27. Our hair

2.4K 361 2
                                    

Jaemin agak aneh setelah satu minggu ini ia mengunjungi Renjun, pemuda itu selalu terlihat kelelahan. Tak jarang ia juga mendengar Renjun mengeluh pegal pada area punggung, Jaemin selalu menyarankan kekasihnya itu untuk berbaring.

"Tidurlah, aku akan di sini menunggumu tidur." Jaemin mengecup dahi Renjun setelah membantu pemuda itu meminum jus buahnya. Jaemin bersyukur karena semakin hari Renjun sudah kembali mendapat nafsu makannya.

"Kau belum pulang?" Renjun menunjuk seragam Jaemin, dan tas Jaemin yang tergeletak di kursi.

Jaemin menggeleng. "Aku ingin segera kemari, ingin lebih banyak menghabiskan waktu denganmu. Seminggu terakhir ini kita jarang berbicara." Memang karena saat Jaemin datang, Renjun selalu hendak beristirahat setelah meminum obat. Dan Jaemin tak bisa di sana sepanjang hari ataupun malam, ia masih seorang pelajar.

"Kau tidak melewatkan kelas melukismu kan?" Tanya Renjun lagi.

"Tidak, kemarin aku agak malam kemari karena harus pergi ke klub dulu. Dan saat aku kemari kau sudah tidur." Tutur Jaemin sambil menatap mata Renjun yang terlihat mulai sayu.

"Kau mengantuk, sleep angel." Jaemin menatap Renjun penuh kasih. Dan Renjun tersenyum melihat tatapan itu yang hanya tertuju untuknya.

"Besok weekend, dan aku berencana mengajakmu berkeliling di sekitar rumah sakit." Ujar Jaemin kemudian.

"Benarkah?" Renjun bertanya antusias. Dan senyumnya semakin mengembang mendengar jawaban Jaemin. "Iya."

"Okay, aku harus mengumpulkan energiku untuk besok." Renjun membenahi letak selimutnya, bersiap untuk tidur.

"Ya. Aku akan kemari pagi-pagi, untuk menemanimu sarapan." Sudah lama Jaemin tak menemani Renjun sarapan, karena di pagi hari ia harus kesekolah.

Renjun mengangguk kecil karena posisi berbaringnya.
"Kau tidak mau memberiku ciuman dulu?" Renjun terkikik geli setelah mengucapkan itu.

"Aku tidak akan melewatkannya." Jaemin menunduk untuk mencium bibir Renjun. Tersenyum dalan pagutannya saat merasakan Renjun juga tersenyum.

"Kau senang?" Tanyanya saat ciuman itu usai.

"Tentu saja. Sudah lama aku tidak merasakan angin musim semi, dan besok aku akan mendapatkannya." Jawaban senang milik Renjun, membuat Jaemin ikut bahagia.

Keesokan harinya Jaemin datang dan ia langsung panik saat memasuki ruangan, Renjun tidak ada di ranjangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya Jaemin datang dan ia langsung panik saat memasuki ruangan, Renjun tidak ada di ranjangnya. Ia hendak berbalik untuk menanyakan keberadaan kekasihnya itu pada perawat. Namun suara pintu kamar mandi yang terbuka menahannya, dan betapa leganya Jaemin saat melihat Renjun berdiri disana.

Berdiri?

"Renjun!" Jaemin berlari menghampiri Renjun, takut jika kekasihnya kembali jatuh karena tak bisa menahan berat badannya sendiri.

"Aku baik-baik saja." Ujar Renjun saat Jaemin mengangkat tubuhnya dalan gendongan.

"Kenapa tidak meminta bantuan?" Jaemin mendudukkan Renjun di ranjang, lalu mengusap pipi Renjun dengan raut khawatir yang terlihat jelas.

Renjun balas mengusap pipi Jaemin, meyakinkan dirinya baik-baik saja. "Aku hanya ke kamar mandi, aku bisa melakukannya sendiri."

Jaemin berdecak. "Aku khawatir." Jaemin menyugar rambutnya, lalu matanya melihat mangkuk yang terlihat sudah separuh kosong. Dan Jaemin yakin itu bukan bekas makan malam.

"Kau bahkan sudah sarapan. Kau juga melakukannya sendiri?" Jaemin kembali bertanya.

"Tidak. Ayah membantuku."

Jaemin menghela napas. Tidak lagi berbicara, ia memilih nengajak Renjun keluar. Sesuai janjinya, ia membantu Renjun duduk di kursi rodanya. Mendorongnya dari belakang untuk mulai keluar dari ruangan tersebut.

Renjun tak bisa melepas senyum senangnya saat mulai melewati lobby rumah sakit yang beberapa sudutnya diberi tanaman untuk hiasan juga penyegar.
Renjun tak sabar ingin segera keluar untuk melihat pepohonan asli juga langit nyata yang tidak hanya ia lihat lewat jendela saja.

"Jaemin. Kita kemana?" Kursi rodanya diarahkan kearea samping rumah sakit.

"Mencari tempat yang nyaman." Jawab Jaemin.

Setelah menemukan tempat yang pas menurut Jaemin, ia berhenti. Ia dan Renjun duduk berdampingan disebuah kursi panjang di salahsatu taman untuk para pasien rumah sakit. Senyuman Renjun tak lepas sejak melihat pepohonan juga bunga sakura yang cantik.

"Udaranya mulai hangat." Renjun bergumam, sebenarnya tak aneh karena musim panas akan segera tiba.

"Renjun kau sudah mulai melakukan fisioterapi?" Pertanyaan itu membuat senyum Renjun lenyap, pertanyaan Jaemin terlalu tiba-tiba.

"Huh?"

"Kau sudah bisa berdiri dan ke kamar mandi sendiri." Jaemin mulai mengungkit kejadian tadi, dan ia hanya bisa bertanya-tanya kenapa Renjun tak pernah membahas mengenai terapinya itu pada Jaemin.

Renjun diam, menautkan jari-jarinya sendiri. Ia menunduk, tak berani menatap Jaemin. Renjun dapat mendengar nada kecewa dari ucapan Jaemin.

Jaemin mengartikan diamnya Renjun sebagai jawaban iya. "Kenapa tidak mengatakannya padaku?" Jaemin kembali kecewa pada dirinya sendiri, karena tidak mengetahui apapun mengenai orang yang ia cintai.

"Kau akan sibuk sekolah, Jaemin. Aku tak mau merepotkanmu." Renjun memainkan jarinya.

Jaemin tiba-tiba memeluk Renjun, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pemuda Huang. "Maaf aku selalu melanggar janjiku." Ujarnya dengan lirih, ia kembali mengingat kelakuannya yang melupakan jadwal check up Renjun.

"Tidak. Itu aku yang tidak memberitaumu tentang fisioterapi itu." Kini Renjun juga mulai menyesal karena tidak mengatakannya pada Jaemin, setelah melihat raut sedih Jaemin.

"Apa itu alasan kau selalu kelelahan setiap harinya?" Jaemin bertanya dengan masih memeluk Renjun.

Renjun mengangguk. Dan Jaemin kembali merutuk untuk dirinya sendiri karena tak menemani Renjun disaat tersulitnya.

"Jaemin, berhenti mengendusnya." Renjun menjerit saat merasakan Jaemin menghirup aromanya dengan berlebihan.

"Ini menyenangkan." Jaemin tetap melanjutkan aktifitasnya, sesekali tersenyum mendengar gerutuan Renjun yang terdengar lucu.

"Itu geli, Na." Renjun mencoba menjauhkan wajah Jaemin dari lehernya, namun Jaemin justru semakin menarik tubuhnya mendekat.

Jaemin kini memberi kecupan-kecupan ringan di sepanjang leher Renjun. Renjun sibuk menatap sekitar, memastikan tidak ada yang menatap mereka aneh.

"Sweety, kau tidak mau mengganti warna rambutmu?" Jaemin menatap wajah Renjun yang terlihat mengagumkan di bawah sinar matahari.

"Kenapa memangnya? Apa aku buruk dengan warna ini?" Renjun menyentuh ujung rambut peraknya.

"No! Kau menawan dengan warna ini. Tapi bukankah warna rambut kita terlihat mirip?" Jaemin sering merasa warna rambutnya dan Renjun sama.

"Dan kenapa tidak kau yang mengganti warna rambut, Jaemin?" Renjun mengatakan kebingungannya.

"Karena aku ingin melihatmu mengubah warna rambutmu." Jaemin tersenyum membayangkan Renjun mengubah warna rambutnya.

"Apa? Hitam?" Renjun memiringkan kepalanya menerka warna yang diinginkan Jaemin untuknya.

"Tidak. Pink will look cute on you." Jawab Jaemin sambil tersenyum hangat pada Renjun.

O r a n g e ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang