Ivan Menyebalkan!

103 8 0
                                    

Part 13

Ivan Menyebalkan!

🍂🍂🍂

Ivan tak sekali pun melepas genggaman tangannya. Sepanjang jalan, sejak dari rumah sampai ke taman kompleks kami saling bergandengan.

Banyak pasang mata, terutama para ibu-ibu tetangga kompleks yang melihat kami lewat. Mereka ada yang tersenyum, menggodaku, bahkan ada juga yang terlihat tidak senang. Entah karena apa.

“Ciee ... penganten baru jalan pagi, ye?”

“Mpok jadi inget lagi muda dulu, lagi anget-angetnya.”

Ada juga yang dengan bergumam, “Kayak pangeran sama Upik Abu.” Suaranya sedikit keras, hingga aku masih bisa mendengar.

Terserahlah, aku tak mau ambil pusing. Toh, Ivan juga tidak terganggu dengan semua lontaran yang bikin telinga sakit itu.

Sesampainya di taman, Ivan mengajakku untuk lari di joging track. Suasana hari Minggu di taman memang selalu ramai. Ada yang sedang senam aerobik, joging, atau sekadar bersantai bersama keluarga.

Taman yang bersih, rapi, dan tertata memang membuat betah para warga. Beberapa bahkan ada yang datang dari luar kompleks perumahan ini. Ada beberapa stand makanan ringan yang menambah ramai tempat ini.

Langkah lebar dan panjang Ivan, sulit sekali kuimbangi. Semakin lama, aku tertinggal semakin jauh. Peluh bercurcuran dan napas yang sudah setengah-setengah, memaksaku untuk istirahat sejenak.

Kutahan tubuh dengan dua tangan bertumpu di lutut. Terlihat Ivan yang berlari semakin jauh. Aku melangkah gontai, mengikuti dengan susah payah. Badan sudah capek, sekarang ditambah dengan celetukkan para gadis bahkan ibu-ibu yang membuat panas telinga.

“Ganteng, ya? Badannya itu loh, pelukabel banget.”

“Kulitnya putih, pasti licin tuh. Palagi tuh lihat, tangannya keker bangeettt ....”

Apa Ivan sengaja memakai baju tanpa lengan begitu? Pamer otot biceps-nya?

Para wanita muda yang memandang Ivan itu enggan berkedip. Beberapa bahkan tak tahu malu, melambai pura-pura menyapa.

Rasanya ingin sekali aku ... hiih!

Aku tak bisa melihat bagaimana wajah Ivan menanggapi rayuan mereka. Tapi, satu yang membuatku kesal.

Ivan meninggalkanku. Dia tidak peduli padaku yang tertinggal jauh di belakang.

Dasar gak punya perasaan!

Daripada capek kaki, capek hati, lebih baik aku istirahat saja. Duduk berselonjor di atas rumput hijau.

Tenggorokan benar-benar kering. Aku butuh minum, cairan tubuh pasti banyak terbuang lewat keringat.

Menengok ke sebelah timur, ada sebuah stand minuman dingin yang terlihat menyegarkan. Hampir saja pergi ke sana, barulah teringat kalau sejak pergi tadi aku tak membawa uang sepeser pun.

Ivan tadi menarikku dari kamar, tanpa membawa dompet mau pun ponsel. Tambah kesal ‘kan jadinya!

Aku menunduk, dan menghela napas lelah. Tangan mencabut helaian rumput dengan kasar, anggap saja pelampiasan.

Ivan benar-benar lupa padaku. Dia sendiri yang ngajak, dia sendiri yang ninggalin!

“Capek?”

Kuangkat kepala dan mendongak, saat suara datar itu terdengar. Ivan berdiri menjulang, dengan tangan memegang  handuk kecil, satu lagi memegang botol air mineral.

Utang BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang