22 -- Melangkah atau menyerah?

12 6 3
                                    

Ketika masalah hidup semakin besar dan terasa sulit untuk dihadapi, seseorang biasanya hanya akan memiliki dua pilihan. Terus melangkah atau menyerah.

.
.
.
.

"Rey, kau baik-baik saja sekarang?"

Rey menoleh ke arah suara, lalu tersenyum kecil. "Hal mana yang sedang kau bicarakan, Mister?"

Raksa duduk di sebelah Rey dan menyodorkan secangkir kopi untuk Rey.

"Tentang Kevin, tentangmu, dan semuanya. Sejak kau mengetahui fakta itu, kau jadi murung seperti ini. Kau mencoba untuk membuat Delina memaklumi semua kelakuan Kevin, tapi kau lupa dengan perasaanmu sendiri."

Rey menerima kopi yang Raksa berikan, kemudian menghela napas. "Aku tidak baik-baik saja sekarang, semua hal buruk datang secara bersamaan. Aku kehilangan papah, kehilangan mamah, dan juga kehilangan Kevin. Cukup diriku yang merasakan kemalangan ini, jangan dengan orang lain juga. Cukup diriku yang terluka, jangan orang lain juga. Mr. Raksa, ini adalah masalahku dengan Kevin, biarkan aku menyelesaikan ini tanpa campur tangan kalian semua. Semuanya berawal dari papah yang mencoba untuk membuatkan seorang sahabat lain ketika Zulfan dan Ando tak ada di sisiku. Kalau saja waktu itu papah mau menunggu Kevin kembali dari Las Vegas, semuanya tak akan menjadi begini. Mister, tolong katakan pada temanmu dan juga Ansabella. Katakan pada mereka agar tidak ikut campur dalam masalahku kali ini," ucapnya panjang lebar.

Rey beranjak dari bangku, lalu memilih kembali ke kamar untuk mandi. Hari sudah mulai sore dan dia juga harus segera pergi untuk menemui Mrs. Anne di kantor pusat penelitian kota.

.
.
.
.

"Selamat sore Mrs. Anne ..."

"Selamat sore juga, Rey. Bagaimana? Apa kau sudah yakin untuk membuat serum itu?"

Rey tersenyum tipis. "Lebih cepat itu lebih baik. Kevin sudah semakin kuat ketika tadi pagi menemui saya dan iseng mengikat saya dengan listrik. Setau saya, kekuatan Kevin harusnya semakin melemah karena sudah digunakan dalam waktu yang lama dengan virus yang semakin menyebar ke dalam komponen tubuhnya yang lain."

Mrs. Anne mengangguk paham. "Aku sudah melihat rekaman CCTV di depan yang tadi siang Syam tunjukkan padaku. Rey, dia sudah membuntutimu sejak kau datang ke sini dengan Zildan yang menguasai tubuhku. Dia sedang merencanakan dan juga sedang mempertimbangkan sesuatu. Ngomong-ngomong bagaimana dengan keadaan Najwa sekarang. Aku khawatir karena waktu itu aku jarang mendampinginya ketika sedang merancang gelang agar dapat kembali ke asalnya."

"Dia dan Bella adalah alasan saya untuk menemui anda di tempat ini. Kevin ingin mengambil Najwa karena dia ingin menikahinya dan ingin mengambil Bella untuk dijauhkan dari saya. Tak heran pula jika Zildan sempat muncul ketika saya tidak dapat mengendalikan emosi dalam diri saya."

Mrs. Anne lagi-lagi mengangguk, lalu segera mengajak Rey untuk pergi ke ruangannya agar dapat membahas rencana mereka tanpa merasa was-was.

.
.
.
.

"Ndo, Tante Ririn baru aja nelpon kita dan bilang agar kita segera kembali ke Jakarta. Robot AI Om Brasdan akan kembali seminggu lagi dan Tante Ririn khawatir dengan keadaan anaknya di sini. Bagaimana gue harus bilang kalo anaknya ilang, Ndo?" ucap Zulfan dengan panik.

Ando menatap Zulfan dan langsung menarik tangan pemuda itu untuk duduk di sampingnya. "Fan, kalo lo mondar-mandir kayak setrika, gue yang pusing ngelihatnya. Memangnya kenapa kalo kita nggak jawab aja dengan jujur? Tante Ririn juga ilmuwan, tentunya dia nggak akan terlalu kaget dengan kejadian ini dan lagipula yang akan segera dateng ke Jakarta 'kan hanya sebuah robot. Apa susahnya? Apa perlu gue yang ngomong?"

Bad or Good? (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang