13. Candu

1.1K 108 16
                                    

Setelah insiden ciuman yang tidak di sengaja tapi enak itu keadaan sekarang yang terjadi antara Naruto dan Hinata adalah canggung. Ya mereka mendadak sulit berbicara atau menatap satu sama lain, rasa malu membuat keduanya kaku mendadak.

"Nar, ini buburnya.." Hinata membawa semangkuk bubur itu ke kamar dan membangunkan Naruto. Dia mengguncang bahu tegap itu pelan.

Naruto membuka matanya perlahan, matanya menangkap sosok Hinata di hadapannya dan sial, ingatan tentang ciuman itu kembali berputar di kepalnya. Mata Naruto tertuju ke bibir Hinata. Gadis itu menyadari kemana arah pandangan Naruto langsung menoleh, "Buruan Nar nanti keburu dingin," ujarnya sambil beranjak. Padahal Hinata hanya mencoba lari dari pandangan Naruto. Dia malu, tekstur bibir Naruto masih terekam jelas di kepalanya hingga membuat dia pening. Sial rasanya Hinata ingin mengulanginya lagi. Eh?

Hinata mengambil mangkuk lalu menyerahkannya pada Naruto, pemuda itu kebingunan sendiri. Dia tidak nyaman dengan suasana canggung ini, otaknya berputar keras mencari cara agar Hinata kembali seperti biasa, "Suapin dong Nat.." ujarnya sambil memasang wajah memelas. Ala-ala anak anjing minta di pungut.

Hinata merasakan jantungnya berdegup kencang, dia belum siap untuk berada di radius se dekat itu dengan Naruto. Sangat tidak baik untuk jantungnya. "M-makan sendiri sih, gak boleh manja!" niatnya ingin terlihat galak justru malah sebaliknya. Hinata terlihat imut dengan muka kemerahannya menahan malu. Suaranya yang mendadak gagap itu membuatnya terlihat kian menggemaskan.

"Aku sakit loh, masa kamu gak mau manjain.." Naruto memanyunkan bibirnya merajuk. Padahal itu hanya tipu dayanya saja, dia harus mengembalikan Hinata seperti biasa. Kecanggungan ini tidak boleh berlanjut karena membuatnya tak nyaman.

"Bawel ah! Yaudah sini." Hinata mengambil mangkuk bubur itu dengan kasar hingga membuat Naruto melebarkan senyum tampannya yang mampu membuat Hinata kebingungan sendiri. Salah tingkah lebih tepatnya. Hinata meniup bubur yang ada di sendok terlebih dulu lalu menyuapkannya pada Naruto, "Aaa.." Naruto menurut dan membuka mulutnya. Ah otak pemuda itu sedang tidak fokus, setiap Hinata bebicara rasa untuk mengecap kembali bibir itu terus berputar di kepalanya.

"Enak Nat," pujinya sambil mengacungkan jempolnya. Hinata tersenyum manis, sebenarnya dia sangat jarang memasak lebih sering Naruto yang memasak untuk mereka jadi jika kali ini buburnya enak dia sangat bersyukur.

Suapan-suapan itu terus belanjut hingga isi mangkuk itu habis, selama makan hanya di isi oleh ocehan-ocehan Naruto yang tidak penting sementara Hinata banyak diam. Dia masih canggung. "Obatnya minum dulu, aku ke bawah cuci ini." Hinata mengemasi mangkuknya setelahnya dia memberikan obat pada Naruto.

"Abis ini aku ngapain?" tanya Naruto sambil melirik Hinata.

"Ngapain? Ya tidur lah orang sakit mau ngapain lagi." Memang benar kan? Apa yang biasanya di lakukan oleh orang sakit jika bukan tidur dan makan?

"Bosen Nat tidur terus, baru juga bangun." Naruto mengkrucutkan bibirnya sebal. Entah kenapa setelah insiden tadi Naruto terlihat jauh lebih manis daripada biasanya dan Hinata baru menyadari bahwa, eksistensi tunggal Namikaze ini sangat berbahaya. Berbahaya untuk jantung dan hatinya. Senyumnya lembut mampu menembus lapisan pertahanan Hinata, tawannya merdu mampu menggelitik perut dan tatapannya tajam mampu menembus hati Hinata.

Tidak! Ini tidak baik untuk dirinya.

"Terus mau apa?" pertanyaan bernada kesal itu meluncur begitu saja dari bibir Hinata.

Naruto melebarkan senyumnya lalu menjawab, "Taman, pengen jalan-jalan.." jawabnya semangat.

Hinata bersedekap tangan lalu menjawab tegas, "Gak! Kamu harus tidur gak ada jalan-jalan kalau kamu belum sembuh." tolaknya lalu pergi begitu saja meninggalkan Naruto.

S N O W | Namikaze Naruto ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang