28 -- Kecewa

8 2 0
                                    

"Rey, kita pulang pake apa? Ini udah terlalu sore buat kita pulang ke Jakarta. Ini aja kita udah nunggu satu jam lebih buat ikut bis, apa kita pulang aja besok?"

Ando menatap jalanan yang sudah nampak sepi dengan wajah yang kusut.

"Apa gue suruh sopir buat datang aja kali, ya? Dia 'kan bisa jemput kita sekarang juga. Kalian setuju?" ucap Zulfan tiba-tiba.

"Kalo begitu, ayo kita balik ke penginapan dulu aja. Hari sudah mulai gelap dan kita tak mungkin juga untuk menanti kedatangan sopirmu di sini, 'kan?" timpal Ando sambil bangkit dari kursi yang ada di terminal.

"Bagaimana Rey? Apa lo setuju dengan saran dari gue?" tanya Zulfan pada Rey.

Rey menoleh sekilas ke arah Najwa dan Naura yang terlihat duduk  sambil menatap jalanan dengan wajah yang terlihat kusut. Pemuda itu lalu menatap Zulfan dan mengangguk setuju.

Rey kemudian menghampiri Najwa dan menepuk bahunya. "Naj, ayo kita kembali dulu ke penginapan. Hari sudah mulai petang dan ada kemungkinan besar bahwa bis tidak akan datang. Zulfan sedang menghubungi supirnya yang ada di Jakarta buat jemput kita dan kisah tidak mungkin menunggu selama 4 jam lebih di terminal."

"Tapi kalo kita langsung pulang pake mobil itu, apa sopir keluarga Zulfan tidak akan kelelahan?" tanya Najwa heran.

Rey menggelengkan kepala. "Setiap aku berlibur bersama Zulfan dan Ando, lalu kita tak membawa kendaraan sendiri, maka sopir pribadi Zulfan bakal dateng buat jemput kita. Biasanya Zulfan bakal bergantian dengan sopirnya buat ngejalanin mobil. Santai aja, Naj."

Najwa menghela napas dan akhirnya mengiyakan saran dari Rey.

"Nau, ayo kita pulang dulu ke penginapan. Mumpung masih ada ojek di pangkalan," ajak Najwa yang kemudian beranjak dari kursi.

Naura yang sedang terlihat sedih saat mengotak-atik ponsel, lantas terlonjak kaget saat Najwa menepuk bahunya.

"Gimana? Gimana, Naj?" tanya Naura reflek.

Najwa menyipitkan kedua matanya dengan penuh curiga dan langsung merebut ponsel milik Naura. Ia kemudian membaca pesan singkat yang ada Naura terima.

"Tugas kalian masih belum selesai. Kalian udah bikin gue hancur dan gue nggak bakal biarin hidup kalian tenang gitu aja. Tunggu pembalasan gue, Sahabat lama."

Najwa lalu menatap Naura dengan wajah tak percaya. "Apa dia masih belum menyerah juga?"

Naura menghela napas dan menatap Najwa dengan prihatin.

"Ara sudah benar-benar dendam pada kita semua, Naj. Dia sudah benar-benar berubah. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Naura kalut.

Najwa tak menjawab pertanyaan Naura, tapi menarik Ando untuk berdiri di hadapan Naura. Hal itu membuat Rey menghampiri Najwa dengan wajah yang terlihat bingung.

"Ada apa, Naj?"

Najwa menyodorkan ponsel Naura pada Rey. "Bacalah pesan itu dan katakan bagaimana pendapatmu tentang hal yang disampaikan dalam pesan itu"

Rey menerima ponsel Najwa, lalu membaca isi pesan. Wajahnya yang semula terlihat bingung, kini berubah menjadi merah padam karena amarah yang muncul secara tiba-tiba.

"SETELAH SEMUA HAL YANG SUDAH TERJADI, APA DIA MASIH SAJA BELUM MENYERAH?!"

Najwa mengelus bahu Rey agar pemuda itu kembali tenang. "Rey, dia terlalu lama menyimpan semua rasa itu. Ara terlalu sensitif ketika aku dan Naura tak punya kesadaran untuk melihat seperti apa perasaan dia. Rey, aku takut jika dia bakal ngelakuin hal buruk yang akan membuat persahabatan kami benar-benar hilang dan hanya tersisa sebagai sebuah kenangan. Aku takut, Rey," ucap Najwa khawatir.

Bad or Good? (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang