Naruto mengusap wajahnya frustrasi, hatinya mendorongnya untuk menyusul Hinata namun logikanya menolak. Ia benci gadis pembangkang, selama ini Hinata tidak pernah seperti itu padanya. Selama ini Hinata selalu mendengarkan apa perkataannya, namun kenapa hari ini berbeda? Kenapa Hinata membangkang?
Pening memikirkan Hinata, Naruto memilih untuk keluar dari apartemen menenangkan pikirannya yang sedang berkecambuk tak karuan.
Sementara Hinata sendiri tengah menangis di dalam kamarnya, ia tak menyangka Naruto akan seegois itu padanya. Benar kata Shion dia juga butuh ruang sendiri, namun pemuda itu membatasi semua pergerakannya. Padahal dia sudah cukup dewasa untuk menjaga dirinya sendiri.
Hinata menghapus air matanya kasar, ia beranjak untuk mengemasi pakaiannya yang akan ia bawa nanti. Terserah apa kata Naruto ia akan tetap pergi, dia akan membuktikan bahwa anggapan Naruto selama ini salah. Hinata bisa baik-baik saja meski tak ia jaga selama 24 jam.
Hari menjelang senja, Naruto memutuskan untuk melihat keadaan Hinata. Ia membawa sekantung makanan ringan dan susu kotak. Naruto berencana meminta maaf karena terlalu keras pada gadis itu, ia akan mencoba merayu Hinata agar mau mendengarkan perkataannya.
Kaki jenjangnya melangkah masuk kedalam apartemen yang sedang sunyi itu, Naruto berjalan memasuki kamar gadis itu dan menemukan Hinata sedang berbaring di kasur sambil bermain ponsel. Ia tampak sibuk berkirim pesan dengan entah siapa hingga sengaja mengabaikan Naruto.
"Sugar.." panggil pemuda itu. Hinata tak bergeming, ia malah memunggungi Naruto yang kini tengah duduk di sisi ranjangnya.
Naruto menghela nafas pelan, menghadapi Hinata itu harus dengan kesabaran extra besar. Sikapnya yang kekanakan seperti ini tidak bisa di taklukkan dengan cara kasar. "Aku minta maaf ya, tadi terlalu kasar sama kamu." ujar Naruto sambil mengelus pucuk kepala Hinata dengan lembut. Gadis itu tetap tak acuh, ia sedang sibuk dengan ponselnya.
"Nat aku bawain susu pisang sama kue, nih ayo di makan." Naruto mengeluarkan makanannya mencoba membujuk Hinata namun nampaknya gadis itu tetap acuh. "Hinata.." panggilnya lagi.
"Apasih?! Aku gak mau, kamu makan sendiri aja!" ujarnya penuh emosi.
Hinata beranjak dari kasur ia menepis tangan Naruto yang berusaha mencegahnya, dia sedang marah pada pemuda itu. Hinata meraih tas punggungnya yang telah ia isi baju, mengabaikan Naruto yang menatapnya dengan tatapan sulit di artikan.
"Mau kemana?" Naruto mengikuti langkah gadis itu yang berjalan keluar kamar, lagi-lagi Naruto di abaikan. "Nat jangan keluar! Dengerin aku!" Naruto meninggikan suaranya, ia menahan pergelangan tangan gadis itu hingga Hinata ahirnya berbalik.
Hinata menatap Naruto sinis, "Apa sih Nar?! Aku cuma mau kemah kenapa gak boleh?! Kamu boleh main kemana aja sedangkan aku enggak?! Kamu nih maunya apa?! Jangan egois." Hinata menghempaskan tangan Naruto dengan kasar hingga pemuda itu tersentak.
"Hinata dengerin aku!"
"Aku muak Nar! Berhenti ngekang aku! Kamu gak berhak!"
Deg.
Naruto merasakan jantungnya ngilu luar biasa, perkataan Hinata itu sukses membuat mulutnya terbungkam. Kenapa rasanya sakit sekali? Seperti ada pisau tak kasat mata yang menyayat hatinya perlahan-lahan.
Hinata keluar dengan membanting pintu apartemennya kasar sementara Naruto menatap daun pintu yang masih terbuka itu dengan tarapan penuh luka.
Hinata tidak menginginkannya, lalu kenapa dia seperti ini?
Andai Hinata mengerti, Naruto hanya mencemaskannya. Dia belum mengenal teman-temannya dengan baik. Bahkan gadis itu masih belum hafal daerah-daerah di sini. Kenapa dia begitu kekanakan seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
S N O W | Namikaze Naruto ✓
Fanfiction18+ Jangan baca kalau masih bocil! 8 Maret 2021 Disclaimer : Masashi Kishimoto Cover by pinterest story by Mharahma18