26. Change subject

2.6K 364 5
                                    


"Jangan melepas infusmu lagi Tuan Huang, dan untuk rasa mualmu. Itu karena kau memiliki imun tubuh yang lemah, proses penyembuhanmu tidak secepat orang pada umumnya. Ini memang salah satu kesulitan kau untuk sembuh, tapi tolong tetap usahakan makanan masuk kedalam perutmu."

Jaemin masih mengingat perkataan dokter yang menyebutkan Renjun mengalami kelumpuhan sementara. Ya Tuhan, kenapa jalan untuk kekasihnya sembuh begitu sulit. Ia ingin segera melihat Renjun ceria seperti biasanya.

Meskipun saat ini Renjun terlihat ceria dan selalu tersenyum lebar, ia dapat melihat sorot hampa di netra itu. Jaemin tau Renjun juga sedikitnya akan merasa takut dan sedih, mendengar dirinya tak bisa berjalan untuk beberapa waktu ke depan. Apalagi barusan dokter mengatakan kemungkinan besar Renjun yang akan kesulitan menelan makanannya, karena pasti perut pemuda mungil itu menolak semua asupan yang masuk.

Renjun tak bisa melepas tatapannya dari Jaemin yang balik menatapnya dengan sendu. Renjun kini berbaring dengan bantal yang disusun lebih tinggi, jadi posisinya setengah duduk.

"Jaemin, kau marah padaku?" Tanya Renjun ragu.

"Kenapa harus marah?" Jaemin duduk di pinggir ranjang, meraih tangan Renjun untuk digenggamnya dengan hangat.

"Kau dengar sendiri, aku tak bisa berjalan." Ujar Renjun pelan, ia juga sedih saat mengetahui hal itu.

"Itu hanya sementara Renjun, selama kau selalu melakukan fisioterapi kau bisa berlari lagi." Jaemin mencoba membuat Renjun lebih tenang dan sabar.

"Aku mau ditemani." Ujar Renjun merujuk pada fisioterapinya.

"Akan aku temani." Jaemin mengangguk meyakinkan.

"Kau berjanji? Kalau tidak ditemani aku tidak mau melakukannya." Renjun menggertak.

"Aku janji, kau bisa menghukumku kalau aku melanggarnya."

"Dulu kau juga tidak menepati perkataanmu." Renjun mengungkit tentang hari dimana ia melakukan check up.

Mendengar itu Jaemin kembali diserang rasa bersalah. "Untuk itu aku benar-benar minta maaf."

Jaemin ingat ada kesalahpahaman antara keduanya yang belum diselesaikan. "Renjun, mengenai Jeno—"

"Jaemin, apa selama aku di sini kau tak pernah sekolah?" Renjun mencoba duduk tegak, agar bisa berhadapan dengan Jaemin

Jaemin sadar seketika, Renjun mengalihkan pembicaraan. Renjun mengabaikan Jaemin yang hendak membicarakan tentang Jeno.

"Tidak." Dan Jaemin hanya mengikuti apa yang Renjun inginkan, tidak dulu membahas Jeno untuk saat ini. Yang penting hubungannya dan Renjun baik-baik saja.

Jaemin tidak tau, bahwa mungkin salah satu pihak sudah mulai kehilangan kepercayaan dari pihak lain. 

"Kenapa kau berubah jadi pemalas? Apa kau lupa , kau itu ketua kelas. Na Jaemin!" Renjun melotot pada Jaemin.

"Kau seharusnya jadi contoh yang baik untuk teman sekelasmu, bukannya malah tidak hadir saat kau tidak memiliki halangan apapun." Renjun memukul lengan Jaemin.

"Aku punya." Jawab Jaemin.

"Apa? Coba katakan. Aku sangat yakin kau hanya tidur di kasurmu selama tidak pergi ke sekolah." Renjun menaikkan dagunya, menantang Jaemin untuk melakukan pembelaan.

Jaemin tersenyum melihat Renjun membuat wajah segarang mungkin, tapi Jaemin gemas melihatnya. "Tidak sepenuhnya salah. Dan aku tak akan mengelak lagi, aku senang melihatmu marah-marah seperti ini."

"Nana!" Renjun menjerit kesal saat melihat Jaemin yang justru terkekeh.

"Itu artinya kau baik-baik saja." Jaemin mengecup pipi Renjun, tepat setelah itu pintu terbuka dari luar.

O r a n g e ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang