Ruang pasien itu terasa senyap dari hiruk-pikuk sekitar rumah sakit. Ibuku sengaja memesan ruang pribadi pasien dengan keadaan seperti ini. Karena seperti inilah keadaan yang aku inginkan setelah semua yang terjadi.
Mimpi buruk itu telah berakhir. Kurang dari empat belas hari setelah aku hampir mati kehabisan napas di dalam air. Aku pikir awalnya titik hidupku akan berakhir di kolam belakang rumah baruku yang menyeramkan itu. Akan tetapi Tuhan berkata lain dan mengatur jalan ceritanya dengan versinya sendiri.
Bintang-bintang yang kulihat di balik air, di atas sana, adalah para polisi yang menyelam dengan nyala senter di tangannya.
Selebihnya aku hanya ingat sampai di situ, itu pun ibuku menceritakan semua yang terjadi setelah aku tidak sadar di dalam air.
Tentang Daman, aku tidak akan mengharapkannya tetap hidup atau pun selamat. Pria pembunuh berdarah dingin, bisa kujuluki sebagai predator licik yang cerdik dengan topeng image sempurnanya. Aku teringat hampir pernah terpikat dengan buaiannya. Tapi sekarang setelah tahu sisi di balik semua sifat sempurnanya ada keburukan yang paling buruk dan aku tidak pernah terbayangkan bisa bertemu sampai mengenal seorang Daman.
Sekarang Daman hilang. Tubuhnya tidak ditemukan di bawah kolam belakang rumah itu. Menurut para polisi yang kutahu dari bibir ibuku jika kolam itu memiliki rongga atau semacam gua di bawah sana. Kedalamannya belum bisa diperkirakan namun yang pasti para polisi tidak bisa menyelam lebih dalam karena kolam itu memiliki tekanan yang aneh. Ketika suatu ketika airnya dikuras untuk mencari tubuh Daman. Kolam itu seolah menolak untuk mengering. Debit airnya terisi kembali dengan gerakan tenang dan dingin.
Kolam itu menutupi dirinya dengan cara aneh dan mengerikan.
Aku sudah tidak ingin mengenang semua itu semakin dalam. Mengingat sampai situ saja sudah membuatku merinding.
"Kita akan pindah secepatnya."
Kalimat yang diucapkan ibuku terdengar seperti pintu indah seakan sebuah jalan keluar paling baik. Sejak awal aku tidak pernah ingin tinggal di rumah yang sekarang sudah menjadi tempat terlarang untuk siapa pun orang berniat mengunjungi. Polisi bergerak cepat membelokir akses para pencari berita untuk berhenti membuat laporan serta berita palsu. Bagaimana pun akhirnya, beberapa rumah yang ada di sana akan segera dirobohkan demi kenyamanan bersama. Aku juga tidak yakin dengan nasib kolam mengerikan itu. Setidaknya di masa depan akan ada cara untuk menimbun tempat berlubang penuh misteri itu.
Semuanya sudah selesai sampai dua hari berlalu kemudian. Aku telah berada di dalam mobil sewaan ibuku dengan banyak barang kami di bak mobil. Beberapa di antaranya sudah dijual dengan harga murah oleh ibuku. Kami hanya membawa barang yang terbilang penting saja.
Cuaca tidak cerah hari ini. Aku melihat langit yang mendung beserta tetes air seperti butiran tepung berasal dari langit. Sepertinya tidak akan ada musim panas yang cerah belakangan ini. Padahal sudah tepat waktunya memasuki bulan berjemur.
"Kau mau memesan apa? Ibu akan membeli beberapa makanan instan untuk kita makan hari ini?"
Aku tidak menatap ibuku ketika bertanya barusan. Wajah dan mataku masih fokus melihat ke arah luar jendela. Menyapu keadaan sekitarnya yang terlihat tidak terlalu sibuk. Kendaraan lain tampak melaju pelan. Jalan aspal berwarna hitam pekat karena terbasuh air hujan kecil yang tidak akan berhenti sampai hari esok mungkin.
"Apa perjalanan masih jauh?"
Mobil bak tua ini bergerak untuk parkir ke sebuah toserba. Halaman parkirnya lenggang dari kendaraan yang parkir.
"Untuk itu kita harus membawa bekal," jawab ibuku sambil keluar dari dalam mobil.
Aku membuka pintu mobil setelah ibuku melangkah lebih dulu memasuki gedung kaca toserba. Sementara aku tidak tertarik untuk ikut masuk ke dalam sana. Malah berakhir duduk di salah satu kursi besi di depan toserba sambil melamun lagi.
Mengamati cat mobil sewaan ibuku yang kusam. Barang-barang kami di belakang tertutup terpal cokelat gelap untuk menghindari air hujan.
Aku menarik tangan jaket agar menutupi punggung tanganku yang terasa diserang hawa dingin yang berlebihan. Bersamaan dengan itu seorang laki-laki muncul, aku kira begitu karena hanya melihat kaki jenjang berbalut celana lipit hitam, melangkah dari samping dinding tempat parkir. Payung berwarna sama hitamnya menutupi setengah tubuhnya. Hanya setengah kemeja abu-abu yang bisa aku lihat dari orang itu.
Beberapa saat dia memasuki toserba aku sudah tidak memberhatikannya bahkan ketika menyimpan panyung di lantai tidak jauh dari tempatku duduk.
Butuh waktu sekitar lima belas menit aku menunggu ibuku yang kembali dengan kantung plastik putih bersih. Isinya menggembung besar. Aku yakin dia membeli banyak makanan instan untuk kami berdua santap di rumah baru nanti.
"Bisa tolong bawa kantung ini, Ibu ada panggilan masuk," titahnya.
Aku menerima barang yang lumayan berat itu dari tangan ibuku. Cepat-cepat memasuki mobil karena aku tidak ingin terkena air hujan. Secepatnya masuk ke dalam mobil dan menaruh kantung itu. Ibu datang sambil mengobrol di telepon. Meski suaranya cukup lantang ketika mengobrol dengan teman kerjanya, mungkin. Aku tidak terlalu ingin menangkap isi obrolan itu.
Mataku kembali fokus mengarah keluar jendela kaca mobil yang banyak disinggahi air hujan. Tapi tidak terlalu mengganggu karena aku bisa melihat cukup jelas keadaan di luar sana. Termasuk ketika pria berpayung hitam itu ternyata sudah keluar dari toserba dan memasang kembali payung di tangannya. Memang tidak ada yang menarik dari sosok itu dari jauh. Akan tetapi ketika semakin dekat, lebih tepatnya ketika laki-laki itu lewat tepat di samping mobil ibuku yang baru akan menyalakan mesinnya. Aku menemukannya, mataku tidak salah melihat sampai aku membeku di tempatku sekarang.
Alasannya karena laki-laki yang kupikir akan sangat asing ketika melihat wajahnya malah membuatku terkejut. Struktur wajahnya benar-benar mirip dengan Daman. Bahkan ketika aku sungguh-sungguh menatapnya tanpa berkedip dan membawa gumpalan pemikiran paling menakutkan, laki-laki itu malah berhenti melangkah setelah hampir melewati area parkir.
Dia akan belok ke jalan semula ketika datang kemari. Tubuhnya yang tinggi serta payung yang sengaja di turunkan di samping tubuhnya membuat tambah terbelalak dengan aksinya.
Dia Daman!
Laki-laki itu tersenyum menatapku sekilas dan mengangkat kembali payung hitamnya yang lebar. Bukan hanya itu saja, mataku kembali menangkap dua kaki kurus yang muncul dari balik payung. Seolah laki-laki yang mirip dengan pria bangsat itu tengah menggendong seorang gadis tapi aku hanya bisa melihat kaki itu melingkar di pinggangnya karena terhalang payung.
"Layla!"
Aku terkejut karena ibuku memanggil cukup lantang. Dadaku bergetar hebat sampai tenggorokaku ikut tersendat.
"Apa yang kau lihat?" tanyanya.
"Tidak ada. Ha, hanya hujan."
Aku mencoba mencari alasan yang masuk akal sambil mempertahankan raut wajahku seperti biasanya.
Meski wajahku kembali bergerak untuk melihat ke sosok itu yang kini sudah lenyap dari tempatnya.
Tidak mungkin, Daman sudah mati. Tapi gadis itu? Kenapa muncul dengan tiba-tiba? Dengan cara seperti itu?
"Kita akan pergi sekarang, kau baik-baik saja?"
Untuk kedua kalinya aku terkejut tapi tidak separah sebelumnya. Aku menatap ibuku yang tengah memasang wajah penasaran. Tapi segera aku mencari alasan yaitu ingin segera berangkat dan istirahat di rumah baru kami.
Ibuku percaya saja, dia melajukan mobilnya dari area parkir toserba menuju jalan dan sekali lagi aku menatap ke arah jendela untuk memastikan penglihatanku salah serta meyakinkan diriku sendiri tentang kemunculan mereka berdua. Itu mungkin halusinasiku saja. Ya, aku terlalu sering melamun di banyak tempat.
Aku yakin untuk kesekian kalinya kalau mereka berdua bukan Daman dan gadis hantu bernama Dana itu.
Selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TALK : Beyond The Water ✔
De Todo🎖: Winner Shortlist AIFIL 2023 🎖: The 5th Winner of Event The Goosebumps Love - WattpadRomanceID 🎖: Reading List AIFIL 2023 - WattpadChickLitID © KANG ZEE present • (#) GIRL'S IN THE NIGHTMARE • THE TALK: Beyond The Water • THE 3RD FULL NOVEL '...