Haechan mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada kakak kelasnya itu untuk jangan dulu bertanya. Ia sibuk menyuapkan cake coklat yang baru ia pesan sebagai teman latte miliknya.
"Aku kira kau ingin cepat-cepat mengatakannya, saat mengirimku pesan untuk mampir ke tempat ini." Mark melirik setiap sudut cafe yang kini menjadi tempat keduanya duduk.
"Memang, tapi makananku lebih penting saat ini." Haechan mnyeruput latte nya, menyimpan garpunya sejenak.
"Tadi Renjun bertanya tentang Jeno padaku. Kau tau Kak? Aku begitu bingung memilih kata saat Renjun tiba-tiba menanyakan itu." Haechan menghembuskan napasnya pelan, entah kenapa ia lega karena kini Renjun sudah mengetahui perihal adik dari pemuda di depannya ini.
"Bertanya padamu? Jadi Jaemin belum memberitau Renjun selama ini?" Nada tak percaya terdengar dari sana, namun juga terselip kesal. Kenapa Jaemin begitu telat mengatakannya, bukankah sudah Mark peringatkan jika tidak segera dikatakan Renjun akan salah paham.
"Lalu, kau mengatakan semuanya bukan? Dan bagaimana respon Renjun?" Mark kembali bertanya.
"Itu, aku hanya mengatakan yang aku tau. Dan Renjun hanya menatapku saat aku selesai berbicara, aku tak tau itu tatapan apa." Haechan mengingat jelas ekspresi Renjun tadi, dan Haechan tidak yakin apa nama dari tatapan Renjun tadi.
"Tapi kupikir Renjun pasti sudah bertanya pada Jaemin karena aku menyuruhnya melakukan itu. Kak? Aku tak mengerti kenapa Jaemin seolah tidak mau bercerita tentang Jeno pada Renjun. Bukankah itu hal wajar yang boleh Renjun ketahui?" Haechan sudah lupa akan cake nya yang belum habis, fokusnya kini hanya mengenai temannya.
"Padahal aku sudah menyuruh Jaemin untuk memberitau Renjun sejak kemarin, ternyata dia tidak melakukannya." Mark berdecak, ia penasaran akan sesuatu.
"Tunggu, Haechan." Mark menyentuh lengan Haechan.
"Iya?"
"Renjun tau dari mana tentang Jeno?" Mata Mark menyorot penuh antisipasi, ia tidak mau Renjun benar-benar salah paham.
Meskipun ia bukan siapa-siapa si pemuda Huang, tapi ia kakak dari Jeno, nama yang Mark takutkan akan menjadi penyebab kekeliruan.
"Tidak tau, aku tidak menanyakannya." Tadi Haechan tidak berpikir untuk menanyakan sumber utama Renjun bisa mengucapkan nama Jeno.
"Aku harap, orang yg memberitau Renjun tidak mengatakan hal aneh." Ucap Mark sungguh-sungguh.
"Seperti?" Haechan mengerutkan dahi.
"Seperti yang orang-orang tau." Mark sangat hafal orang-orang di sekitar Jaemin dan Jeno seperti apa, mereka terkadang menyimpulkan sesuatu hanya dari yang terlihat.
"Aku justru takut Na Jaemin yang mengatakan hal aneh." Gumam Haechan sambil mengambil kembali garpunya, lalu melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda.
"Kenapa memangnya?" Mark melihat Haechan mengedikkan bahunya.
"Tadi setelah menghabiskan waktu istirahat dengan Jaemin, wajah Renjun tidak seperti biasanya. Ia begitu diam. Aku benci itu, kak. Aku terbiasa dengan Renjun yang ceria dan tidak bisa diam." Celoteh Haechan.
"Haechan, Boleh aku minta nomor Renjun?" Mark mengeluarkan ponsel miliknya.
Haechan mengangguk, lalu mengambil benda tersebut dari tangan Mark. Mengetikkan nomor Renjun yang entah kenapa Haechan begitu hafal. Pernah Haechan juga menggerutu karena ia lebih hafal nomor Renjun dari pada miliknya sendiri. Dan dibalas tawa menyebalkan milik Renjun.
Mark berterimakasih pada Haechan, setelah itu keduanya menghabiskan sajian di depan mereka diselingi obrolan milik keduanya. Tanpa terasa hari sudah petang, keduanya pulang setelah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
O r a n g e ✔
FanfictionJAEMREN NA JAEMIN - HUANG RENJUN ____________ ⚠️ bxb boyslove