TMK-20

324 28 2
                                    

Di sebuah tepi pantai, lagi lagi Cintya menyendiri mengenang adiknya. Tak jauh dari tempat Cintya duduk, ada Arno yang mengamati gadisnya dari kejauhan.

Dia mengantar Cintya kesini. Arno menoleh saat ada yang menepuk bahunya pelan. "Emi?" ucapnya terkejut berdiri dan berbalik menghadap Emi.

Emi memberikan sebuah lampion siap terbang pada Arno. "hibur cewe lo, jangan sampe larut dalam kesedihan" ucap Kevin tiba tiba muncul.

Emi tau satu kebiasaan Cintya dari orang kepercayaan Daddynya bila Cintya suka sekali menyendiri di pantai hingga hari beranjak malam. Ia tak suka melihat orang sedih dan menyiapkan sesuatu Cintya.

Dilihatnya Cintya yang menerima lampion tadi dan mereka pun bersiap melepas lampionnya. Saat lampion mengudara, banyak lampion lain yang ikut terbang. Dari arah pantai maupun laut, banyak lampion yang mengudara buat pemandangan malam sangatlah indah. "jangan sedih, gua tau adek lo gak bakal suka liat lo sedih kek tadi" ujar Emi sedikit berteriak.

"can you be my lover up until the very end?" tanya Arno menatap lekat Cintya.

"terima kalo punya rasa yang sama, tolak kalo gak cinta" teriak Emi dari kejauhan. Mereka berdua masih setia beradu tatapan mata. Arno menaikkan satu alis seakan bertanya 'jadi?' dan akhirnya Cintya tersenyum dan mengangguk.

Kevin bertepuk tangan heboh melihat dua insan yang baru jadi sepasang kekasih. "btw kita kapan Em?" tanya Kevin iseng.

"lampionnya keren" celetuk Emi sengaja tak ingin membahas tentang sesuatu yang berbau romance. Kevin berdecak kesal memalingkan wajah ke arah lain, "ngeselin banget sih" gumam Kevin.

Emi mendengarnya, ia hanya bisa menghela nafas kasar. Ia berfikir, kenapa ia jadi seperti orang gila bila melihat seseorang yang sedang bermesraan? Ia mendadak gila melihat sesuatu yang berbau romance!

"nanti nanges... Kalo gua diambil orang" celetuk Kevin cemberut mengamati pemandangan pantai. "kalo bukan jodoh, gua harus gimana?" sahut Emi melangkah pergi.
"Ar, jan pulang terlalu larut!" pesan Emi sebelum pergi.

Kevin menyusul Emi sambil sesekali menggerutu, "ck, tunggu elah"

"lambat" ledek Emi.

"kalo mau cepet, gua bawa kabur lo ke KUA!" kesal Kevin mempercepat langkah. "ngapain ke KUA?" bingung Emi menghentikan langkahnya.

"halalin lo lah," jawab Kevin cepat.

"eh! Jangan ngelangkahin gua ya, kalian belum dapet restu dari gua!" sahut Arno yang tak jauh dari mereka buat Kevin menoleh. "mangkanya cepet nikahin Cintya biar gua bisa nikahin adek lo!"

Emi memukul pelan bahu Kevin buat sang empu meringis, "lo kira gua mau gitu!" kesal Emi menatap tajam Kevin.

"kalo gak mau gua ya ambil jalan pintasnya aja, kan bisa--"

"gua lempar lo ke laut kalo macem macem sama Emi!" sahut Arno menatap garang Kevin. "sebelum di lempar ada baiknya di tebas palanya" ucap Emi menimpali ucapan Arno seraya menyunggingkan senyum miring.

Kevin diam menatap datar Emi, "ayo ikut!"

Emi di tarik paksa Kevin ke arah jalan keluar area pantai, "woy! Mau lo bawa kemana adek gua?!"

"KUA... Ya pulang lah" sahut Kevin terlampau kesal.

Dasar twins killer, becandanya bukan harta maupun tahta lagi, tapi nyawa.
Tapi bagaimana pun, ia jadi tambah sayang pada Emi. Sekalipun ia mati, ia rela. Asalkan Emi yang membunuhnya.

Ekhem! Belom jadi udah bucin lo tong!

**

Key berada di perjalanan menuju kediaman Ardalea. Jelas bukan kehendaknya, karena ia di telpon oleh Yelia agar ia mampir setelah pulang dari kantor.

Rencananya ia tak akan pergi kesana kecuali saat nanti akan menjemput Yelia pulang, tapi ini di luar rencana.

Mobil sport birunya mulai memasuki pekarangan rumah. Ia turun dari mobil, raut datar juga kesal langsung terlihat jelas. Ia masuk dalam rumah mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Mamanya. Kenapa sepi sekali? Apakah ia harus menggunakan pistolnya agar penghuni rumah muncul dihadapnnya?

Tak terfikir olehnya untuk duduk atau memanggil penghuni rumah, ia memilih menelpon Mamanya saja.

'Mama dimana?'

'kamu udah nyampe? Mama lagi di halaman belakang'

'ow, yaudah'

Sambungan terputus, ia pun segera menuju halaman belakang. Dari ambang pintu, ia bisa melihat bila ada Papa, Mama juga kakak beserta iparnya yang sedang duduk sambil bercanda. "Mama" panggilnya  berjalan ke arah Mamanya sembari menenteng kantong plastik putih. Langkahnya berhenti tak jauh dari gazebo tempat mereka duduk.

"sini" panggil Yelia mengulas senyuman. Tapi Key malah menggeleng kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain. Yelia paham, putrinya tak ingin mendekat ke arah Papa juga kakaknya. Mau tak mau ia menghampiri Key sementara yang lain hanya mengamati tanpa mau membuka suara. "kamu bawa apa?" tanyanya saat berada di hadapan Keyla.

"apel... kenapa Mama suruh aku ke sini," tanya Key mulai merasa tidak nyaman. "gak mau duduk dulu?" Key menggeleng. "Key, mereka masih keluarga mu"

"no," Key lagi lagi memalingkan wajahnya. Ia tak sanggup melihat tatapan Yelia yang penuh harap, "katanya mau lakuin apapun buat Mama" ujar Yelia sembari mengusap halusnya pipi Keyla.

"ya, apapun yang Mama minta, aku akan berusaha buat memenuhinya tapi pleace..." Key memegang kedua tangan Yelia sambil memaksakan bibirnya untuk tersenyum, "jangan paksa Key untuk kembali menjalin hubungan yang udah gak ada" lanjutnya.

Leo bangkit untuk menghampiri Key dan Mamanya namun berhenti saat Key melihatnya lalu berjalan mundur seakan memberi jarak. "Key... Gak bisakah kamu kasih kakak kesempatan buat perbaiki semuanya?" tanya dengan penuh harap.

Key hanya bisa menunduk, "biarkan waktu yang menjawabnya" ucapnya pelan. Ia kembali menatap Mamanya lalu memeluknya singkat.

"aku pulang dulu Ma, lusa aku jemput"  pamitnya.

Tbc...

THE MONSTER KILLER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang