| Chapter 1 | : New Home or New Hope?

130 21 11
                                    

Tidak ada yang lebih membuat hatiku bertambah buruk selain tentang acara kepindahan besok. Rumah baru yang ibuku sewa bulan lalu, tanpa sepengetahuanku dan tepat setelah seminggu aku menyelesaikan hari di mana mengakhiri masa belajarku di sekolah menengah akhir yang jaraknya cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Rasanya aku belum mampu tersenyum selebar mungkin untuk saat ini. Selain dari berharap bisa menghapus tentang sosok Ayah yang telah lama pergi. Kecelakaan yang merenggut hidupnya beberapa tahun lalu mampu pula merenggut kebahagiaanku.

Jika seseorang menggambarkanku dengan yang lalu—sebelum Ayahku meninggal dalam kecelakaan mobil tepat di malam ulang tahunku, dan setelah kepergian sosoknya. Mereka pasti dengan mudah bisa membedakannya.

Dulu mungkin aku pernah menjadi seorang gadis yang periang dan suka menceritakan segala hal yang pernah kualami pada semua orang. Tentang cerita yang tentunya membuatku bahagia. Bukan cerita buruk tentang jatuh dan tenggelam ke kolam sedalam tiga meter lebih pada jam olahraga renang sekolah. Aku justru akan mengingatnya sampai mati. Saat bagaimana rasanya air menelan tubuh kurusku secara hidup-hidup. Mengisi paru-paru dengan air yang terasa sangat perih nan menyakitkan. Membuat keremangan cahaya di dalam air terbiaskan. Zat bisu yang mematikan. Mimpi buruk itu selalu saja mampu mengganggu tidurku di malam hari.

"Hei, melamun lagi!" Katakan jika aku cukup terkejut ketika ibuku datang membangunkanku dari lamunan masa lalu dengan nada tinggi.

Setengah sadar dan gelagapan. Bahkan syal merah darah yang kupegangi nyaris jatuh ke lantai yang di sana ada air kencingnya Loly-kucing gempal penuh kutu. Aku membencinya setengah mati. Bukan karena poin utamanya barusan. Tapi bagaimana kucing liar itu suka masuk secara diam-diam ke dalam rumah. Masuk ke kamarku dan dengan tidak sopannya tidur santai di atas tumpukkan baju yang telah kulipat dan kuletakkan di atas tempat tidur. Oke, sangat menjengkelkan sampai sini. Apalagi saat bulunya rontok dan menempel di kain. Jangan lupakan kutunya mungkin saja ikut melompat dari tubuhnya.

Jika saja setiap aku memergokinya sedang tidur di kamarku. Dan aku telah siap melemparnya dengan sapu lantai yang gagangnya nyaris patah itu ke arah Loly. Namun, kucing itu seakan membaca apa yang akan aku lakukan padanya. Dia akan segera meloncat ke lantai, berlari kecil namun lebih cepat daripada langkahku. Dan pada akhirnya keluar lewat pintu dapur yang selalu saja tidak pernah dikunci. Dengan kata lain, Ibu selalu lupa untuk menguncinya. Padahal bisa saja kan suatu waktu akan ada penyusup, pencuri atau sekelompok perampok masuk ke sana.

Aku ingin segera pindah, mungkin adalah kalimat yang tepat saat ini yang terlintas dalam benakku.

Pindah dari rumah lamaku ini. Bangunan tua yang hampir keseluruhan bangunannya di dominasi oleh kayu yang mulai lapuk di makan usia. Selain itu, aku juga bisa pelan-pelan mengikis gambaran sosok Ayah yang selalu menyenangkan jika sudah berada di rumah.

Meski hanya hari minggu Ayah bisa istirahat dari pekerjaannya di kota. Menjadi seorang supir truk pengantar barang penuh muatan. Dia selalu mencurahkan keletihannya selama bekerja kepada aku dan Ibu setiap pulang. Apalagi ketika harus memijat tubuhnya setiap malam hari. Ayah akan terus bilerbicara dan memuji pijatanku katanya enak. Padahal itu hanya caranya saja agar aku semakin semangat memijat tubuhnya yang lelah. Waktu itu aku masih polos. Hanya anak gadis mungil berusia tujuh tahun dan memiliki mata yang indah, itu kata tetanggaku serta orang yang melihatku sekilas lalu kemudian merasa tertarik padaku. Tapi sekarang aku malah menyesalinya. Jika saja setiap malam minggu tiba aku rajin memijat tubuh Ayah dan memaksanya untuk menceritakan sebuah dongeng. Dan yang pastinya tidak jauh dari kisah si cerdik kancil setelah itu dia tidur dengan dengkuran yang nyaring. Bahkan ceritanya saja baru setengahnya. Aku berjanji tidak akan marah atau kesal lagi. Aku juga tidak akan mencabuti bulu betis Ayahku agar terbangun lagi dari tidurnya.

THE TALK : Beyond The Water ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang