P A R T 1 3

18 2 0
                                    

Hari ini Mahesa bangun lebih pagi dari biasanya. Seperti yang dia katakan kemarin, dia akan menjemput Nayna untuk berangkat ke sekolah bersama.

Turun dari ranjang dia langsung berjalan menuju kamar mandi. Setelah kurang lebih 15 menit di kamar mandi Mahesa keluar dengan handuk yang melilit dipinggangnya.

Dia berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil seragam sekolah lalu memakainya. Setelah selesai memakai seragam dia berdiri di depan kaca yang ada dikamarnya.

“Gila gila. Ganteng banget sih gue.” Puji Mahesa kepada dirinya sendiri. Kalian juga pasti pernah melakukannya bukan ?

Tanpa merapikan seragam dan menyisir rambutnya, Mahesa langsung turun menuju meja makan. Di sana sudah ada Mamanya yang sedang menata makanan di atas meja dibantu oleh Mbok Sri, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di rumah Mahesa.

“Pagi Mama.” Sapanya pada Gina sembari mendudukan diri di kursi.

“Pagi ganteng, tumben kamu udah turun.” Balas Gina.
Mahesa menampilkan deretan gigi putihnya. “Udah dong, Ma. Biasanya juga jam segini udah turun aku.”

“Mana ada. Biasanya jam segini masih mandi kamu.”

Mahesa mencebikkan bibirnya sebal. “Mama mah kalo anaknya lagi rajin itu dipuji Ya ampun anak mama yang ganteng udah siap ya, atau gimana gitu. Lah ini malah ditumben – tumbenin.”

“Halah maunya kamu itu mah.” Lalu Gina mengambilkan nasi serta lauk pauk untuk Mahesa juga Tio – Papa Mahesa – meskipun suaminya masih berada di kamar.

“Papa mana, Ma ?.” Tanya Mahesa sebelum menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.

“Masih di kamar. Bentar lagi juga turun.” Jawab Gina.
Tak berselang lama Tio bergabung di meja makan dengan setelan kantornya yang terlihat rapi. Berbanding terbalik dengan penampilan anaknya. Seragam tidak dimasukkan, rambut yang setengah basah dan tidak disisir sama sekali.

“Pagi sayang – sayangnya Papa.” Sapa Tio kepada Gina dan Mahesa sembari mencium pipi Gina kilat.

“Pagi Pa.”

“Pagi Pa. Tapi ga usah cium – cium Mama di depan aku deh.” Protes Mahesa. Sebagai jomblo dia tentu merasa penyakit uwuphobianya mulai kambuh jika melihat pemandangan seperti ini.

Tio tertawa, “halah biasanya juga gini. Tumben kamu udah siap, Sa.”

“Udah dong, Pa. Mahesa gitu.”

“Seragamnya dimasukin dong, Sa. Rambutnya juga itu, disisir dulu biar rapi.” Ujar Gina.

Mahesa mengendikkan bahunya acuh, “biarin Ma. Biar makin keren.” Ujar Mahesa dengan percaya diri. Tapi memang dirinya terlihat keren dengan penampilan yang bisa dibilang sedikit berantakan ini.

Setelah menyelesaikan sarapan terlebih dahulu, Mahesa langsung pamit kepada Mama dan Papanya.

“Mahesa berangkat dulu ya, Ma.” Mahesa mengulurkan tangan kepada Mamanya, “loh mau langsung berangkat kamu ?.” Tanya Gina heran.

“Iya, Ma. Takut kesiangan.” Jawab Mahesa dengan senyum yang mengembang sempurna dan itu membuat Gina dan Tio curiga.

“Kok mukanya seneng banget gitu sih, punya pacar ya ?.” Tanya Tio penuh selidik.

Mahesa langsung menetralkan raut wajahnya lalu berdehem pelan. “Mana ada. Mahesa masih jomblo ya.”

“Terus ?.”

“Ya enggak terus – terus. Udah ah Mahesa mau berangkat, udah ada yang nungguin.” Ujar Mahesa cepat lalu berlari menuju garasi untuk mengambil motornya meninggalkan kedua orang tuanya yang saling pandang karena heran dengan tingkah anak semata wayangnya.


---
“Dek lo mau pake motor yang mana nanti ?.” Tanya Bara sembari mengunyah makanan yang ada di mulutnya.

Nayna yang fokus pada makanannya beralih menatap Bara yang duduk di sampingnya. Dia menggeleng pelan, “ngga pake motor.”

“Mau pake mobil ?.” Nayna menggeleng lalu menelan makanannya. “Gue dijemput Mahesa.” Jawab Nayna membuat Bara tersedak. “Apa banget sih lo, timbang denger gue dijemput Mahesa aja pake keselek.” Cibir Nayna sembari menepuk pelan punggung Bara dan menyodorkan Air Putih yang langsung diminum oleh Bara.

Ayah dan Bunda sontak memandang penuh pada Nayna membuat Nayna mengernyitkan dahinya. “Ayah sama Bunda kenapa ?.”

“Beneran Mahesa mau jemput ?.” Bukan Bunda yang bertanya, tetapi Ayah Pramudya.

Nayna mengangguk dengan alis yang bertaut. “Iya, Yah. Kenapa sih emang ?.”

“Ya enggak. Tumben – tumbenan ada yang mau jemput kamu. Apa jangan – jangan kamu maksa Mahesa ya ?.” Tanya Bunda curiga.

Bolehkah Nayna menghilang saat ini juga ? Kuingin marah, melampiaskan. Tapi ku hanyalah ... ah entahlah Nayna sungguh kzl! Saat ini.

“Bunda jangan solimi ya. Mahesa kemaren pas mau pulang bilang mau jemput aku sih.”

Bunda tidak menyahut dia hanya mengendikkan bahunya acuh. Lalu terdengar suara bel berbunyi. Naynapun bergegas membuka pintu. Dan ternyata benar dugaannya, Mahesa yang datang.

“Ayok, masuk dulu. Pamit sama Ayah Bunda.” Nayna menarik tangan Mahesa menuju meja makan, lalu menyuruh Mahesa duduk di sampingnya.

“Pagi Om, Tante, Bang Bara.” Sapa Mahesa sopan. Ayah mengangguk dan tersenyum, begitu juga dengan Bara.

“Pagi, Sa. Udah sarapan belum kamu ?.”

Mahesa mengangguk singkat. “Udah tadi, Tante.”

“Beneran udah ? ngga lupa lagi ?.” Tanya Nayna menatap Mahesa.

Mahesa terkekeh ternyata Nayna ingat kejadian tempo hari. “Beneran udah kok, ngga lupa.”

“Yaudah yuk Sa. Berangkat, gue udah selesai.” Ajak Nayna lalu berdiri dan berpamitan kepada Orang Tua dan Abangnya.

Mahesa mengangguk lalu ikut berpamitan, “Berangkat dulu Tante, Om.”

“Iya hati – hati ya, ga usah ngebut.” Peringat Bunda dengan halus yang diangguki oleh Mahesa.

“Yok Bang, gue duluan.” Pamitnya kepada Bara yang direspon dengan acungan jempol.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang