10. paham?

724 108 30
                                    

Naruto merasakan hatinya gelisah saat ia mencoba fokus mengerjakan tugasnya. Entah kenapa otaknya hanya di isi oleh Hinata. Apa gadis itu baik-baik saja? Apa dia makan dengan baik? Sudah tidurkah dia?

Ah sial Naruto tidak bisa menghilangkan kehawatirannya sedikitpun dari hatinya.

Tiba-tiba huja turun dengan begitu derasnya sektika itu itu juga otaknya berputar soal Hinata. Lagi! Entah kapan pula dia bisa berhenti memikirkan gadis itu.

Naruto meraih ponselnya ia menghubungi Hinata mencoba bertanya apakah di sana hujan juga, sebab Hinata punya trauma dengan hujan dan hal itu sukses membuat Naruto cemas luar biasa.

Tidak aktif.

Dia mencobanya lagi namun nomor ponsel Hinata masih tak aktif. Jantungnya berdetak tak karuan pikirannya tiba-tiba kacau, tanpa pikir panjang lagi Naruto mengambil jaket kulitnya dan kunci motor. Ia memasang earphone di telinganya lalu menghidupkan motornya. Ia menghubungi Sasuke untuk menanyakan di mana alamat gadis-gadis itu mengadakan kemah karena Hinata tidak memberitahunya sama sekali.

Hujan turun dengan derasnya dan Naruto menerabas hujan itu dengan kecepatan kencang bersama motor kesayangannya. Kaki jenjangnya memainkan gigi motor dengan lihai tangannya tak kalah andil dalam memainkan kopling dan gas, dia tampak lihai menyelinap di celah-celah kecil untuk memangkas waktunya.

Dia sangat cemas dengan keadaan Hinata dia tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan menimpa gadis itu di sana. Trauma itu belum benar-benar hilang dan Naruto tidak ingin Hinata menangis lagi karena trauma sialan itu.

Naruto membelokkan motornya di sebuah vila di mana banyak mahasiswa baru yang tengah berkumpul dan benar saja Hujan petir turun dengan begitu lebatnya di sini. Naruto semakin mencemaskan Hinata.  Dia berlari ke arah kerumunan itu dengan langkah lebar setelah melepaskan helm nya di atas motor.

"Hinata mana?!" pertanyaan itu langsung meluncur dari bibirnya saat ia berhenti di hadapan kerumunan itu.

Anak-anak yang ada di sana tampak kebingungan, mereka menoleh kesana-kemari dan saling bertanya satu sama lain yang kian membuat kepala Naruto ingin meledak. "Gue bilang di mana Hinata??!!" kali ini Naruto meninggikan suaranya, perasaan tidak tenang tiba-tiba  menggelayuti hatinya.

"Kami gak tau, Kak.." jawab seseorang dengan suara pelan jelas ia sangat takut melihat kemarahan di mata sang tunggal Namikaze itu.

"Sakura, Ino mana mereka?!" jika tak ada di sini berarti Hinata bersama dengan mereka. Setidaknya itu yang Naruto pikirkan meski ragu.

"Kami udah nyari kemana-mana Kak, tapi Hinata nggak ada.." seperti tersambar petir seketika itu juga Naruto merasakan dadanya bergemuruh. Dia ketakutan. Tidak! Tidak ada siapapun yang boleh melukai Hinatanya, tidak manusia ataupun hujan petir yang membuat trauma gadis mungilnya kembali.

"Sialan! Kenapa kalian sampai kehilangan dia?! Demi Tuhan aku akan mengulit kalian semua hidup-hidup jika sampai Hinata terluka!!" sentak pemuda itu dengan emosi berapi-api tanpa fikir panjang lagi Naruto berlari ke arah hutan. Entahlah ke mana dia harus pergi yang jelas instingnya mendorongnya untuk memasuki hutan itu.

Peduli setan denga  hujan badai dan petir yang menggelegar, Naruto membutuhkan Hinata. Dia harus mencari gadis itu kemanapun perginya.

"Bertahanlah Nat.."

***

Hinata berlari sekuat tenaga entah ke mana kakinya melangkah dia ketakutan, suara gemuruh petir bersahut-sahutan dan hujan deras ini tak kunjung reda. Tubuh mungilnya basah kuyup dan dia mulai kehilangan tenaga untuk terus berlari. Udara dingin menusuk hingga ke tulangnya, suara-suara itu kembali mengusik fikirannya. Suara yang membuat pikirannya kacau dan terluka, tanpa sadar  Hinata berlari kian memasuki jantung hutan. Tanpa sengaja dia memijak sebuah batu hingga tersungkur, nahas Hinata terperosok kedalam sebuah jurang. Meski tak begitu dalam tapi pergelangan kakinya terluka dia menangis, jurang itu terasa sangat pengap dan begitu menyeramkan. Kilatan petir bersahut-sahutan membuat jeritan tangis Hinata teredam oleh gemuruhnya.

"Naruto... kamu di mana.."  jerit gadis itu namun hanya gemuruh hujan yang medominasi.

Ia ketakutan, di sini terlalu pengap hingga membuat nafasnya terhimpit dan sesak. Kelembapan ini membuat ia makin gelisah, dia butuh Naruto sekarang. Dia tak sanggup sedirian lebih lama, suara itu benar-benar membuatnya gila.

'Anak sialan!'

'Lo penyebab Ibu meninggal!'

'Mati aja lo gadis pembawa sial'

'Kenapa bukan lo yang mati? Kenapa harus Ibu?'

'Pembunuh'

Hinata menjerit sambil menutup ke dua telinganya, suara-suara itu kian menyakiti mentalnya. Dia ketakutan luar biasa. Naruto  kau di mana? Hinata membutuhkanmu datanglah lebih cepat pangeran. 

***

Naruto hampir putus asa dia terus berlari tak tentu arah dan kakinya kian membawanya memasuki hutan, dia harus menemuka  Hinata secepatnya. Pendengaran Hinata terhambat karena hujan dan petir yang terus bergemuruh di tambah angin kencang yang meniupkan suhu dingin yang kian menusuk. Mata birunya terus menjelajah sekitar mencoba menyapu ke seluruh titik atau tempat-tempat yang mungkin ada Hinata di sana.

Samar-samar Naruto mendengar tangisan lirih dari ke jauahan. Langkah kakinya memelan dia mencoba menajamkan pendengarannya lagi.

'Aku bukan pembunuh,'

'Naruto kamu di mana.. '

Tubuh Naruto menegang. Itu Hinata!
Dia berlari kalang kabut mencari sumber suara namun nihil Hinata tak ada di manapun. Suara panggilannya terbias oleh suara hujan dan petir. Sialan! Kalau begini pendengaran Naruto akan sangat terganggu. Tapi bukan Naruto namanya jika mudah menyerah, ia hendak berlari lagi namun kakinya nyaris saja terjerembab ke dalam sebuah jurang. Naruto mengelus dadanya bersyukur nyaris saja dia masuk ke dalam jurang yang gelap itu.

Namun saat pemuda itu mendengar suara lirih dari dalam sana, detik itu juga Naruto merasakan tubuhnya menengang.

Hinata di dalam sana.
Di jurang yang pengap dan gelap.

Tanpa pikir panjang pemuda itu melompat ke bawah meski samar-sama dia bisa melihat sosok gadis mungil itu tengah meringkuk sambil menutup telinga.

Demi Tuhan, rasanya Naruto hampir mati saat tidak juga menemukan gadis itu.

Naruto berlari lalu mendekap Hinata dengan erat, tubuh gadis itu masih bergetar ketakutan sementara mulutnya terus begumam kata 'maaf' terus menerus.

'Maaf.. maafkan aku.." lirih Hinata dia masih belum menyadari seseorang bertubuh kokoh yang kini sedang memeluknya erat.

"Its oke, babe. Im here.." lirih pemuda itu sambil mengecupi pucuk kepala Hinata yang basah.

"Naruto?" lirih Hinata, ia mendongak matanya bertemu pandang dengan jelaga hitam yang menenangkan.

"Yes babe," balasnya pelan.

Dan detik di mana Hinata melihat  Naruto benar-benar nyata di hadapannya dia menangis. Menjerit kencang sambil menenggelamkan diri di pelukan hangat pemuda itu.

Sekali lagi dia kalah melawan ego, Naruto selalu mengerti dirinya. Pemuda itu selalu ada kapanpun dan di manapun Hinata membutuhkannya.

"Aku takut...."

"Aku di sini, jangan takut.."


Next___

Apakah yang ini ngebosenin?
Apa kalian mau aku debutin cerita baru?

Ga pengen kenalan sama aku kah para sinder?

S N O W | Namikaze Naruto ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang