12. First kiss

1.1K 102 20
                                    

Hinata membuka matanya perlahan dia merasakan gerah luar biasa. Matanya mengerjap beberapa kali dan merasakan sebuah tubuh merengkuhnya erat dalam balutan selimut. Hinata terperanjat saat kulitnya menyentuh kulit Naruto, sangat panas bahkan dia merasakan seperti kulitnya terbakar saat bersentuhan. Pantas saja Hinata merasakan gerah luar biasa.

Wajah pemuda itu memerah hingga telinga, nafasnya terdengar sangat berat dan tubuhnya mengigil. Naruto demam. Hinata berusaha melepaskan pelukan pemuda itu lalu berlari ke arah dapur untuk mengambil baskom dan air hangat.

"Maafin aku Nar," Hinata mengompres dahi Naruto dengan handuk, matanya menggenang. Perasaannya berkecambuk tak karuan. Naruto sakit, dan itu karenanya. Karena kebodohannya dia menyebabkan pemuda itu seperti ini, harusnya dia tidak menuruti egonya, harusnya dia memahami maksud pemuda itu, harusnya dia mendengarkannya. Dan sekarang lihat, keteledorannya menyebabkan orang yang sangat dia sayangi terluka. "Nar, maaf.." isaknya pelan.

Naruto membuka matanya perlahan, kepalanya pening luar biasa tubuhnya mengigil juga terasa sakit di sekujur tubuhnya. Sial dia benar-benar tak berdaya sekarang. Jelaga sekelam samudra itu menatap Hinata sejenak lalu dia terlihat tertutup lagi, melihat bahu mungil itu bergetar membuat Naruto kian tak karuan. Dia menggerakan tangannya susah payah lalu menyentuh telapak tangan mungil yang sedang meremas lututnya sendiri, gadis itu duduk di kursi di tepi ranjang kamarnya. "Nat.." panggil Naruto pelan dengan suaranya yang serak. Tenggorokannya terasa terbakar sekarang.

"Nar, maaf.." gadis itu membalas ganggaman tangan Naruto erat, di kondisi seperti ini dia tak tau apa yang harus dia lakukan untuk membantu meringankan sakit pemuda itu. Dia terlalu kalut.

"Ambilin air minum Nat.." Hinata mengangguk dia berlari keluar lalu kembali dengan segelas air minum di tangannya. Dia membantu Naruto minum dengan perlahan. Mata amethystnya tak berhenti menatap ke arah pemuda itu, dia sangat khawatir pada kondisi Naruto.

"Maafin aku Nar," gumam Hinata saat Naruto telah kembali berbaring. Pemuda tampan itu mengangguk lalu tersenyum tipis, kepalanya pening dan dia sangat sulit berbicara. "Harusnya aku dengerin kamu, aku bandel sih kamu jadi sakit gara-gara aku.. jangan sakit Nar aku takut.." Hinata menangis, memang tidak seharusnya dia menangis sekarang karena Naruto tidak bisa menenangkan dirinya. Situasinya tidak sesuai tapi sayangnya Hinata terlalu lemah untuk menahannya lebih lama.

"Gak papa, sini tidur lagi aja kamu capekkan?" mengucapkan sebaris kalimat itu benar-benar menguras tenaga untuk Naruto, bukannya lebay tapi memang rasanya tidak karuan. Tubuhnya terasa lemas bahkan berbicara saja sangat sulit. Hinata menurut dia berbaring di sebelah Naruto namun pemuda itu malah menariknya kedalam dekapan hangat serta memberikan sebuah kecupan di pucuk kepala gadis itu. "Di sini aja ya Nat, temenin aku. Jangan kemana-mana.." lirih pemuda itu parau sebelum ahirnya jatuh terlelap karena fisiknya yang tak sanggup lagi.

Hinata menatap wajah Naruto yang terlihat sangat kelelahan, keringan dingin mengalir di tubuhnya. Hinata benar-benar merasa bersalah, dalam keadaan seperti ini dia tidak tau apa yang harus dia lakukan untuk pemuda itu. Pemuda yang sangat mencintainya, tapi satu hal yang belum Hinata sadari adalah Naruto mencintainya sebagai seorang wanita bukan sebagai sahabat apa lagi adiknya. 

"Maafin aku Nar," gumam Hinata lagi. Dia bergerak untuk mengecup dagu Naruto dengan lembut lalu menyemankan diri di leher pemuda tampan itu. Dia memeluknya erat sambil berharap pelukannya mampu mengurangi rasa sakit Naruto.

Hinata mungkin tidak menyadari jika Naruto mencintainya melebihi sahabat, tapi dia juga tidak menyadari bahwa dirinya juga mencintai pemuda itu. Naruto deru nafasnya, degup jantungnya juga desir darahnya. Tanpa Naruto, Hinata tidak berarti. Dia takan bisa tersenyum selebar ini jika bukan karena pemuda itu yang menghiburnya, dia takan bisa berdiri setegar ini jika bukan pemuda itu yang menyokongnya, dan dia takan bisa bertahan di dunia yang menyakitkan ini jika saja Naruto tidak memberikan bahunya untuk bersandar dan dekapannya untuk berpulang. Dia dan Naruto adalah satu sejak dulu meski mungkin satu di antara mereka belum memahaminya.

S N O W | Namikaze Naruto ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang