11 air panas

3.5K 440 32
                                    

Jeno duduk di bangku panjang. Dia memejamkan matanya. Mengambil nafas yang panjang lalu membuang nafas dengan kasar. Agak sedikit lega, tetapi dalam hati tetap tak tenang. Melihat kejadian yang belum pernah dia liat sebelumnya, membuat dia menjadi panik sejadi-jadinya. Dia selalu melihat Donghyuck tersenyum, bahkan tertawa. Sekarang dadanya menjadi sesak. Rasanya tak terima kalau Donghyuck yang harus berbaring di rumah sakit.

"You're doing well, Jeno." Seseorang sedari tadi sudah duduk disebelahnya untuk menemani rasa kekecewaannya. Apakah dia sudah bekerja dengan baik? Tentu saja tidak. Kalau sedikit saja Jeno terlambat, dia gak akan tau skenario buruk selanjutnya seperti apa.

"I'm not. Dia hampir mati karena gua." Suara Jeno tiba-tiba menjadi berat. Dia membuka matanya dengan tatapan kosong. Tak bisa berpikir jernih sampai sekarang. Pikiran buruk selalu saja mengitari kepalanya.

Setelah melalui banyak pemeriksaan, Donghyuck memiliki infeksi di daerah usus buntu dan menjadi meradang. Mungkin keberuntungan berpihak pada Donghyuck karena belum pada tahap yang membahayakan. Hanya membutuhkan treatment ekstra yaitu operasi agar tak terjadi lebih buruk lagi.

Jeno banyak menghela nafas bahwa rasanya tak adil Donghyuck yang terlihat sehat, lebih sehat darinya, secara tiba-tiba menghadapi situasi besar seperti ini. Bahkan dia tak terlihat sakit sama sekali.

Jeno melihat orang yang disebelahnya. Orang yang ia telpon untuk meminta tolong untuk Donghyuck mendapatkan pertolongan pertama, "He's healed me better than anyone, Somi. Gue belum siap sama kejadian buruk."

Somi bisa merasakan bagaimana rasa yang dirasakan oleh Jeno sekarang. Gelisah, satu kata yang digambarkan pada dirinya. Cukup lama bagi seorang Jeno agar bisa memerima baik seseorang dalam hidupnya. Somi sangat bisa menebak, betapa besar peran orang yang Jeno bawa dalam keadaan kritis hanya seorang diri.

Somi tersenyum, "Banyak kabar yang gue lewatin tentang sepupu kesayangan gue. Ternyata orang ini baik-baik aja. Gue lega." katanya dengan pembawaan tenang.

Somi langsung menarik telapak tangan Jeno. Menguatkan Jeno yang sedang gelisah agar bisa lebih baik perasaannya. Dia menatap Jeno penuh keyakinan, "Kondisi tubuh Donghyuck semuanya normal. Memungkinkan operasi nanti bakal berjalan dengan lancar. Lo percaya sama gue kan? Bahkan gue lebih pinter daripada lo, jadi lo harus percaya sama omongan gue tadi."

Jeno tertawa kecil. Setidaknya Jeno meminta bantuan ke orang yang tepat yaitu sepupu terdekatnya berprofesi sebagai dokter. Belum menjadi spesialis, masih ditingkat sebagai residen. Tapi Jeno tak akan henti bersyukur kalau sepupunya bisa memiliki peran yang sangat besar.

Somi melihat ponselnya yang terus berbunyi. Ia langsung berdiri, "Gue harus balik, ada panggilan darurat. Jangan lupa makan. Muka lo juga pucet."

Somi juga memberikan kimbap segitiga yang ada di saku jasnya untuk Jeno makan. Bukan karena sengaja, tapi memang sedari tadi ada di saku jas putihnya jaga-jaga ada kejadian darurat seperti sekarang tak sempat untuk makan. Kimbap segitiga berharganya diberikan spesial untuk sepupunya, karena Jeno yang lebih membutuhkan asupan saat ini.

Jeno menggeleng. Dia sudah punya prinsip dan dia sudah bertekad penuh, "Makasih, Som. Tapi gue mau nemenin Donghyuck puasa sampe dia dibolehin makan."






🔥🔥🔥






Donghyuck membuka matanya. Rasa sakitlah yang membangunkannya. Mungkin obat pereda nyerinya sudah menghilang. Dia mencari bahan untuk melampiaskan rasa sakitnya. Tapi tangannya sudah dikunci oleh genggaman Jeno yang sekarang sedang tertidur dengan posisi lengan kiri untuk menopang kepalanya.

Hot Water🔥 • nohyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang