"Lo gak apa-apa?"
Arlene menoleh pada Juan yang sedang menatapnya dengan khawatir.
"Hm? Emang gue kenapa?" tanya Arlene.
Juan menghela nafas, nampaknya Arlene tidak terlalu memusingkan perdebatan dengan Bu Tiana. Juan sendiri panik karena Arlene pergi begitu saja setelah mengeluarkan kalimat menohok pada Bu Tiana.
Arlene membalik buku catatan Juan. Ia menyalin catatan yang agak padat dan membosankan karena isinya benar-benar tulisan dan hitam putih. Namun buku catatan Juan tidak diragukan lagi efektivitasnya, karena isinya super lengkap.
Arelene menaikkan alis kirinya saat membaca lembaran buku Juan, merasa kurang paham pada sebuah teori.
"Ini maksudnya gimana sih?" tanya Arlene.
Juan membaca sekilas teori yang Arlene tunjukkan dari buku catatannya.
"Oh.."
"Ini tuh, ibaratnya lo ada di puncak Everest, tapi masih bisa denger gue teriak dari bawah" jelas Juan.
"Oh, jadi kayak makin besar gitu ya? Okedeh" Arlene menganggukkan kepalanya.
"Sama kayak lo nyelam di Samudra Pasifik, paham?" ujar Juan yang dibalas anggukan oleh Arlene.
Travis hanya melongo melihat dua orang itu berbicara di hadapannya.
"Everest? Samudra Pasifik? Mereka mau traveling apa gimana?" batin Travis.
Travis menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian memperhatikan Juan dan Arlene yang duduk di barisan depan mejanya.
"Kok aneh ya? Dari pagi mereka tenang-tenang aja" Travis menyandarkan kepalanya di atas meja.
"Hari ini gak ada ulangan lagi kan?" tanya Arlene.
Juan menggeleng.
"Nanti sore kita latihan, Art Event" ujar Juan.
"Mager, gue left aja ya, hehe" ujar Arlene dengan niat bercanda.
Namun Juan memberikan ekspresi datar dan menatap Arlene seakan mengatakan 'mau mati hari ini?'.
Arlene mengalihkan pandangannya dan pura-pura batuk.
"Iya iya, di mana?" tanya Arlene.
"Ruang musik, di mana lagi" jawab Juan.
Arlene hanya mengangguk untuk merespon Juan. Ia merasa lelah mencatat dan memutuskan untuk membeli beberapa camilan di kantin.
"Mau kemana?" tanya Juan yang melihat Arlene berdiri.
"Jajan" jawab Arlene.
Tanpa basa-basi, Juan mengikuti Arlene untuk ke kantin. Hormon dopaminnya yang melonjak ketika berada di dekat Arlene membuatnya ingin mengikuti gadis itu kemana pun ia pergi.
Juan memandangi rambut Arlene yang diikat dengan model ekor kuda. Juan merasa gemas tanpa alasan, ia menggigit bibir bawahnya, tatapannya tak bisa lepas pada untaian rambut coklat tua Arlene yang menjuntai dari ikat rambut gadis itu.
"Anjir!" Arlene sontak berteriak saat seseorang menarik ikat rambutnya.
Gadis itu menoleh ke belakang dan melihat sang pelaku pembegalan ikat rambutnya sedang tersenyum meledek ke arahnya. Benar, itu Juan, Juan Davino.
"Ngapain sih lo?" protes Arlene sembari memegangi kepalanya.
"Kepala lo kayak wortel" ujar Juan sambil memasangkan scrunchie berwarna dusty blue milik Arlene pada pergelangan tangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurlene | lucas x jisoo [REVISI]
Teen FictionJuan Davino, ganteng, siswa berprestasi, dengan attitude yang paling baik, dengan segala kesultanannya tiba-tiba ditempatkan sebangku dengan cewek slebor. Arlene Yurika, charming rebel yang kerjaannya tidur di kelas. Ditempatkan sebangku dengan manu...