26

760 98 15
                                    


Seorang lelaki sejati tidak pernah menyakiti seorang wanita. Hati-hatilah saat kau membuat seorang wanita menangis, sebab Allah menghitung tetesan air matanya.











Hari-hari berlalu dengan Jeongwoo yang selalu ikut bimbel, ia juga sudah jarang menemui Yena mau itu di dalam atau luar sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-hari berlalu dengan Jeongwoo yang selalu ikut bimbel, ia juga sudah jarang menemui Yena mau itu di dalam atau luar sekolah. Jujur saja kesibukan sekolahnya benar-benar menyulitkan dirinya untuk menemui Yena.

Setelah selesai bimbel pun Jeongwoo langsung beristirahat di rumahnya, bukan di apartemen. Jika di apartemen tidak akan ada yang mengurusnya, jika makan juga harus delivery terlebih dahulu.

"Jeongwoo."

Jeongwoo yang tengah merebahkan tubuhnya di atas kasur sepulang bimbel, ia mendongak mendengar suara ibunya yang memanggil namanya. Ia mendengus dan beranjak dari atas kasur.

"Ada apa?" tanyanya setelah membuka pintu kamar.

Jennie Vania tersenyum manis ketika putranya muncul. "Ayah mau bicara sama kamu."

Jeongwoo mendengus lagi, lantas ia berlalu begitu saja melewati ibunya. Berjalan ke arah tangga dan menemukan Ayahnya tengah duduk di ruang tamu dengan ditemani secangkir kopi.

"Duduklah, ada yang mau Ayah bicarakan sama kamu." Hanbin Aldebara menunjuk sofa yang ada di depannya, menyuruh anak semata wayangnya itu untuk duduk di sana.

"Kamu sudah memikirkan keputusan kamu?" tanya Hanbin langsung dan hal itu membuat Jeongwoo mendesah berat.

Jeongwoo sudah tahu pasti Ayahnya akan membahas hal ini.

"Jeongwoo, jawab," desak Hanbin karena anaknya tak kunjung menjawab.

"Jeongwoo gak tau, Yah," jawabnya singkat.

Hanbin mendengus, menatap putranya dengan tegas. "Kamu harus secepatnya memberikan jawaban kepada Ayah, meskipun kamu tidak mau Ayah akan tetap mengirim kamu ke Jerman."

Jeongwoo yang tadinya menunduk, kini mendongak menatap Ayahnya tidak percaya. "Kenapa bisa kayak gini? Ayah bilang akan mengirim Jeongwoo kalo Jeongwoo setuju."

"Ini demi kebaikan kamu, demi masa depan kamu."

"Ayah, percuma Jeongwoo ke sama kalo akhirnya Jeongwoo pasti nerusin perusahaan Ayah."

"Kalo kamu tau akan menggantikan Ayah kamu harus punya ilmu, percuma kamu menjadi CEO kalo otak kamu kosong."

Jeongwoo menatap Ayahnya tajam, "Jeongwoo udah lakuin apa yang Ayah mau, dari ikut bimbel, les sana-sini. Apa itu belum cukup? Waktu Jeongwoo buat istirahat juga sedikit, Ayah pikir Jeongwoo gak pusing lakuin itu semua!"

Jennie yang baru turun tangga langsung menghampiri putranya, mendengar putranya yang menaikkan nada bicara kepada suaminya.

"Sayang, jaga nada bicara kamu," ujar Jennie sembari mengelus pelan punggung putranya.

PELAMPIASAN ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang