dia sedang merindukan seseorang.

"Ge_Gerald," panggil Lovia sekali lagi.

Tak menjawab Gerald kembali memeluk Lovia, bahkan pelukan kali ini lebih erat. Lalu, Gerald menyandarkan kepalanya di sela leher lovia.

"Aku rindu ibu," lirihnya pelan.

Tbc...

Jangan lupa vote&komen yang banyak!!!!!!!!!
Aku maksa ini!!!!

Terima kasih.

Sampai jumpa bab selanjutnya.

See you<3

In Psycho PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang