34. I believe in you

2.9K 355 11
                                    

Renjun tersenyum lebar saat Jaemin mengantarnya masuk kelas, bahkan menemaninya hingga duduk di kursinya. Jaemin bilang, ia khawatir Renjun akan jatuh karena cara berjalan Renjun yang aneh. Oh, God. Jelas-jelas langkah Renjun terkesan aneh itu karena ulah  Jaemin sendiri, karena kegiatan mereka semalam.

"Nanti saat bel istirahat, jangan dulu keluar kelas sebelum aku kemari." Peringat Jaemin sambil mengusap kepala Renjun.

"Iya, iya. Kau sudah mengatakannya beberapa kali, Na." Ujar Renjun.

"Aku ke kelas dulu." Jaemin mengecup pipi kanan Renjun sebelum pergi ke kelasnya sendiri.

"Kau tidak kasihan melihat mereka?" Renjun menoleh pada Haechan yang menunjuk teman-teman sekelasnya, yang dari tadi menahan pekikan iri melihat interaksi manis Renjun dan Jaemin.

"Tidak, lagi pula kita memang seperti itu bukan?!" Renjun bertanya acuh.

"Terserahlah, eh tapi kalau tidak salah ingat bukankah kemarin kau menangis karena Jaemin?" Haechan ingat kemarin Renjun terlihat begitu murung dengan mata bengkak khas orang yang sudah menangis, juga Haechan dengar dari orang kalau pasangan itu bertengkar di koridor.

"Iya, tapi setelah itu kita baik-baik saja." Jawab Renjun.

"Kau tidak mau menanyakan kenapa kita bertengkar?" Renjun kembali berbicara.

"Kenapa?" Tanya Haechan.

"Aku tidak mau mendengar penjelasan Jaemin tentang Jeno, tapi setelah dipikir kembali bukankah aku begitu egois?! Jadi aku meminta sendiri Jaemin menceritakan tentang Jeno." Renjun tersenyum, kini ia tak merasa terbebani lagi berbicara mengenai sosok yang sempat menemani hari-hari Jaemin itu.

"Dan apa yang kau dapat dari cerita Jaemin?" Haechan kembali bertanya, penasaran sampai sejauh mana cerita yang Renjun ketahui.

"Jeno bukan kekasih Jaemin, mereka hanya bersahabat. Juga—"

"Kubilang itu bukan saat kau bertanya padaku? Kau tidak percaya?" Haechan berujar, memotong ucapan Renjun.

"Karena Chenle bilang mereka itu sepasang kekasih, dan jelas aku lebih percaya Chenle dari padamu." Mendengar jawaban Renjun, Haechan memijit pelipisnya pelan.

"Jadi kau tau Jeno dari Chenle?"

"Iya. Dia memberitauku saat aku mengatakan kalau aku menjalin hubungan dengan Jaemin." Renjun memutar kembali ingatannya.

"Bocah itu hanya mendengar gosip orang-orang." Gerutu Haechan, ia masih kesal karena Renjun tak mempercayainya.

"Dan apalagi yang Jaemin katakan mengenai Jeno?" Haechan bertanya lagi.

"Semuanya, tentang Jeno yang mengalami kecelakaan. Ah, Jeno juga satu klub lukis denganku." Renjun memekik senang di akhir kalimatnya, tiba-tiba ia begitu senang mengingat dirinya sebenarnya pernah satu kelas dengan sahabat dari kekasihnya.

"Ya memang, kau saja yang tidak sadar." Haechan memukul lengan Renjun gemas, karena Renjun yang begitu tak tau apa-apa tentang lingkungan sekitarnya.

"Ish, sakit." Renjun balas memukul punggung Haechan.

"Coba aku tidak se-apatis itu, mungkin aku sempat mengenal Jeno. Mendengar cerita Jaemin, sepertinya akan sangat menyenangkan kalau Jeno menjadi temanku juga." Kata Renjun.

"Aku sangat yakin Jeno pernah menyapamu beberapa kali." Haechan ingat, dulu Jeno sempat bertanya pada Mark mengenai pemuda yang selalu bertengkar dengan Haechan.

"Mungkin, tapi Jaemin bilang sebelum kecelakaan Jeno sempat berencana mengajakku berkenalan." Renjun menyayangkan kecelakaan itu terjadi.

"Ah, kupikir kalau Jeno masih ada. Persahabatannya dan Jaemin akan terancam hancur karenamu." Haechan tak mengerti pada dirinya sendiri mengapa mengatakan hal itu, jelas-jelas tak penting.

O r a n g e ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang