15. Express feelings

2.6K 430 12
                                    

Jaemin terbangun dengan dada yang berdetak kencang, napasnya juga tersenggal. Ia begitu lega mendapati kejadian mengerikan itu hanyalah mimpi, namun juga khawatir mengingat Renjun yang memang semalam masih di rumah sakit. Jaemin menatap tangannya yang gemetar, persis dalam mimpi saat cairan merah itu mengenai tangannya.

Jaemin mencoba menelpon Renjun, di pagi hari ini. Memastikan kondisi si mungil telah membaik, dan bisa pergi ke sekolah. Jaemin begitu ingin bertemu pemuda bersurai perak itu.

📞" Jaemin! Kau tau? Tangan dan kakiku kembali seperti semula, aku bisa memegang ponsel lagi. Aku bahkan sudah bisa melompat lagi." Seruan senang milik Renjun membuat perasaan Jaemin lega seketika. Jaemin dapat membayangkan bagaimana raut bahagia milik Renjun, Jaemin tersenyum membayangkannya.

"Syukurlah, aku begitu khawatir." Jaemin dapat mendengar suara teriakan ayah Renjun yang menyuruhnya untuk bersiap.

📞 "Aku baik-baik saja. Jaemin, aku harus bersiap ke sekolah. Sampai jumpa nanti."

Jaemin tersenyum mendengar Renjun yang akan pergi sekolah. Jaemin berencana akan mengutarakan perasaannya pada Renjun hari ini.

Jaemin memang memiliki ketakutan untuk ditinggal pergi oleh orang yang ia kasihi, dan seharusnya untuk menghindari ketakutan itu Jaemin mesti menghindari sumbernya. Tapi katakan saja Jaemin bodoh, ketika ia takut kehilangan Renjun ia justru ingin semakin dekat dengan pemuda itu. Bukankah seharusnya Jaemin menjaga jarak dengan Renjun?! Tapi tidak.

Karena rasa takut dan rasa ingin memiliki itu sama besarnya bagi Jaemin. Jaemin hanya bisa berdoa semoga ia tak merasakan kehilangan lagi.

Jaemin sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya, ia akan menunggu Renjun di kelas pemuda itu. Kaki-kaki panjang milik Jaemin berjalan cepat menuju kelas yang sudah sering ia kunjungi, melongokkan kepalanya mencoba mencari sosok mungil nan manis. Ketika tak menemukannya, Jaemin memilih tetap berdiri di depan kelas itu.

"Jaemin?" Nada heran itu, seharusnya tak asing bagi Jaemin. Dan benar, Haechan berjalan ke arahnya dengan dahi berkerut.

"Seharusnya kau tak heran melihatku di sini." Ujar Jaemin.

Haechan dapat melihat Jaemin yang ramah telah kembali seperti dulu, sepertinya teman sebangkunya benar-benar memiliki kekuatan untuk mengembalikan sefat asli seseorang. Buktinya, Jaemin yang tadinya mulai terlihat begitu apatis, kini kembali ramah setelah dekat dengan Renjun.

"Ini masih pagi, kau biasanya kemari saat jam makan siang." Haechan melirik isi kelasnya yang masih sepi.

"Aku menunggu Renjun." Jaemin melipat tangannya di depan dada.

"Aku tau, memangnya kau menunggu siapa lagi." Haechan memutar bola matanya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Jaemin?" Panggilnya.

"Apa?" Jaemin menaikkan sebelah halisnya, ia sedikit was-was melihat raut Haechan yang berubah serius.

"Apa Renjun tau tentang— Jeno?" Haechan agak ragu menanyakan hal ini pada Jaemin, karena ia tau Jaemin selalu sensitif pada bahasan tentang Jeno.

Dan benar, Haechan dapat melihat aura ramah dan hangat milik Jaemin lenyap seketika. Kini Haechan dapat merasakan Jaemin yang dingin lagi.

"Kurasa belum." Jawab Jaemin cepat.

Haechan mengabaikan raut tak bersahabat milik Jaemin, karena hal ini cukup penting. Setidaknya menurutnya. Ia rasa Renjun berhak tau mengenai sosok Jeno, mengingat hubungan Jaemin dan Renjun yang semakin dekat.

"Kau akan memberitaunya? Kupikir kau sudah cukup dekat dengan Renjun untuk menceritakan tentangnya." 

"Nanti akan kuceritakan. Tapi tidak untuk sekarang." Jaemin menatap Haechan dengan datar sebelum berlari meninggalkan Haechan, si surai biru berlari memuju Renjun yang sudah terlihat oleh pemuda itu.

O r a n g e ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang